Saturday, December 12, 2020

Hidup Tak Bercacat hingga Kedatangan Tuhan (1 Tesalonika 5:16-24)

Rancangan Khotbah Minggu Adven III, 13 Desember 2020
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

16Bersukacitalah senantiasa. 17Tetaplah berdoa. 18Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. 19Janganlah padamkan Roh, 20dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. 21Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik. 22Jauhkanlah dirimu dari segala jenis kejahatan. 23Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita. 24Ia yang memanggil kamu adalah setia, Ia juga akan menggenapinya.


Dalam surat 1 Tesalonika ini, Paulus menyampaikan beberapa nasihat penutup kepada jemaat, sebagai tindak lanjut dari nasihat sebelumnya tentang, antara lain: “hidup yang menyenangkan Tuhan” atau hidup kudus (1Tes. 4:3), mengurus persoalan sendiri dan hidup dengan sopan (1Tes. 4:11-12), hidup dengan tertib (1Tes. 5:4), serta tidak membalas kejahatan dengan kejahatan (1Tes. 5:15). Pada teks renungan hari ini, Paulus mengakhiri nasihatnya pada surat yang pertama ini dengan beberapa petunjuk praktis yang mesti diterapkan oleh jemaat Kristen di Tesalonika.

Bersukacita dan Bersyukur Senantiasa (ay. 16, 18)
Sukacita (Yun. chairete, dari akar kata chairo) dan kegembiraan adalah tema umum di seluruh PL dan PB. Pesta-pesta yang harus dirayakan oleh orang Israel ada hubungannya dengan peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah mereka, mis. pesta Paskah untuk merayakan pembebasan mereka dari perbudakan di Mesir, dan hari-hari untuk bersukacita (Bil. 10:10). Ada juga sukacita karena istri di masa muda (Amsal 5:18), atau karena keselamatan (Mazmur 51:12). Dalam PB, kata chairo muncul ketika Maria menerima informasi bahwa dia akan memiliki seorang bayi (Luk. 1:14), dan ketika Elizabet memberikan tanggapan atas kunjungan Maria (Luk. 1:44).

Bagaimana dengan Paulus? Agak aneh memang, sebab Paulus menyerukan panggilan untuk bersukacita, sementara kita tahu betapa sulitnya kehidupan Paulus setelah menerima dan menjadi rasul Yesus. Bisakah kita bersukacita saat kita sakit — atau di penjara — atau berduka? Bisakah kita bersukacita ketika kita baru saja kehilangan pekerjaan dan tidak tahu ke mana harus berpaling? Bisakah kita bersukacita ketika baru saja mengalami kekalahan pilkada? Bisakah kita bersukacita ketika kehilangan barang berharga atau orang yang dikasihi? Ini jelas tidak mudah!

Tetapi, Paulus mendemonstrasikan bahwa bersukacita di tengah kesulitan bisa saja terjadi. Di awal pelayanannya, ketika ditangkap, dia dan Silas menyanyikan himne dan berdoa di sel penjara mereka (Kis. 16:25). Kemudian, di penjara menunggu persidangan, dia menulis surat singkat kepada gereja di Filipi di mana dia menggunakan sejumlah kata “sukacita” atau “bersukacita” (Fil. 1:4, 18, 25; 2:2, 17-18, 28-29; 3:1; 4:1, 4, 10). Dalam beberapa ayat, dia mendorong orang Filipi untuk bersukacita, tetapi di ayat lain dia berbicara tentang kegembiraannya sendiri. Jadi, Paulus pun sekarang memanggil orang-orang Kristen di Tesalonika untuk bersukacita juga — untuk selalu bersukacita. Sukacita seperti inilah yang kemudian memberikan semangat hidup bagi jemaat sekalipun mereka berada dalam situasi sulit.

Tetap Berdoa (ay. 17)
Berdoa (Yunani: proseuchesthe) tanpa henti (Yunani: adialeiptos), mengacu pada semua jenis doa. Tetapi, di sini Paulus menekankan ‘tanpa henti’ (berdoa dengan tetap). Doa mengasumsikan bahwa ada hubungan antara orang tersebut dan Tuhan, sehingga orang tersebut dapat percaya bahwa Tuhan mendengarkan dan akan menanggapi permohonannya. Hal ini tidak berarti bahwa Tuhan akan selalu menjawab doa yang kita minta. Namun, semakin erat hati kita selaras dengan kehendak Tuhan, semakin besar kemungkinan kita akan menerima apa yang kita minta. Berdoa dengan tetap (tanpa henti) di sini tidak berarti kita menghabiskan waktu hanya untuk berdoa sehingga tidak punya waktu lagi, misalnya, untuk bekerja atau mengurus keluarga, mengurus diri sendiri, dll. Tetapi kita bisa hidup setiap saat dengan keyakinan bahwa kita terhubung dengan kasih Tuhan. Keterjalinan dengan Tuhan ini hanya mungkin terwujud kalau kita menghidupi doa-doa yang kita naikkan kepada-Nya. Kita bisa meminta bimbingan Tuhan saat kita perlu membuat keputusan.

Jangan Padamkan Roh dan Jangan Meremehkan Nubuat (ay. 19-20)
Roh yang dimaksud di sini adalah Roh Kudus. Paulus memberi tahu orang-orang ini untuk tidak menghalangi pekerjaan Roh Kudus di tengah-tengah mereka, yang dapat terwujud misalnya melalui nubuatan-nubuatan yang mungkin saja muncul di tengah-tengah jemaat. Nubuatan di sini berisi pesan dari Tuhan kepada manusia, bukan sekadar ramalan spekulatif tentang masa depan. Sebagian besar nubuatan alkitabiah terjadi dalam Perjanjian Lama, tetapi Perjanjian Baru pun memberika beberapa catatan tentang nubuatan (Kis. 11:27-28; 13:1; 15:32).

Dalam surat pertamanya ke jemaat Korintus, Paulus memberikan petunjuk yang lebih rinci tentang berbicara dalam bahasa roh dan nubuat, yang secara keseluruhan bertujuan untuk “membangun” (Yun. oikodome), nasihat (Yun. paraklesis), dan penghiburan (Yun. paramythian) (1Kor. 14:3).

Oikodome terkait dengan kata oikia (rumah), dan biasanya dikaitkan dengan membangun sebuah bangunan. Di sini Paulus menggunakannya secara metaforis untuk memaksudkan pembangunan atau pembangunan jemaat. Paraklesis melibatkan nasihat atau dorongan, yaitu membantu orang untuk melihat berbagai kemungkinan yang ada dalam mengatasi rintangan atau memenangkan pertempuran. Paramythian adalah kata lembut yang berkaitan dengan menghibur atau menghibur.

Menguji Segala Sesuatu dan Memilih Kebaikan (ay. 21-22)
Kata Yun. dokimazo berarti menguji sesuatu dalam rangka menentukan kualitas atau keasliannya. Mengingat konteksnya, Paulus bermaksud agar orang-orang Kristen Tesalonika ini mencoba untuk melihat kualitas atau keaslian apa yang tampaknya merupakan pekerjaan Roh Kudus (ay. 19) dan apa yang tampak seperti nubuat (ay. 20). Sayangnya, Paulus tidak memberi tahu lebih rinci/jelas lagi bagaimana cara membuat penilaian tersebut.

Setelah mereka menguji segala sesuatu, Paulus mengatakan kepada jemaat untuk berpegang teguh (Yun. katecho) pada yang baik, menerimanya, meraihnya, dan menjadikannya sebagai milik mereka. Apa contoh dari apa yang baik? Salah satu pendekatan untuk menjawab pertanyaan itu adalah dengan melihat ‘pengujian” yang disebutkan sebelumnya. Sesuatu akan baik jika meninggikan Kristus, sesuai dengan kitab suci, membangun jemaat, dll. Kita harus ingat konteksnya. Paulus berbicara tentang pekerjaan Roh (ay. 19) dan nubuatan (ay. 20), sehingga yang baik adalah pekerjaan Roh dan nubuat yang lulus ujian keaslian.

“Menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan“ berarti menahan diri ketika menghadapi kejahatan. Bahasa Yunani apecho untuk kata ‘menjauhkan diri’ merupakan jenis pengekangan yang mungkin dilakukan oleh kapten kapal ketika mencoba untuk menjaga kapalnya agar tidak kandas. Jadi, Paulus menasihati jemaat untuk tidak kandas oleh berbagai jenis kejahatan, untuk tidak ikut-ikutan dalam berbagai bentuk kejahatan. Waspadalah!

Berkat Pengharapan dan Panggilan untuk tetap Setia (ay. 23-24)
Pada dua ayat ini Paulus menyampaikan semacam berkat pengharapannya atas jemaat untuk tetap dikuduskan oleh Tuhan supaya mereka tidak bercacat dan tetap setia memenuhi panggilan Tuhan atas mereka. Demikianlah adanya kehidupan orang Kristen, hidup kudus, tak bercacat, dan tetap setia pada panggilan Tuhan dalam hidupnya sampai Yesus datang kembali.

 

No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...