Khotbah Minggu, 26 Desember 2021 (Natal II)
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo
14 Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.
15 Yohanes memberi kesaksian tentang Dia dan berseru, katanya: "Inilah Dia, yang kumaksudkan ketika aku berkata: Kemudian dari padaku akan datang Dia yang telah mendahului aku, sebab Dia telah ada sebelum aku."
16 Karena dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia;
17 sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus.
18 Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.
Tema awal yang sangat penting dalam tulisan Yohanes adalah “Firman yang menjadi daging” (LAI: Firman itu telah menjadi manusia). Inilah yang kemudian kita kenal sebagai Inkarnasi Allah. Firman yang telah menjadi manusia ini sejak pada mulanya bersama-sama dengan Allah (ay. 1-3), datang untuk membawa terang (4-9), dan datang serta diam di antara manusia (10-14). Firman inilah yang dimaksud oleh Yohanes dalam teks khotbah tadi: “kemudian dari padaku akan datang Dia yang telah mendahului aku, sebab Dia telah ada sebelum aku” (ay. 15). Firman itu telah datang, dan kini kita pun terus menyongsong kedatangan-Nya bahkan sampai pada akhir zaman.
Pada ayat 14, penulis Injil Yohanes mengatakan bahwa Firman yang telah menjadi manusia itu datang dan diam di antara manusia. Penegasan ini pada satu sisi memberi kepastian kepada setiap orang yang masih ragu-ragu akan kemungkinan “turunnya” Allah (yang ilahi) ke dalam dunia (yang materiil), dan pada sisi lain meyakinkan para pembaca atau pendengar untuk berani menjalani kehidupan di tengah-tengah dunia yang telah dikuasai oleh kegelapan. Dengan kata lain, Yohanes hendak mengatakan bahwa Allah telah menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus.
Lalu apa arti dari semua ini? Kerelaan Allah menjadi manusia, dan kini diam di antara manusia menunjukkan solidaritas ilahi akan dunia (fa’awösa), menunjukkan bahwa Allah solider terhadap umat manusia dengan segala kesengsaraannya, menunjukkan bahwa Allah peduli secara nyata dengan penderitaan, kesulitan, dan keragu-raguan manusia. Ini merupakan berita sukacita besar, bukan saja kepada pembaca awal dari tulisan Yohanes ini, melainkan juga bagi manusia di sepanjang masa.
Sejak kapan Ia datang? Pada ayat 15 Yohanes menegaskan bahwa sesungguhnya Sang Firman itu telah ada sejak pada mulanya, telah ada jauh sebelum Yohanes sendiri ada, dan tentunya jauh sebelum kita ada. Dengan penegasan ini, Yohanes lagi-lagi hendak menjawab keragu-raguan yang ada di hati manusia: keragu-raguan akan kedatangan Allah ke dunia, keragu-raguan akan keilahian Kristus, keragu-raguan akan kuasa Kristus, keragu-raguan akan keselamatan yang dibawa Kristus, dan keragu-raguan dalam menjalani kehidupan yang penuh tantangan.
Sang Firman ini bahkan melebihi Musa, sebab Musa datang (hanya) untuk menyampaikan hukum Taurat, sedangkan Yesus Kristus ada untuk mendatangkan kasih karunia dan kebenaran (fa’ebua dödö ba fa’aduhu) (ay. 17). Kasih karunia inilah yang kita terima sampai saat ini (ay. 16), bahkan Yesus Kristus sendiri yang menyatakan Allah kepada dunia. Dengan kata lain, kepenuhan Allah nyata di dalam diri Yesus Kristus (fa’amo’ahonoa Lowalangi ba no so ba khö Keriso Yesu). Jadi, kalau di dalam Kristus kepenuhan atau kesempurnaan Allah telah ada, mengapa kita mesti mencari lagi kepenuhan lain yang sesungguhnya tidak sempurna?
Hari ini, kita memasuki hari ke-2 perayaan natal, kemarin dan semalam kita sudah merayakannya juga. Penulis Injil Yohanes mungkin tidak tahu banyak tentang kisah Natal seperti yang biasa kita rayakan dewasa ini. Tetapi dia tahu betul tentang semangat atau jiwa dari Inkarnasi itu, yaitu bahwa karena Yesus, perwujudan kasih karunia Allah (1:16) menjadi daging, maka kita diberikan kesempatan untuk mengenal Allah yang tidak dapat diketahui (1:18), dan mengakui diri sebagai anak-anak Allah yang dikasihi. Dengan kata lain, Allah, dalam kemahakuasaan-Nya, dalam kemuliaan-Nya yang tiada tara, berkenan merendahkan diri melalui kedatangan Yesus Kristus. Untuk apa? Untuk keselamatan dunia, untuk keselamatan kita semua. Allah sendiri rela berkorban, memberikan segalanya untuk kebaikan kita semua. Nah, kalau Allah berkenan melakukan itu semua, mengapa kita kadang-kadang begitu berat untuk menjadi rendah hati? Mengapa kita kadang-kadang begitu sulit untuk berkorban dan seringkali memperhitungkan untung rugi dalam kegiatan dan pelayanan ilahi di dunia ini?
Peristiwa Firman telah menjadi manusia menunjukkan bahwa Allah sendiri datang dalam situasi buram kemanusiaan kita. Kelahiran Yesus sebagai perwujudan dari peristiwa Firman menjadi manusia, menunjukkan bahwa Allah dengan segala kemahakuasaan-Nya rela menjadi manusia supaya kita selamat. Peristiwa natal adalah peristiwa dimana Allah menerobos kegelapan dan merengkuh kerapuhan insani kita (Joas Adiprasetya 2021). Peristiwa natal adalah peristiwa dimana Allah menunjukkan keberpihakan-Nya kepada orang-orang terpinggirkan. Peristiwa natal adalah peristiwa dimana Allah melawat orang-orang yang sakit dan terluka untuk dipulihkan. Ada berbagai situasi di mana kita mengalami kesulitan yang luar biasa, tetapi Allah mampu menolong kita. Dalam beberapa tahun terakhir kita dihantui oleh bayang-bayang kematian karena Pandemi Covid19. Dalam beberapa minggu terakhir, sejumlah wilayah di Indonesia dihantam bencana alam. Dalam situasi seperti itu kita menjerit “sampai kapan Tuhan”?
Tentu saja Allah tidak akan menjawab langsung jeritan kita tersebut. Situasi sulit seperti itu justru menjadi kesempatan bagi kita untuk merenungkan dan menyadari kerapuhan kita sebagai manusia. Hidup manusia ini selalu bermasalah, tubuh kita ini menjadi tempat yang nyaman bagi berbai virus, bakteri, kuman, dan penyakit. Ini tidak berarti bahwa kita tidak berbuat apa-apa ketika kita mengalami masalah, kita menyerah begitu saja. Tidak, tidak seperti itu! Kita memang tetap harus berjuang sambil berserah diri pada kekuasaan Tuhan, sebab hanya Dialah yang mampu menolong kita. Kalau dulu Allah berkenan dan mampu menjadi manusia (yang amat mustahil), sekarang pun kita percaya bahwa Tuhan mampu menolong kita.
Mengapa Allah melakukan semuanya itu? Penulis injil Yohanes memberikan kita jawabannya: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16). Hal ini pun sesuai dengan tema natal kita tahun ini: “Cinta Kasih Kristus yang Menggerakkan Persaudaraan (1 Petrus 1:22) - Fa’omasi Keriso danedane wamalua fa’omasi ba dalifusö”. Semua karena cinta kasih Kristus!