Rancangan Khotbah Natal Umum (Malam Kudus), 25 Desember 2020
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo
1Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar. 2Engkau telah menimbulkan banyak sorak-sorak, dan sukacita yang besar; mereka telah bersukacita di hadapan-Mu, seperti sukacita di waktu panen, seperti orang bersorak-sorak di waktu membagi-bagi jarahan. 3Sebab kuk yang menekannya dan gandar yang di atas bahunya serta tongkat si penindas telah Kaupatahkan seperti pada hari kekalahan Midian. 4Sebab setiap sepatu tentara yang berderap-derap dan setiap jubah yang berlumuran darah akan menjadi umpan api. 5Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. 6Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya. Kecemburuan TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini.
Mari kita memahami Yesaya pasal 9 dalam konteks pasal 7 sampai pasal 12. Sejak tahun 745 SZB (SM) hingga beberapa tahun ke depannya, raja Asyur Tiglat-Pileser mengancam kedaulatan bangsa-bangsa di daerah Palestina, karena ia ingin memperkuat kerajaannya. Rezin raja Aram, dan Pekah raja Israel (utara), mengadakan suatu persekutuan yang pada awalnya ditujukan untuk menangkal ancaman Tiglat-Pileser itu. Mereka mengajak Ahas raja Yehuda (Israel Selatan) untuk masuk ke dalam persekutuan itu, tetapi Ahas menolaknya. Akibatnya, kedua kerajaan ini (Aram dan Isrut) berbalik mengancam Yehuda, menyerangnya dan mempersiapkan seorang raja boneka, yaitu anak Tebeel (7:6).
Banyak kota Yehuda hancur dan ratusan ribu orang tewas (2 Taw. 28:5-8), tetapi Yerusalem belum dapat dikuasai. Ancaman dan serangan dari persekutuan raja Aram dan raja Israel Utara ini membuat Ahas dan penduduk Yerusalem gemetar (7:2). Raja Ahas bukannya memohon pertolongan dari Tuhan, dia justru meminta pertolongan kepada raja Asyur tadi (2 Taw. 28:16), dan malah memberikan banyak upeti kepada raja Asyur tersebut (2 Taw. 28:21). Apakah permasalahan Ahas dan Yehuda selesai? Tidak! Karena ternyata raja Asyur yang telah dibayarnya itu datang bukan untuk menolong dia, melainkan menyesakkannya (2 Taw. 28:20). Ternyata “bayaran” tidak menjamin datangnya pembebasan, kedamaian, dan keberhasilan, malah sering menjadi “bumerang” bagi pemberi dan penerimanya.
Dalam situasi genting seperti inilah Yesaya tampil sebagai nabi Tuhan untuk mengajak raja Ahas dan segenap rakyatnya agar merendahkan diri di hadapan Tuhan, dan Yesaya juga sekaligus menyampaikan berita pengharapan keselamatan. Yesaya meyakinkan raja Ahas bahwa rencana raja Aram dan raja Israel Utara itu tidak akan berhasil, termasuk ancaman besar dari Asyur, sebab Allah telah berjanji kepada raja Daud bahwa tahta kerajaannya hanya akan diduduki oleh keturunannya saja (2 Sam. 7:12-16). Raja Ahas sudah terlanjur takut pada waktu itu, dan hal itu membuat dia tidak percaya akan perkataan Yesaya, sehingga Allah, melalui Yesaya, memberikan dia tanda. Tanda itu diungkapkan oleh Yesaya (baca Yes. 7:14-17).
Seperti kebanyakan nubuatan PL, nubuatan ini terpenuhi dalam waktu yang dekat dan di kemudian hari. Dalam waktu dekat, tanda itu terjadi, dan itulah yang diungkapkan di pasal 9:1-7. Munculnya raja Hizkia, anak Ahas, membawa harapan baru. Pada zaman Hizkia ini keadaan Yehuda jauh lebih baik, karena dia melakukan pembaharuan dalam banyak bidang kehidupan, dan memilih untuk lebih takut akan Tuhan (lih. 2 Taw. 29 dst). Ucapan Allah tentang penghancuran musuh-musuh umat Allah juga dibuktikan-Nya dengan kekalahan Aram dan Israel Utara yang tadinya menjadi ancaman serius bagi bangsa Yehuda. Kerajaan Asyur yang pada zaman Hizkia berada di bawah kekuasaan raja Sanherib masih mengancam Yehuda dan Yerusalem, dibuat jatuh oleh kekuasaan Tuhan, dan malah raja Sanherib itu dibunuh oleh anak kandungnya sendiri (lih. 2 Taw. 32:20-23). Itulah maksudnya “Imanuel”, Tuhan menyertai umat-Nya. Dan, itulah maksud dari perkataan Yesaya 9:1-6 [2-7], dengan penekanan utama pada datangnya sukacita, dan kelahiran raja dari keturunan Daud yang memerintah umat Tuhan.
Namun, Yesaya tidak berhenti sampai di situ. Dia memperkirakan bahwa anak itu akan lahir pada masa yang akan datang, yang akan memerintah dalam tahta Daud selamanya (Matius 1:18-25, menegaskan bahwa penggenapan nubuatan ini terjadi melalui Maria dan Yusuf dengan kelahiran Yesus).
Tuhan tahu bahwa dalam situasi yang sangat tidak kondusif itu, situasi genting, penuh ancaman dan ketidakpastian, dibutuhkan suatu penguatan, penghiburan, dan pengharapan yang baru. Itulah sebabnya melalui Yesaya, Tuhan memastikan kelahiran seorang anak dengan lima gelar, yaitu: Sang Ajaib – Sahölihöli dödö (Ibr. Pele), Sang Penasihat – Samolala tödö (Ibr. Yoets), Allah yang perkasa – Lowalangi Sabölö (Ibr. El gibbor), Bapa yang Kekal – Ama zi lö aetu (Ibr. Abi-ad), dan Raja Damai – Salawa wa’atulö (Ibr. Sar-syalom).
Secara singkat gelar-gelar tersebut dapat dipahami sebagai berikut:
(1) Gelar pertama: Sang Ajaib – Sahölihöli dödö
Istilah ini biasanya dipakai dalam konteks perbuatan TUHAN, khususnya dalam hal keselamatan, atau hal-hal yang dalam pemikiran dan perkiraan manusia mustahil terjadi. Di pasal 7:14 Yesaya menubuatkan kelahiran anak dari “seorang perawan”. Kelahiran anak dari “seorang perawan” merupakan hal yang mustahil dalam pemikiran dan perkiraan manusia. Selain kelahirannya yang “ajaib”, gelar ini juga mengarah pada ke-ajaib-an lain yang sangat penting, yaitu pengampunan dosa dan keselamatan yang datang bersamanya.
(2) Gelar kedua: Sang Penasihat – Samolala tödö
Di tengah-tengah situasi yang genting tadi di Yehuda, di saat-saat hampir tidak ada jalan keluar karena pengepungan atau ancaman dari segala arah, ketika tidak ada seorang pun yang dapat memberikan petunjuk dan arah langkah yang mendatangkan keselamatan, dirindukan dan atau dibutuhkanlah “Sang Penasihat”. Itulah anak yang lahir itu. Sang Penasihat ini akan mampu memberi jawaban atau tanggapan yang tepat terhadap setiap pertanyaan dan persoalan yang tengah dihadapi oleh umat Tuhan. Menarik sekali syair sebuah nyanyian berjudul “Hanya Yesus Jawaban Hidupku”, atau “Kutahu Tuhan pasti buka jalan”.
(3) Gelar ketiga: Allah yang perkasa – Lowalangi Sabölö
Ternyata anak yang dilahirkan dari seorang perawan ini (Sang Ajaib) merupakan Allah yang perkasa. Dia akan mengalahkan semua musuh umat Tuhan, seperti diungkapkan dalam Yesaya 11:4d “... dengan nafas mulutnya ia akan membunuh orang fasik”. Hanya dengan perkataan sang anak itu saja, musuh dapat dikalahkan, ancaman dapat dienyahkan. Karena keperkasaannya itulah dia dapat melindungi dan menyertai umat Tuhan. Jadi, dia pantas disebut sebagai Imanuel, Tuhan yang selalu menyertai umat-Nya.
(4) Gelar keempat: Bapa yang kekal – Ama zi lö aetu
Tentu ke-kekal-an hanya dapat dialamatkan kepada Tuhan Allah saja. Dengan demikian, gelar ini mengarah kepada Tuhan saja, yang dalam kekristenan dihubungkan dengan Mesias yang tergenapi di dalam Kristus Yesus. Dalam perspektif eskatologi, gelar ini menekankan bahwa sesungguhnya “anak” itu telah ada dari kekal hingga kekal. Dengan demikian, keselamatan yang datang bersama dengan dia, tidak akan pernah berakhir dari selama-lamanya hingga selama-lamanya. Dalam Yohanes 14:6 ditegaskan bahwa Yesus adalah kehidupan.
(5) Gelar kelima: Raja Damai – Salawa wa’atulö
Kita tentunya sudah dapat membayangkan bagaimana situasi kehidupan di Yehuda ketika mereka sedang dikepung dari segala arah oleh raja Aram, raja Israel Utara, dan raja Asyur sendiri. Mereka tidak dapat berbuat banyak, tidak menikmati kebebasan di dalam maupun di luar negeri mereka, pasokan kebutuhan sehari-hari sulit didapatkan, sementara itu ancaman raja-raja besar dari luar tersebut setiap saat dapat masuk dan menghancurkan kehidupan mereka. Siapa yang dapat diandalkan? Raja mereka sendiri Ahas memilih untuk “menyerah” dengan segala konsekuensinya. Dalam situasi yang seperti itulah dibutuhkan seorang raja yang dapat mendatangkan damai bagi umat Tuhan. Dan, ke-ajaib-an itu datang dengan kelahiran seorang anak dari keturunan Daud, raja Hizkia dalam arti tertentu, tetapi dalam kekristenan dipahami bahwa anak yang lahir itu adalah Yesus, Sang Mesias, Raja Damai yang sesungguhnya, Pendamai bagi semua makhluk (bnd. Yes. 11).
Anak dengan kelima gelar seperti inilah yang lahir itu, yang memerintah umat Tuhan. Disebutkan di awal ayat ini “lambang pemerintahan ada di atas bahunya”. Konteksnya jelas memperlihatkan pewarisan kerajaan Daud sebagaimana telah dijanjikan kepada raja Daud dulunya (lih. 2 Sam. 7:12-16). Raja dari keturunan Daud inilah yang dapat mendatangkan damai bagi semua.
Tadinya, bangsa Israel berada dalam kesengsaraan yang luar biasa karena situasi sosial-politik dan ekonomi yang mencekam, tetapi kini mereka dapat merasakan kehidupan yang “nikmat”, kehidupan yang jauh lebih baik, kehidupan yang mendatangkan sukacita yang besar, karena kegelapan digantikan dengan terang, kaum penindas dikalahkan, ketidakadilan digantikan dengan keadilan, ketidakbenaran digantikan dengan kebenaran, dan kehidupan mereka dipulihkan seutuhnya oleh Tuhan. Ini semua menggambarkan kedamaian yang akan dinikmati oleh umat Tuhan ketika Sang Anak itu datang, Raja Damai.
Tema Natal tahun ini adalah: “Mereka akan menamakan-Nya Imanuel” (Mat. 1:23). Dalam bahasa Nias: “Ba labe’e töi Nono andrö Emanu’eli, eluahania awöda Lowalangi” (Mat. 1:23). Tema ini dimunculkan berangkat dari situasi dunia yang amat memprihatinkan karena pandemi Covid-19. Walaupun ukurannya amat kecil, virus Corona telah merusak berbagai sendi kehidupan manusia. Banyak keluarga berduka karena kehilangan sanak saudara. Banyak pula yang kehilangan pekerjaan karena usaha yang bangkrut. Anak-anak harus belajar di rumah sehingga kehilangan kesempatan untuk bergaul dengan teman-temannya. Berbagai persoalan muncul, bencana demi bencana datang silih berganti, kehidupan semakin sulit diperbaiki, dan tidak ada seorang pun yang dapat menjamin bahwa dia atau keluarganya dapat terbebas dari berbagai masalah tersebut. Hidup kita ini amat rapuh, seringkali tidak berdaya menghadapi kesulitan, tantangan, dan ancaman. Tuhan tahu situasi kita, Tuhan tahu kerapuhan kita, dan Tuhan tahu ketidakberdayaan kita tersebut, dan cara terbaik untuk menolong kita adalah dengan datang sendiri ke dunia melalui kelahiran Yesus Kristus.
Kelahiran dan kedatangan Yesus ke dunia bukan sekadar menebus dosa-dosa kita sebagaimana pemahaman umum selama ini. Sebab, kalau hanya untuk menebus dosa dunia, seperti pemahaman kita selama ini, maka Allah tidak harus datang ke dunia; dari surga pun Dia bisa memproklamasikan pengampunan dosa tersebut. Tetapi Allah tahu situasi kita yang serba sulit dan serba salah, Allah tahu bahwa kita membutuhkan penyertaan-Nya. Oleh sebab itu, Dia hadir di dunia untuk menyatakan secara langsung bahwa “Allah menyertai kita”. Raja Daud, yang adalah leluhur Yesus, pernah berada dalam masa-masa sulit dan pernah mengalami penyertaan Tuhan. Daud mengekspresikan pengalaman imannya itu dalam lantunan mazmur: “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku” (Mzm. 23:4a).
Kadang-kadang muncul pertanyaan klasik: “Kalau Allah memang menyertai kita, mengapa Dia membiarkan berbagai masalah bahkan kejahatan terus muncul?” Saya pun kadang mengajukan pertanyaan tersebut. Tetapi begini, Allah berjanji, dan telah menggenapinya, dan akan terus menyatakannya, bahwa Dia senantiasa beserta dengan kita. Dalam Matius 28:20b, penulis Injil Matius menegaskan penyertaan Tuhan tersebut: “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman”. Untuk maksud itulah Tuhan Yesus lahir, sebagaimana diungkapkan dalam tema Natal tahun ini, yang dikutip dari kitab Injil Matius: “Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel" --yang berarti: Allah menyertai kita” (Mat. 1:23).
Ingat, Tuhan berjanji bahwa Dia menyertai kita; Tuhan tidak berjanji bahwa dengan kuasa-Nya Dia akan menghilangkan begitu saja berbagai persoalan dan kejahatan di hadapan kita. Allah menyertai kita berarti Dia memberi kita kemampuan untuk menghadapi berbagai persoalan dalam hidup ini, Dia memberi kita hikmat untuk menghadapi berbagai kejahatan dengan cermat. Kita boleh saja berdoa supaya Tuhan menjauhkan berbagai masalah yang datang silih berganti, seperti yang Yesus ajarkan kepada kita: “jangan bawa kami ke dalam pencobaan”. Tetapi, yang paling penting adalah memohon kekuatan, keberanian, dan hikmat dari Tuhan agar kita mampu melewati masa-masa sulit dalam hidup ini. Kita harus percaya bahwa Tuhan pasti menyertai kita melintasi lautan kehidupan yang bergelombang ganas ini. Kita yakin akan penyertaan-Nya, sebab Dia adalah Sang Ajaib – Sahölihöli dödö, Sang Penasihat – Samolala tödö, Allah yang perkasa – Lowalangi Sabölö, Bapa yang Kekal – Ama zi lö aetu, dan Raja Damai – Salawa wa’atulö. Oleh sebab itu, kita tidak boleh kehilangan pengharapan, sebaliknya kita harus optimis bahwa penyertaan Tuhan itu abadi dan tidak ada seorang pun yang dapat menghalanginya.
Tema Natal tahun ini, sekali lagi, menegaskan penyertaan Allah bagi kita yang sedang gundah gulana menghadapi berbagai masalah kehidupan saat ini. Persoalan serius yang sedang dihadapi oleh dunia dalam waktu hampir satu tahun ini belum berakhir. Bahkan, dalam minggu-minggu terakhir, kita mendengar informasi adanya mutasi baru virus Corona di Inggris, yang menyebar dengan sangat cepat, dan kini sudah sampai di Singapura. Dunia kita ibarat “sudah jatuh ketimpa tangga”. Dunia kita sedang merintih kesakitan, sementara kejahatan dalam berbagai bentuk terjadi di mana-mana. Siapa yang tidak takut menghadapi situasi seperti itu? Siapa yang tidak takut ketika dunia saat ini sedang dilanda ‘kegelapan’ karena berbagai bencana dan kejahatan yang tiada henti? Ya, memang tidak ada jalan pintas untuk mengatasi persoalan dunia ini, kita dipaksa menempuh perjalanan atau proses yang begitu panjang dan berliku. Tetapi, kita percaya bahwa Terang Tuhan jauh lebih menjanjikan daripada kegelapan dunia. Penulis Injil Matius mengatakan bahwa: “bangsa yang diam dalam kegelapan, telah melihat Terang yang besar dan bagi mereka yang diam di negeri yang dinaungi maut, telah terbit Terang” (Mat. 4:16).
--- Selamat Merayakan Natal ---
No comments:
Post a Comment
Apa yang ada di pikiranmu?