Saturday, March 12, 2022

Berserah kepada Rencana Tuhan – Folulu Fa’auri Amatöröwa Zo’aya (Kejadian 15:1-6)

Khotbah Minggu, 13 Maret 2022
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

1 Kemudian datanglah firman TUHAN kepada Abram dalam suatu penglihatan: “Janganlah takut, Abram, Akulah perisaimu; upahmu akan sangat besar.”
2 Abram menjawab: “Ya Tuhan ALLAH, apakah yang akan Engkau berikan kepadaku, karena aku akan meninggal dengan tidak mempunyai anak, dan yang akan mewarisi rumahku ialah Eliezer, orang Damsyik itu.”
3 Lagi kata Abram: “Engkau tidak memberikan kepadaku keturunan, sehingga seorang hambaku nanti menjadi ahli warisku.”
4 Tetapi datanglah firman TUHAN kepadanya, demikian: “Orang ini tidak akan menjadi ahli warismu, melainkan anak kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli warismu.”
5 Lalu TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman: “Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.” Maka firman-Nya kepadanya: “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.”
6 Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.

Konteks
Dalam Kejadian 1-11, TUHAN bergumul dengan seluruh umat manusia yang penuh dosa dan kekerasan. Mulai dari Kejadian 12, TUHAN mencoba pendekatan baru dalam upaya menebus dunia. Tuhan memilih dan memusatkan perhatian pada satu keluarga: keluarga Abraham dan Sarah.

Abram (namanya kemudian diubah menjadi Abraham — Kej. 17:5) berusia 75 tahun (Kej. 12:4), dan istrinya Sarai (namanya kemudian diubah menjadi Sara — 17:15) “mandul, dia tidak mempunyai anak” (11:30). Tuhan memilih untuk memberi perhatian khusus kepada pria tua dan wanita mandul ini. Tuhan menjanjikan pasangan ‘yang tidak menjanjikan ini’ bahwa mereka akan menjadi “bangsa yang besar” (12:2). TUHAN akan memberi mereka tanah Kanaan (12:7), dan keturunan sebanyak debu tanah (13:14-17). TUHAN akan memberkati mereka sehingga “olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat” (12:3).

Abraham, Teladan Iman
Perjanjian Baru menggambarkan Abraham sebagai model iman (Rm. 4:3; Gal. 3:6; Yak. 2:23; Ibr. 11:8-11). Tetapi seperti apakah iman Abraham? Apakah kepercayaannya tidak diragukan lagi? Atau, apakah imannya itu buta? Apakah dia tidak pernah mengeluh? Seperti itukah iman yang alkitabiah? Kejadian 15 tidak akan menolong banyak dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Namun demikian, ada beberapa pelajaran iman yang dapat kita petik dari kisah Abram ini seperti diuraikan pada bagian berikut.

Tuhan Selalu Menjanjikan
Satu ciri yang konsisten di seluruh kisah Abraham dan Sara adalah bahwa TUHAN terus mengulangi firman yang dijanjikan kepada mereka (Kej. 12:1-3, 7; 13:14-17; 17:1-8, 15 -21; 18:10; 21:12-13; 22:15-18). Jadi, janji Tuhan dalam Kejadian 15:1 adalah salah satu dari rangkaian panjang janji-janji yang meyakinkan, “Jangan takut, Abram, Akulah perisaimu; upahmu akan sangat besar.” Demikianlah Tuhan, berjanji dan terus mengulang janji-janji-Nya, menandakan kesungguhan-Nya. Oleh sebab itu, jangan pernah bosan mendengar janji-janji Tuhan dalam hidup ini; Dia memang terus berjanji dan bahkan mengulang-ulangnya, tetapi Dia tidak seperti para politisi yang tidak bisa memenuhi janji-janji politik mereka.

Mengeluh dan Meratap merupakan bagian dari Iman
Abram mendengar janji itu tetapi dia tidak puas. Dia menyesali bahwa Tuhan tidak memberinya anak, tidak ada keturunan biologis. Lalu bagaimana bisa upahnya besar dan bagaimana dia bisa menjadi bangsa yang besar jika dia tidak memiliki seorang anak pun untuk meneruskannya? Kehidupan iman adalah dialog bolak-balik yang konstan antara Tuhan dan kita. Tuhan berjanji, kita berharap dan percaya. Tentu saja kita menjadi kecewa atau tidak sabar atau putus asa atau marah ketika janji-janji itu tampaknya tidak menjadi kenyataan. Mengeluh dan meratap merupakan salah satu cara untuk menjaga hubungan kita dengan Tuhan tetap hidup di masa-masa sulit. Jangan takut untuk mengeluh dan meratap di hadapan Tuhan, sebab itu merupakan bagian dari iman kita. Dengan mengeluh dan meratap, kita menggumuli iman yang kita hidupi, dan itu akan terus mendorong kita untuk berharap dan percaya pada Tuhan. Seorang anak misalnya, akan terus mengeluh dan meratap kepada orangtuanya, menandakan bahwa ada hubungan khusus di antara mereka.

Tuhan Menunjukkan kepada kita apa yang perlu kita Jalankan
TUHAN meyakinkan Abram bahwa dia akan memiliki anak kandungnya sendiri sebagai keturunannya. Lebih dari itu, Tuhan membawa Abram ke luar pada malam hari dan memintanya “untuk menghitung bintang di langit jika engkau dapat menghitungnya” (15:5). Apakah Abram mampu menghitungnya? Pasti tidak mampu! Lalu Tuhan menegaskan: “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.” Ini menunjukkan berkat Allah yang tak terhitung yang akan diterima oleh Abram. Ajakan Tuhan kepada Abram untuk melihat langit pada malam hari menjadi semacam pengingat nyata dari janji itu. Setiap malam, ketika Abram melangkah keluar tendanya, menatap galaksi-galaksi, dan takjub bahwa keturunannya akan berjumlah sebanyak semua bintang yang tak terhitung itu. Ada berbagai cara yang dipakai oleh Allah untuk membantu kita mengingat dan percaya pada janji-janji-Nya. Kiranya itu menjadi penyemangat bagi kita dalam menjalani kehidupan yang mungkin saja sedang sulit.

Iman dan Perbuatan
Teks khotbah hari ini kita diakhiri dengan salah satu teks Perjanjian Lama yang paling penting untuk Perjanjian Baru dan pembahasannya tentang hubungan iman dan perbuatan, hubungan percaya dan taat. Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran (ay. 6). Abram sekarang puas, mengingat bagaimana TUHAN telah menegaskan kembali janji itu.

Perhatikan bagaimana Paulus dan Yakobus menggunakan ayat yang sama untuk sampai pada kesimpulan yang agak berbeda. Bagi Paulus, kepercayaan Abram pada janji Tuhan dan dengan demikian kebenarannya di hadapan Tuhan dalam Kejadian 15:6 datang berurutan sebelum Abram menaati perintah Tuhan untuk menyunat isi rumahnya (Kejadian 17:9-14, 23). Bagi rasul Paulus, urutannya menunjukkan bahwa kebenaran melalui iman dalam janji-janji Allah (Kejadian 15) datang sebelum dan terlepas dari pekerjaan ketaatan (Kejadian 17).

Bagi Yakobus, orang harus membaca seluruh kisah Abraham dari awal sampai akhir sebagai satu bagian. Yakobus berpendapat bahwa kebenaran oleh iman (Kejadian 15:6) selalu disertai dengan perbuatan dan ketaatan (kemauan Abraham untuk mempersembahkan anaknya Ishak sebagai korban dalam Kejadian 22). Jadi, ada hubungan iman dan perbuatan.

Teks ini tidak sekadar berbicara tentang “anak” atau “keturunan”, tetapi pada iman yang terus hidup pada masa-masa sulit, bahkan ketika hampir tidak ada jalan keluar. Abram mustahil memiliki anak di usia tuanya, tetapi pada akhirnya dia percaya pada janji Tuhan. Berserah kepada Rencana Tuhan – Folulu Fa’auri Amatöröwa Zo’aya, sebagaimana tema minggu ini, hendak mengajak kita untuk terus memelihara hubungan kita dengan Tuhan dalam situasi apa pun, bukan sekadar pasrah tanpa bergumul. Kita terus menggumuli banyak hal dalam hidup ini, dan pada saat yang sama kita berserah pada rencana Tuhan.

No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...