Wednesday, December 24, 2014

Firman Kekal yang Menerangi Kegelapan yang Fana (Yohanes 1:1-9)



Pokok Pikiran Khotbah Natal I, 25 Desember 2014
 Pdt. Alokasih Gulo, M.Si[1]

1:1  Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.
1:2  Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah.
1:3  Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.
1:4  Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia.
1:5  Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.
1:6  Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes;
1:7  ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya.
1:8  Ia bukan terang itu, tetapi ia harus memberi kesaksian tentang terang itu.
1:9  Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia.

Logos dalam Injil Yohanes
Injil Yohanes menampilkan Yesus sebagai “Pengungkap (yang menyatakan)”, Firman/Logos, bukan Hikmat/Sophia seperti yang dilakukan oleh Injil Lukas dan Matius. Kata “logos” dalam bahasa Ibrani adalah dabar, dan kata “sophia” adalah hokma. Bahwa Yohanes tidak pernah secara eksplisit mengaitkan Yesus dengan tradisi hikmat memang telah menjadi semacam teka-teki terutama bagi para ahli biblika, sampai-sampai ada yang memadukan kedua tradisi tersebut, yakni tradisi “logos” dan tradisi “sophia”. Beberapa ahli juga mengasumsikan Logos sejalan dengan hikmat dengan alasan bahwa banyak sebutan terkait “logos” di bagian prolog injil ini yang nampaknya berbicara juga tentang hikmat dalam tradisi “sophia”. Tetapi, lagi-lagi, Yohanes tidak pernah secara tegas menunjuk Yesus sebagai Hikmat. Ada ahli yang mencoba menjawab teka-teki ini dengan mengatakan bahwa Yoh. 1:1 dengan kekhasan kata “logos” sebenarnya berpadanan dengan Kej. 1:1, dimana kedua teks ini dimulai dengan kalimat “pada mulanya” (Yun. LXX en arch). Kejadian 1 menceritakan penciptaan oleh Allah dengan “Firman” Ilahi. Selanjutnya, prolog di Yoh. 1:1-5 memiliki kesejajaran dengan Kej. 1:1-5. Di kedua teks tersebut, “logos” atau Firman, dan “terang” terjalin dengan lekat. Tradisi Memra Targum menekankan “logos” sebagai bentuk natur-ilahi Allah. Lalu, apakah “logos” itu? Apa maknanya?

Dalam tradisi Israel/Yahudi “logos” berarti Firman Allah yang pada dasarnya merupakan sebuah metafora untuk aktivitas Allah dalam penciptaan dan sejarah. Dalam pemikiran Yunani kata ini menandakan “rasionalitas” dan “wacana” dan tentunya termasuk pidato. Bagi Stoa, kata ini berarti prinsip abadi dari tatanan rasional – struktur akhir dari realitas – yang menata alam semesta dan menyelenggarakannya bersama-sama. Keduanya melambangkan “pikiran batiniah” dan “ekspresi yang dikeluarkan” atau ucapan/pidato.

Jadi, dapat dikatakan bahwa ungkapan Logosdalam injil Yohanes berasal dari tradisiIbrani, juga dikenal dalam tradisi Yunani. Inkarnasi “logos/Firman” yang disampaikan oleh Yohanes berhubungan dengan “pemuliaan” pada saat-saat kematian-Nya. Hal ini menentang pikiran gnostisisme yang menganggap martir itu tidak pernah ada. Sedangkan dalam kekristenan, sebagaimana kita sadari bersama, martir itu merupakan realitas yang kadang-kadang harus dijalani. Pemuridan yang setia bisa saja mengakibatkan martir. Kristologi Logos itu memiliki konsekuensi historis dan politis. Kristologi logos berkaitan dengan dan menguatkan pemuridan (bnd. 1:12).

Firman Bersama-sama dengan Allah (ay. 1-3)
Tidak seperti ketiga injil sinoptis, Yohanes memulai tulisannya dengan “Firmanyang menjadidaging”. Sama seperti Markus yang memberi kesaksian tentang Jalan Tuhan, Yohanes Yohanesmemberi kesaksian tentang “Firman yang menjadi daging” (LAI: Firman itu telah menjadi manusia). Tema penting ini  nantinya mengerucut di ayat 14. Dalam teks kita hari ini, kita lebih fokus pada “Firman yang bersama-sama dengan Allah”.

Ungkapan “Firman bersama-sama dengan Allah” (ay. 1-2) selalu didahului dengan ungkapan khas penciptaan di kitab Kejadian, yakni “pada mulanya”. Hal ini memberi indikasi kuat bahwa injil Yohanes sedang membawa pembacanya kepada tradisi penciptaan dengan “Firman” Ilahi oleh Allah, sekaligus menjawab tantangan “rasionalitas” pikiran Yunani yang mereduksi keilahian Yesus dengan menganggap-Nya tidak berasal dari “kekekalan” (pada mulanya) dan bahwa Yesus terpisah dari Allah. Penegasan ini sangat penting untuk memberikan kepastian dan atau semacam dasar kepercayaan kepada pembacanya bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah (20:31) yang memiliki kemuliaan ilahi (1:14).

Dalam semangat yang sama, Yohanes menegaskan bahwa Firman yang bersama-sama dengan Allah itu sejak pada mulanya telah “bersama-sama” (“terlibat”) dengan Allah dalam suatu aktivitas ilahi, yakni aktivitas yang daripadanya segala sesuatu dijadikan (ay. 3), atau dalam tradisi penciptaan dikenal sebagai aktivitas penciptaan dan sejarah. Apa artinya? Yaitu bahwa Firman itu adalah Allah sendiri, Allah yang sudah ada sejak pada mulanya, Allah yang bergerak atau terlibat dalam medan sejarah “alam semesta”, Allah yang membuat segala sesuatu ada, dan karenanya Dia jugalah yang menata alam semesta ciptaan-Nya itu.

Firman yang Membawa Terang (ay. 4-9)
Dengan sangat hati-hati penulis injil ini menegaskan bahwa Yohanes bukanlah terang, dia hanyalah utusan Allah, saksi yang memberi kesaksian tentang terang itu (ay. 4-5). Sekarang, Yohanes menyampaikan kesaksiannya tentang logos itu, tentang terang tersebut.

Baiklah, Firman itu memang bersama-sama dengan Allah sejak pada mulanya, namun apa maknanya bagi para pembaca Yohanes? Konsekuensi apa yang dihasilkan oleh Firman itu? Penulis injil Yohanes rupanya tidak mau masuk dalam argumen abstrak tanpa implikasi konkret. Dia memastikan kepada para pembacanya bahwa percaya kepada Firman itu tidaklah sia-sia, sebab “dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia” (ay. 4). Dan kita tahu bahwa “Hidup” (Kekal) mendapat tempat yang sentral dalam injil Yohanes, dan penulis injil ini hendak mengarahkan para pembacanya ke ke-Hidup-an (Kekal) itu, dan itulah yang menjadi terang manusia.

Namun, lagi-lagi, sang penulis tidak berhenti pada wacana yang masih abstrak; dia menegaskan bahwa “terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya” (1:5). Apa artinya? Yaitu bahwa Yesus adalah pusat dari segala terang, Dia adalah sumber segala terang di dunia yang seharusnya “mati lemas” dalam kegelapannya sendiri, Dialah yang menerangi setiap orang bahkan yang ada di dalam kegelapan, dan itulah maksud kedatangan-Nya ke dalam dunia (ay. 9). Firman (logos) itu berasal dari kekekalan, sedangkan kegelapan itu tidaklah abadi. Di sini tersirat penegasan bahwa Yesus telah diberikan otoritas untuk menerangi kegelapan, sama seperti kuasa yang dimiliki-Nya untuk menghakimi (lih. 5:27). Sekarang, mau berjalan di mana? Dalam terang atau dalam kegelapan?

Refleksi Praktis
1)   Perayaan kelahiran Kristus menjawab keraguan kita tentang keilahian Yesus. Memang kita bisa saja tidak lagi ragu akan hal itu, tetapi dalam faktanya keraguan itu masih saja ada. Hal ini dapat dilihat misalnya pada bagian berikut.
2)   Suatu hari saya mengikuti kebaktian minggu di suatu jemaat BNKP yang ada di wilayah perkotaan. Saya duduk di bagian belakang bersama dengan warga jemaat biasa. Tanpa sengaja, saya melihat seorang warga jemaat sedang ber-sms-an dengan isi tentang “ilmu kekebalan tubuh” dan berbagai jimat lainnya sebelum berangkat. Saya tidak menyangka bahwa ada warga jemaat di perkotaan yang bahkan sedang mengikuti kebaktian pun masih saja melakukan praktik “kegelapan” seperti itu.
3)   Sekarang, mau berjalan di mana? Dalam terang atau dalam kegelapan?




[1] Bahan Khotbah Natal I, 25 Desember 2014, Jemaat BNKP Lölölakha, oleh Pdt. Alokasih Gulö

No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...