Sunday, May 5, 2013

Kasih yang Tulus – Dasar Seluruh Kehidupan (Roma 12:9-12)


Bahan Khotbah Minggu, 5 Mei 2013
Oleh: Pdt. Alokasih Gulo, M.Si


Ay.
Roma 12:9-12
12:9
Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik.
Ba wangomasi’ö awö andrö, ba böi faruka wamini tödö. Mi’ogorofi zi lö sökhi andrö, mi’olembai zi sökhi.
12:10
Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat.
Fangomasi’ö talifusö andrö, ba ya moroi ba dödömi, faoma mihulö nawömi wamosumange ya’ia.
12:11
Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.
Ba wa’owölö’ölö andrö, ba böi atage ami; ya’atarö dödömi, ya enoni Zo’aya ami.
12:12
Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!
Mi’omusoi’ö dödömi ba wanötöna andrö, mitaha dödömi na göna ami famakao; böi mifamalömalö wangandrö.

Teks ini seluruhnya berpusatkan pada “kasih”. Paulus mencoba menggambarkan gagasannya tentang “kasih” itu kepada jemaat Kristen di Roma, walaupun dia sendiri belum mengetahui pasti apa dan bagaimana sebenarnya situasi atau pengharapan dan pergumulan jemaat itu. Di sini Paulus mengajak jemaat untuk menjalani seluruh kehidupan mereka di dalam kasih, dengan menggunakan dua kata Yunani, yaitu kata agapedi ayat 9, dan kata philia (φιλαδελφίᾳ) di ayat 10.

Penggunaan kata agape di ayat 9 hendak menegaskan bahwa dasar dari perbuatan kasih adalah kasih Allah di dalam Yesus Kristus, yaitu kasih yang tulus dan penuh pengorbanan. Dengan kasih inilah orang percaya dapat meneruskannya dalam relasi dengan sesama, dalam pekerjaan, dan dalam menjalani dinamika kehidupan yang penuh tantangan. Berikut adalah prinsip-prinsip kasih yang seharusnya diterapkan dalam kehidupan.

a.      Kasih kepada Sesama (Agape dan Philia)
-          Tidak berpura-pura. Maksudnya adalah kasih yang tidak munafik, lö faruka wamini tödö, lö falimosa, bukan kasih yang manis di permukaan tetapi penuh kejahatan di dalam (ha ba mbawa no idölö, alösö dali zoroma ba hörö ba hiza no rederedeö bakha zindruhu nösinia).
-          Tidak berniat jahat (menjauhi yang jahat), atau tidak menjahati apa dan siapa pun. Hal ini ada hubungannya dengan prinsip sebelumnya, tentang kasih yang tidak berpura-pura.
-          Berniat baik (dalam rangka melakukan yang baik). Demikianlah kasih agape itu, selalu dalam rangka kebaikan, bukan kejahatan. Tentu kita mengatakan bahwa kasih itu pasti untuk kebaikan, tetapi dalam faktanya tidak selalu demikian! Mengapa? Karena kalau kasih itu hanya “kepura-puraan” maka niatnya juga bukan untuk kebaikan melainkan untuk kejahatan. Itulah sebabnya Paulus mendorong para pembaca suratnya ini supaya apa pun yang dilakukan, termasuk kasih, haruslah dalam rangka melakukan yang baik, dan lagi-lagi bukan dalam kepura-puraan.
-          Tulus (seperti kasih dalam keluarga, khususnya orangtua kepada anaknya, kasih philia). Paulus menggunakan kata “philadelphia” yang berarti ikatan kasih yang terjadi di dalam keluarga.  Kasih yang ditujukan kepada sesama anggota keluarga. Kasih di dalam keluarga ini merupakan contoh kasih yang tulus, yaitu kasih orangtua kepada anak-anaknya, kasih yang keluar dengan sendirinya, tanpa dipaksa, dan tanpa mengharapkan imbalan. Orangtua mengasihi anaknya, dan pastilah orangtua tahu bahwa anaknya tidak mampu untuk membayar pengorbanan yang sudah mereka berikan. Demikianlah seharusnya kasih kita satu kepada yang lain.
-          Saling mendahului dalam memberi hormat. Di sini Paulus menegaskan untuk tidak saling berebut hormat seperti dalam budaya Romawi, sebaliknya berlomba dalam memberi hormat satu dengan yang lain. Itu hanya bisa dilakukan dalam kasih.

b.      Kasih yang Menjadi Dasar dalam Melaksanakan Tugas
Paulus menyemangati para pembacanya untuk tetap rajin dan tidak kendor. Dalam melakukan sesuatu pekerjaan, pelayanan, bahkan kasih itu sendiri, seharusnya tidak sporadis (tidak kendor), sebaliknya terus menerus (menyala-nyala). So wehede niwaö ndra satua: “ha ba mböröta humöngöhöngö, ba gamozua döhö manö; hulö lakata’ö nono mbago”. Ungkapan ini sering ditujukan kepada orang-orang yang pada awalnya bersemangat tetapi kemudian semakin lama semakin tidak jelas dan bahkan hilang dari “peredaran”. Hal ini tentu disebabkan oleh berbagai faktor, biasanya faktor materi; namun Paulus menegaskan bahwa orang yang telah berakar, bertumbuh atau hidup di dalam kasih yang tulus, kasih yang tidak berpura-pura, kasih yang tidak memiliki niat jahat, dan kasih yang berniat baik, pasti tetap semangat dalam melakukan setiap pekerjaannya, walaupun ada banyak faktor yang bisa saja menyurutkan semangatnya. Coba bayangkan orang yang hidup tanpa semangat, layu bukan? Orang yang hidup tanpa semangat, malas bukan? Atau bagaimana?

c.      Mampu Menjalani Dinamika Kehidupan karena Kasih
Hidup tidak pernah bebas dari tantangan atau pergumulan, tetapi orang yang hidup dalam kasih, atau yang menjalani kehidupannya dengan penuh kasih yang tulus, akan:
-          Bersukacita dalam pengharapan: dia tetap bersukacita karena dia memiliki harapan di dalam kasih Kristus. Orang yang tidak memiliki harapan apa pun, pasti tidak bersemangat, dan bahkan cenderung menyalahkan kehidupan ini. Kita boleh hilang banyak hal, tetapi jangan sampai kehilangan pengharapan. Dalam pengharapan itulah kita tetap bersukacita.
-          Sabar dalam kesesakan
Bersabar bukan berarti menyerah, atau ndrimo, sebaliknya bersabar menunjukkan ketegaran dan keteguhan hati dalam menghadapi berbagai kesulitan hidup di dunia ini. Dan, hanya orang yang hidup di dalam kasih agape-lah yang mampu bersabar dalam kesesakan.
-          Bertekun dalam doa
Sebagai tindak lanjut atau malah sebagai sumber dari sukacita dan ketegaran menjalani kehidupan yang penuh kesulitan, adalah bertekun dalam doa. Bertekun berarti bersungguh-sungguh dan terus menerus melakukan sesuatu, dalam hal ini doa. Ketekunan dalam doa yang dimaksud di sini sama dengan prinsip pertama dari kasih tadi, yaitu tidak berpura-pura, tidak sporadis, tenga modesao, bukan kamuflase, bukan sekadar obat penenang (obat bius), bukan semacam shock-therapy, tetapi dilakukan dalam kesungguhan, ketulusan, dan kasih itu sendiri.

Dengan demikian, hidup di dalam kasih menurut teks ini, tidak sekadar mengasihi dalam pengertian umum, tidak juga hanya agapeyang sedikit lebih idealis, tetapi juga philia yang lebih realistis dan menyentuh kehidupan manusia. Kita dapat memiliki kehidupan yang lebih baik hanya karena kasih; kasih ini jugalah yang dapat menolong kita untuk membangun relasi yang lebih sehat dengan sesama, melakukan tugas kita dengan penuh semangat, dan menjalani kehidupan dengan sukacita walaupun penuh dengan tantangan. Semuanya karena kasih.






No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...