Saturday, December 27, 2014

Mataku telah Melihat Keselamatan dari Allah (Lukas 2:25-32)



Pokok-pokok pikiran dan renungan tema Natal BNKP tahun 2014

oleh Pdt. Alokasih Gulo, M.Si[1]

Saudara/saudari, nas renungan kita pada malam hari ini, yang dikutip oleh BNKP sebagai Tema Perayaan Natal Tahun 2014, harus dibaca paling tidak dari ayat 25 sampai ayat 32, bahkan tidak terpisahkan dari peristiwa sebelumnya dari ayat 21 hingga ayat 35 tentang nubuatan Simeon. Tidak ada informasi yang memadai tentang sosok “Simeon” yang tampil dalam teks ini. Memang ada asumsi yang mengatakan bahwa dia mungkin anak Rabi Hillel dan ayah Gamaliel; dugaan lain adalah bahwa kemungkinan dia adalah Ketua Sanhedrin; tetapi kebenaran dari dugaan-dugaan ini masih sangat diragukan. Tradisi dan catatan kuno yang diterima secara umum menyebutkan bahwa dia sudah tua, seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel (lih. Luk. 2:25). Dia adalah seorang yang melakukan yang baik di mata Tuhan dan manusia, sangat memperhatikan hal-hal keagamaan, dan sedang “ber-semangat” menantikan janji keselamatan bagi Israel dari Tuhan sejak zaman PL. Baiklah, kita tidak akan menghabiskan waktu membahas siapakah Simeon ini, lebih baik kita fokus pada apa yang dia lakukan, secara khusus pada apa yang dia katakan di ayat 30, yaitu bahwa dia sudah melihat keselamatan dari Tuhan.

Kata-kata Simeon dalam teks ini merupakan “responnya atas perjumpaannya dengan bayi Yesus”, yang pada waktu itu sudah genap waktunya “layak” dibawa ke bait Allah di Yerusalem dalam rangka “Pentahiran/Pemurnian” sebagaimana diatur dalam hukum taurat Yahudi. Tradisinya adalah bahwa sang ibu datang ke tempat ibadat dan membawa persembahan: (1) Anak domba umur satu tahun sebagai korban bakaran dan seekor anak burung merpati atau tekukur untuk korban penghapus dosa (lih. Im. 12:6); dan (2) Apabila ybs miskin, maka cukup sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati (lih. Im. 12:8). Persembahan dengan kategori yang terakhir inilah yang dibawa oleh orangtua Yesus ketika mereka membawa-Nya ke Yerusalem untuk menyerahkan-Nya kepada Tuhan (Luk. 2:22-24).

Simeon menyambut bayi Yesus, dan dengarkanlah baik-baik perkataannya yang luar biasa: “Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, SEBAB MATAKU TELAH MELIHAT KESELAMATAN YANG DARI PADA-MU, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel” (Luk. 2:29-32). Kata-kata penyambutan bayi Yesus ini dari Simeon penuh makna nubuatan sejak zaman PL hingga nubuatan masa kini dan masa depan. Orangtua bayi Yesus pun ke-heran-an mendengar kata-kata Simeon tersebut (lih. ay. 33).

“Pergi dalam damai sejahtera” merupakan idiom PL tentang kematian fisik setelah sekian lama menikmati kehidupan yang berbahagia (lih. Kej. 15:15; Yer. 34:5). Dengan demikian, kematian bukanlah musuh bagi orang-orang yang “sudah mengenal” Allah, yang “sudah berjumpa” dengan Allah. Penekanan pada “melihat keselamatan dari Allah” juga berasal dari nubuatan PL (lih. Yes. 52:10). Istilah “keselamatan” pada pasal-pasal awal injil Lukas memiliki dua konotasi:
1)   Dalam konteks kutipan PL, mengacu pada pembebasan bangsa Israel secara fisik dari ancaman dan penjajahan bangsa-bangsa lain;
2)   Dalam terang Injil, beberapa ahli biblika mengatakan bahwa istilah ini mengacu pada keselamatan “spiritual”, keselamatan yang tidak sekadar “fisik”, tetapi keselamatan holistik, melampau batas waktu dan bangsa-bangsa, dan hal itu diperoleh melalui iman di dalam Yesus.

Simeon tentu tidak serta merta melepaskan dirinya dari konteks PL, namun penulis injil Lukas hendak mengajak pembacanya untuk melihat keselamatan itu dalam konteks yang lebih luas, dan itulah yang diperlihatkan oleh, melalui dan kepada Simeon dalam teks renungan kita pada hari ini. Simeon akhirnya merasakan “damai sejahtera” setelah sekian lama hidup dalam penantian akan datangnya “keselamatan” dari Allah bagi umat-Nya, keselamatan yang telah disiapkan-Nya sejak dahulu kala. Penantian Simeon ini merupakan representasi dari penantian bangsa Israel akan datannya Sang Pembebas dan Penyelamat mereka dari ancaman dan kekuasaan bangsa-bangsa lain. Sayan sekali, kebanyakan orang Israel sulit menerima Yesus pada waktu itu, dan tidak mampu melihat bahwa kelahiran Yesus adalah babak baru datangnya keselamatan bagi mereka dan bangsa-bangsa di dunia.



Melihat keselamatan yang dari Allah adalah sebuah anugerah yang tidak dapat diperjualbelikan. Melihat keselamatan dimaksud berarti telah berjumpa dengan sumber keselamatan, telah mengalami keselamatan itu, dan telah merasakan sukacita serta damai sejahtera keselamatan yang dari Tuhan. Melihat keselamatan berarti Kristus tidak hanya lahir dan ada, tetapi benar-benar NYATA, nyata dalam keluarga, nyata dalam gereja, dan nyata dalam masyarakat. Banyak orang mencari “keselamatan” hidupnya, tetapi banyak di antara mereka yang tidak mendapatkannya, malah ada yang justru terjerumus dalam “kegelapan” karena pencarian “keselamatan” duniawinya. Lalu, bagaimana dengan pemuda gereja?

Di beberapa tempat, masih banyak pemuda yang belum mampu melihat keselamatan yang dari Allah, dan dengan sendirinya tidak mampu menjadi saluran keselamatan di sekitarnya. Memang banyak pemuda kita yang memiliki potensi yang sangat menggembirakan, tetapi tidak sedikit juga bermunculan generasi muda yang cukup memprihatinkan, antara lain:
·      “EGP Generation”, kehilangan solidaritas sosial bahkan “mati rasa” terhadap perasaan, kebutuhan, dan penderitaan orang lain;
·      “Masbuloh/Ngambek Generation”, yaitu mereka yang tidak mau ditegur/dinasihati;
·      “Generation of Mobile Digital” yang tidak mau terikat dengan norma dan nilai-nilai moralitas;
·      “Glamour Generation” (bukan lagi kesederhanaan), tampil gaya hidup mewah; Akibat langsungnya adalah berkembang dan menjalarnya ungkapan, “ada uang abang sayang, tidak ada uang abang melayang”. Semua-semuanya diukur dengan uang. Nilai hasil studi pun sering “diperjualbelikan” baik dengan uang maupun dengan “balas jasa” yang lain!
·      “Instant Generation” (cenderung mengabaikan proses); dan
·      Kelompok orang tua pun tidak mau ketinggalan kereta sehingga banyak yang terjebak dalam “Gaul Generation” dengan segala bentuk dan penampakkannya.

Malam hari ini, pertama-tama kita diyakinkan bahwa keselamatan yang dari Allah telah datang ke dalam dunia, telah hadir dan nyata di tengah-tengah kita, dan itulah makna perayaan Natal. Namun, hal berikutnya yang harus kita renungkan adalah apakah kita memang sudah melihat, mengalami, dan merasakan keselamatan itu? Lalu, keselamatan seperti apa yang kita lihat itu? Atau, jangan-jangan kita masih dalam proses pencarian, dan malah sedang melihat keselamatan dalam wujud yang lain! 

Saudara-saudari, banyak orang Kristen yang menanggapi soal "keselamatan" ini lebih ke hal-hal akhir zaman ketika Yesus kembali, atau bagi beberapa orang "keselamatan" itu hanya akan dipikirkan ketika menjelang "mati". Itulah sebabnya banyak orang Kristen yang hanya sekadar percaya bahwa di dalam Yesus ada keselamatan, namun sulit menyatakan/menunjukkan keselamatan dimaksud dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, perlu ada perubahan paradigma tentang keselamatan ini; tidak hanya bicara akhir zaman atau akhir hidup, tetapi realitas hidup sehari-hari. Dengan demikian, ada banyak cara atau pun bentuk "keselamatan" yang dapat kita wujud-nyatakan dalam kehidupan ini, mulai dari dalam keluarga, dalam gereja, dalam pelayanan/pekerjaan, dalam masyarakat, dan dalam seluruh aspek kehidupan kita. 


Selamat mempersiapkan renungan Natal
Tuhan memberkati.



[1] Dipersiapkan sebagai Bahan khotbah Natal Komisi Pemuda BNKP Jemaat Immanuel, Minggu, 28 Desember 2014, oleh Pdt. Alokasih Gulö

No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...