Bahan Khotbah Minggu, 26 April 2015
Pdt. Alokasih Gulo, M.Si[1]
4:5 Pada keesokan harinya pemimpin-pemimpin Yahudi serta tua-tua dan ahli-ahli Taurat mengadakan sidang di Yerusalem
4:6 dengan Imam Besar Hanas dan Kayafas, Yohanes dan Aleksander dan semua orang lain yang termasuk keturunan Imam Besar.
4:7 Lalu Petrus dan Yohanes dihadapkan kepada sidang itu dan mulai diperiksa dengan pertanyaan ini: “Dengan kuasa manakah atau dalam nama siapakah kamu bertindak demikian itu?”
4:8 Maka jawab Petrus, penuh dengan Roh Kudus: “Hai pemimpin-pemimpin umat dan tua-tua,
4:9 jika kami sekarang harus diperiksa karena suatu kebajikan kepada seorang sakit dan harus menerangkan dengan kuasa manakah orang itu disembuhkan,
4:10 maka ketahuilah oleh kamu sekalian dan oleh seluruh umat Israel, bahwa dalam nama Yesus Kristus, orang Nazaret, yang telah kamu salibkan, tetapi yang telah dibangkitkan Allah dari antara orang mati--bahwa oleh karena Yesus itulah orang ini berdiri dengan sehat sekarang di depan kamu.
4:11 Yesus adalah batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan--yaitu kamu sendiri--,namun ia telah menjadi batu penjuru.
4:12 Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.”
Sdra/i yang dikasihi Tuhan, untuk memahami sepenuhnya teks renungan kita pada hari ini, maka sebaiknya kita melihat kembali peristiwa sebelumnya yang “dipermasalahkan” oleh para pemimpin bangsa dan agama Yahudi. Dalam pasal 3, Petrus dan Yohanes naik ke Bait Allah untuk beribadah pada pukul 3 sore. Saat mereka sedang melewati Gerbang Indah, mereka bertemu dengan seorang laki-laki yang lumpuh sejak lahirnya dan setiap hari dia ada di pintu gerbang bait Allah untuk meminta sedekah (mengemis), berharap setiap orang yang ke bait Allah itu akan memberikan uang atau sejenisnya kepadanya, toh pemberian mereka itu juga bagian dari ibadah. Petrus dan Yohanes pun melihat orang lumpuh ini ketika mereka ke Bait Allah, namun alih-alih mereka memberikan orang ini “sedekah” (seperti selama ini dia harapkan), Petrus justru menyuruh dia berjalan, tentu setelah meyakinkan dia bahwa di dalam nama Yesus Kristus ada kesembuhan. Kita tidak tahu pasti reaksi awal dari orang lumpuh ini, mungkin saja dia sedikit ragu-ragu, sehingga Petrus harus memegang tangannya dan membantu dia berdiri, seterusnya dia bisa berjalan, dia menikmati dan merayakan sukacita yang luar biasa. Ketika orang-orang, yang sebelumnya tahu bahwa dia adalah orang lumpuh, melihat laki-laki tersebut berjalan, melompat-lompat dan memuji Allah, mereka berkumpul dan menanyakan apa yang sedang terjadi (Kis. 3:1-10). Petrus memanfatkan kesempatan itu untuk memberitakan tentang Yesus, memanfaatkan kesempatan tersebut untuk bersaksi tentang Kristus yang telah bangkit dan menyembuhkan (Kis. 3:11-26). Sementara ia berkhotbah, para pemimpin bangsa Yahudi, datang di tempat kejadian untuk melihat mengapa ada semacam keributan di tempat tersebut. Ketika mereka mendengar Petrus berkhotbah dan bersaksi tentang Yesus yang telah mereka disalibkan, terutama setelah mendengar tindakan Petrus dan Yohanes yang menyembuhkan orang lumpuh tadi, mereka sangat marah. Mereka semakin geram dan marah ketika mendengar dari Petrus bahwa Yesus telah bangkit dari kematian dan telah menyembuhkan yang lumpuh, sehingga dalam kemarahan yang luar biasa mereka menangkap dan memenjarakan Petrus dan Yohanes (Kis. 4:1-3). Namun, pesan Injil telah tersampaikan dan 5000 orang diselamatkan oleh kasih karunia Allah hari itu (Kis. 4:4).
Sdra/i, setelah menghabiskan satu malam di penjara, Petrus dan Yohanes dibawa di hadapandewan tertinggi agama Yahudi (Mahkamah Agama atau Sanhedrin yang didominasi oleh orang-orang Saduki yang tidak percaya akan kebangkitan orang mati) untuk mempertanggungjawabkan tindakan mereka menyembuhkan orang lumpuh, termasuk ajaran mereka tentang Yesus Kristus yang telah bangkit. Dengan sangat licik mereka mengajukan pertanyaan singkat: “Dengan kuasa manakah atau dalam nama siapakah kamu bertindak demikian itu?" (ay. 7). Hana wa milaulau manö? Haniha zanehegö khömi wolau simanö? Para pemimpin Yahudi ini hendak mencari tahu legalitas tindakan Petrus dan Yohanes, sebab sejauh ini mereka belum memberikan surat kuasa bagi keduanya untuk mengajar dan menyembuhkan (bnd. misalnya dengan surat kuasa yang nantinya akan mereka berikan bagi Saulus ketika mengejar dan menganiaya pengikut Kristus, lih. Kis. 9:1-2). Pertanyaan para pemimpin Yahudi tersebut benar-benar menjebak, sebab ajaran agama mereka (PL) menegaskan bahwa hanya TUHAN sajalah yang memiliki kuasa untuk menyembuhkan, dan kalau ada nama lain yang disebutkan (oleh Petrus dan Yohanes) maka itu dianggap sebagai penghujatan terhadap TUHAN, dan akibatnya adalah hukuman mati (bnd. Ul. 13:1-5); dan itulah yang mereka harapkan, mencari alasan untuk menghukum Petrus dan Yohanes.
Sdra/i, walaupun pertanyaan ini sangat menjebak, namun oleh kuasa Roh Kudus, Petrus justru memanfaatkan kesempatan dan pertanyaan tersebut untuk memberitakan pesanInjil bagi para pemimpin Yahudi. Pemberitaan mereka sangat jelas, yaitu tentang seorang yang bernama Yesus yang telah mereka salibkan dan mati tetapi telah dibangkitkan oleh Allah dari antara orang mati, dan sekarang dalam nama Yesus itulah orang sakit (lumpuh) tersebut dapat disembuhkan, dan di dalam Yesus itu juga ada keselamatan, keselamatan bagi bangsa Israel, keselamatan bagi bangsa-bangsa, keselamatan bagi siapa pun yang percaya kepada-Nya. Untuk meyakinkan para pemimpin Yahudi itu, di ayat 11 Petrus mengutip satu teks dalam PL yang mereka percayai sebagai nubuatan tentang Mesias, yaitu Mazmur 118:22. Dengan mengutip Mazmur 118:22 ini, Petrus mengarahkan perkataan Daud tersebut untuk Yesus Kristus (bnd. Mat. 21:42; Mrk. 12:10; Luk. 20:17). Para pemimpin Yahudi telah menolak Yesus sebagai Mesias (dengan ungkapan “batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan”), tetapi kemudian Yesus telah membuktikan bahwa Dia adalah batu penjuru. Dalam tradisi Israel, batu penjuru sangatlah penting, sebab batu penjuru itu berfungsi sebagai pengikat pada sebuah bangunan; artinya sebuah bangunan tidak akan kokoh kalau tidak diikatkan pada batu penjuru. Dalam konteks dan pemahaman seperti ini, Petrus menunjukkan bahwa tindakan dan pengajarannya tidak membawa orang jauh dari Allah, juga tidak sedang menghujat Allah, justru dia sedang memberitakan penggenapan nubuatan PL tentang Mesias, dan menegaskan bahwa keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Kristus yang adalah Mesias dimaksud (ay. 12).
Sdra/i yang dikasihi Tuhan, teks ini, pengalaman dan kesaksian Petrus dan Yohanes, hendak mengajak kita untuk mendasarkan seluruh kehidupan kita di dalam Kristus, sebab di dalam Kristuslah kita mendapatkan kesembuhan dan keselamatan. Orang yang telah berjumpa dan mengalami Kristus yang bangkit, akan mampu bersaksi bagi diri sendiri, bagi sesama, bagi si-apa pun bahwa dia telah mendapatkan keselamatan dari Kristus, dan bahwa seluruh gerak hidupnya hanya didasarkan pada Kristus yang bangkit itu. Banyak orang mencari kesembuhan, kenyamanan, dan keselamatan di dunia ini, termasuk berburu batu akik demi kesenangan, persaingan, dan juga bisnis, sampai-sampai ada orang yang tidak peduli lagi dengan keselamatan dirinya sendiri, tidak peduli lagi dengan keluarganya, dan kadang-kadang bertengkar dengan orang-orang dekatnya hanya karena mengejar kesenangan sesaat. Hadia guna tagohi zoya ngawalö na lö tobali fangohahau dödöda, hadia guna ta’eregesi dödöda wamalua soya ngawalö na lö tobali fangaro wamati dan fahasara dödöda ba khö Keriso. Zayazaya gölö! Namun, di dalam Kristus hanya ada selalu damai sejahtera, bahkan dalam ancaman, tekanan, dan masalah pun damai itu tetap ada, sebab Kristus yang menyelamatkan.
Sdra/i yang terkasih, kita juga bisa melihat dengan jelas tadi bagaimana Petrus dan Yohanes memanfaatkan kesempatan yang ada, bahkan dalam situasi terancam, untuk bersaksi tentang Kristus yang hidup, bersaksi tentang Kristus yang menang, bersaksi tentang Kristus yang menyembuhkan dan menyelamatkan. Dan, kita pun (seharusnya) hidup untuk bersaksi, menyaksikan Kristus yang menyelamatkan itu; karenanya seluruh hidup kita, seluruh gerak-gerik kita, semua perkataan kita, pergaulan kita, pelayanan kita, kegiatan kita ... haruslah dapat menjadi kesaksian tentang Kristus.
Sdra/i, hari ini kita merayakan Paskah, secara khusus para pemuda yang tergabung dalam Forum Pemuda BNKP Resort 49. Secara formal, kita terpanggil untuk menyaksikan Kristus pada hari ini, menyaksikan Kristus satu terhadap yang lain, melalui berbagai kegiatan yang kita lakukan hari ini. Perayaan ini juga kiranya menjadi kesaksian bagi orangtua kita, bagi orang-orang di sekitar kita bahwa para pemuda BNKP di resort 49 dapat bersatu dan bersekutu dalam kasih Tuhan, dan dapat menjadi agen yang mendatangkan damai sejahtera di mana pun dia berada, tobali niha solohe fa’ohahau dödö gofu heza.Namun, kesaksian kita pada hari ini harus ditindaklanjuti dalam realitas hidup sehari-hari. Para pemuda harus mampu bersaksi di mana dan kapan saja, dengan berpola hidup seperti Kristus, amuata zamati, lagulagu zamati, fariawösa ma fahuwusa zamati, feheda zamati, fa’auri zamati, da’ö ni’o’aurifagönia bongi ma’ökhö. Mengapa? Sebab, dalam Kristus ada damai sejahtera, dalam Kristus ada keselamatan, dan karena Kristus itulah maka kita berani untuk bersaksi! Dengan kuasa manakah atau dalam nama siapakah kita merayakan paskah pada hari ini? Dengan kuasa Kristus yang menyelamatkan!
[1] Bahan Khotbah Minggu, 26 April 2015, Perayaan Paskah Forum Pemuda Resort 49 BNKP Tahun 2015, oleh Pdt. Alokasih Gulö.