Thursday, December 24, 2020

Imanuel – Emanu’eli – Awöda Lowalangi (Mat. 1:23)

Renungan Natal 2020
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo


Matius 1:23
“Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel” --yang berarti: Allah menyertai kita.

Tema Natal tahun ini cukup singkat tetapi maknanya amat dalam. Imanuel, Allah beserta dengan kita (Mat. 1:23). Ketika Maria dan Yusuf bertunangan, Maria ternyata hamil, tetapi Yusuf tahu bahwa anak di dalam kandungan Maria itu bukan miliknya, sebab hubungan mereka masih sebatas tunangan, bukan suami-istri. Tuhan tahu kekuatiran Yusuf, Tuhan tahu kegalauan hatinya, Tuhan tahu ketakutannya, itulah sebabnya seorang malaikat diutus kepadanya melalu mimpi dan berkata: “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (Mat. 1:20-21).

Penulis Injil Matius, yang berbicara terutama kepada audiens Yahudi, kemudian merujuk pada nubuat dari Yesaya 7:14, yang ditulis lebih dari 700 tahun sebelum kelahiran Yesus: Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: “Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel” --yang berarti: Allah menyertai kita (Mat. 1:22-23). Jadi, peristiwa kehamilan Maria, yang dikuatirkan dan ditakutkan oleh Yusuf, merupakan bagian dari rencana besar Allah yang telah dinubuatkan ratusan tahun sebelumnya.

Nama “Imanuel” melambangkan fakta bahwa Tuhan akan menunjukkan kehadiran-Nya melalui pembebasan umat-Nya. Secara umum dipahami bahwa nama itu dialamatkan kepada Yesus sebagai tanda bahwa Allah berinkarnasi melalui kelahiran Yesus untuk menyatakan solidaritas dan penyertaan-Nya kepada umat yang dikasihi-Nya.

Gagasan tentang kehadiran khusus Tuhan yang hidup di antara umat-Nya dimulai dari Taman Eden, di mana Tuhan berjalan dan berbicara dengan Adam dan Hawa di hari yang sejuk (Kej. 3:8). “Yehowa Lowalangi sanörö kabu, tanö owi, me okafu zino.” Tuhan juga memanifestasikan kehadiran-Nya dengan orang-orang Israel dalam banyak cara, seperti di tiang awan di siang hari dan api di malam hari (Kel. 13:21). “Ba mowaöwaö fönara Yehowa, na ma’ökhö ba boto lawuo, ba wangoroma’ö lala khöra, ba na bongi ba boto galitö, ba wame’e haga khöra” (2 Moze 13:21).

Dalam Matius 28:20b, penulis Injil Matius menegaskan penyertaan Tuhan tersebut: “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman”. Untuk maksud itulah Tuhan Yesus lahir, sebagaimana diungkapkan dalam tema Natal tahun ini, yang dikutip dari kitab Injil Matius: “Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel" --yang berarti: Allah menyertai kita” (Mat. 1:23).

Tema Natal tahun ini dimunculkan berangkat dari situasi dunia yang amat memprihatinkan karena pandemi Covid-19. Walaupun ukurannya amat kecil, virus Corona telah merusak berbagai sendi kehidupan manusia. Banyak keluarga berduka karena kehilangan sanak saudara. Banyak pula yang kehilangan pekerjaan karena usaha yang bangkrut. Anak-anak harus belajar di rumah sehingga kehilangan kesempatan untuk bergaul dengan teman-temannya. Berbagai persoalan muncul, bencana demi bencana datang silih berganti, kehidupan semakin sulit diperbaiki, dan tidak ada seorang pun yang dapat menjamin bahwa dia atau keluarganya dapat terbebas dari berbagai masalah tersebut. Hidup kita ini amat rapuh, seringkali tidak berdaya menghadapi kesulitan, tantangan, dan ancaman. Tuhan tahu situasi kita, Tuhan tahu kerapuhan kita, dan Tuhan tahu ketidakberdayaan kita tersebut, dan cara terbaik untuk menolong kita adalah dengan datang sendiri ke dunia melalui kelahiran Yesus Kristus.

Kelahiran dan kedatangan Yesus ke dunia bukan sekadar menebus dosa-dosa kita sebagaimana pemahaman umum selama ini. Sebab, kalau hanya untuk menebus dosa dunia, seperti pemahaman kita selama ini, maka Allah tidak harus datang ke dunia; dari surga pun Dia bisa memproklamasikan pengampunan dosa tersebut. Tetapi Allah tahu situasi kita yang serba sulit dan serba salah, Allah tahu bahwa kita membutuhkan penyertaan-Nya. Oleh sebab itu, Dia hadir di dunia untuk menyatakan secara langsung bahwa “Allah menyertai kita”. Raja Daud, yang adalah leluhur Yesus, pernah berada dalam masa-masa sulit dan pernah mengalami penyertaan Tuhan. Daud mengekspresikan pengalaman imannya itu dalam lantunan mazmur: “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku” (Mzm. 23:4a). “Ba he utörö mbawa danö andrö si göna lumö wa’amate andrö, ba lö ata’udo zi lö sökhi; awögu sa ndra’ugö” (Sin. 23:4a).

Kadang-kadang muncul pertanyaan klasik: “Kalau Allah memang menyertai kita, mengapa Dia membiarkan berbagai masalah bahkan kejahatan terus muncul?” Saya pun kadang mengajukan pertanyaan tersebut. Tetapi begini, Allah berjanji, dan telah menggenapinya, dan akan terus menyatakannya, bahwa Dia senantiasa beserta dengan kita. Ingat, Tuhan berjanji bahwa Dia menyertai kita; Tuhan tidak berjanji bahwa dengan kuasa-Nya Dia akan menghilangkan begitu saja berbagai persoalan dan kejahatan di hadapan kita. Allah menyertai kita berarti Dia memberi kita kemampuan untuk menghadapi berbagai persoalan dalam hidup ini, Dia memberi kita hikmat untuk menghadapi berbagai kejahatan dengan cermat. Kita boleh saja berdoa supaya Tuhan menjauhkan berbagai masalah yang datang silih berganti, seperti yang Yesus ajarkan kepada kita: “jangan bawa kami ke dalam pencobaan”. Tetapi, yang paling penting adalah memohon kekuatan, keberanian, dan hikmat dari Tuhan agar kita mampu melewati masa-masa sulit dalam hidup ini. Kita harus percaya bahwa Tuhan pasti menyertai kita melintasi lautan kehidupan yang bergelombang ganas ini.

Tema Natal tahun ini, sekali lagi, menegaskan penyertaan Allah bagi kita yang sedang gundah gulana menghadapi berbagai masalah kehidupan saat ini. Persoalan serius yang sedang dihadapi oleh dunia dalam waktu hampir satu tahun ini belum berakhir. Bahkan, dalam minggu-minggu terakhir, kita mendengar informasi adanya varian baru virus Corona di Inggris, yang menyebar dengan sangat cepat, dan kini sudah sampai di Singapura. Dunia kita ibarat “sudah jatuh ketimpa tangga”. Dunia kita sedang merintih kesakitan, sementara kejahatan dalam berbagai bentuk terjadi di mana-mana. Siapa yang tidak takut menghadapi situasi seperti itu? Siapa yang tidak takut ketika dunia saat ini sedang dilanda ‘kegelapan’ karena berbagai bencana dan kejahatan yang tiada henti? Ya, memang tidak ada jalan pintas untuk mengatasi persoalan dunia ini, kita dipaksa menempuh perjalanan atau proses yang begitu panjang dan berliku. Tetapi, kita percaya bahwa Terang Tuhan jauh lebih menjanjikan daripada kegelapan dunia. Kita percaya bahwa penyertaan Tuhan akan memampukan kita melewati masa-masa suram dan sulit ini.

No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...