Saturday, April 18, 2015

Hidup Kudus: Mempertahankan Identitas Kekristenan Dalam Dunia yang Penuh Tantangan (1 Petrus 1:13-16)



Bahan Khotbah Minggu, 19 April 2015
di Gereja AMIN Jemaat Saewe, Gido
Pdt. Alokasih Gulo, M.Si[1]

1:13   Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus.
1:14   Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu,
1:15   tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu,
1:16   sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.

Tema: Lowalangi no ni’amoni’ö ba ta’amoni’ö ita göi

Ada sebuah ungkapan dalam bahasa Nias “ba lahenia oroma niha”. Ungkapan ini hendak mengatakan bahwa “identitas” seseorang akan terlihat dari bekas pijakan kakinya, entah “panjang, pendek, lebar, dll”. Artinya, seseorang itu akan terlihat dari apa yang dia tunjukkan di permukaan dalam seluruh gerak hidupnya. Ungkapan ini nampaknya berlaku juga bagi orang Kristen, yang notabenenya “anak-anak Tuhan”, atau para pengikut Kristus. Identitas kita sebagai orang Kristen, sebagai anak-anak Tuhan, sebagai pengikut Kristus, atau sebagai orang-orang Kudus, akan terlihat dalam seluruh gerak hidup kita sehari-hari. Artinya, identitas kita itu akan semakin menguat atau sebaliknya semakin memudar menurut gerak hidup yang kita tampilkan.

Persoalannya adalah bahwa dewasa ini kita sedang hidup di era yang penuh tantangan. Akibatnya, di berbagai tempat, banyak orang Kristen yang tidak berdaya menghadapi tantangan hidup, dan pada akhirnya menyerah, tidak mampu lagi mempertahankan identitas kekristenannya itu, dan bahkan cenderung mengikuti arus kehidupan yang semakin hari semakin tidak jelas. Lalu, apa yang harus kita lakukan? Atau, bagaimana seharusnya kita mempertahankan iman kita dalam dunia yang penuh tantangan ini?

Untuk menanggapi/menjawab persoalan/pertanyaan ini, Petrus menyampaikan beberapa nasihat kepada para pengikut Kristus, bagi setiap orang yang telah diselamatkan oleh Kristus dalam penderitaan-Nya, bagi setipa orang yang telah dikuduskan oleh Allah. Tiga hal bisa kita lakukan untuk hidup kudus, untuk tetap mempertahankan identitas kekristenan kita dalam dunia yang penuh tantangan:
(1)  Mempersiapkan akal budi (ay. 13)
Petrus hendak mengatakan kepada para pengikut Kristus bahwa mereka harus siap menghadapi berbagai cobaan yang mungkin saja sangat berat. Jemaat Tuhan tidak boleh merasa puas dengan iman yang nampkanya kuat selama ini tetapi belum teruji, tidak boleh terlena dengan berbagai kemudahan dan berkat selama ini sehingga kita menjadi santai dan bermalas-malasan. Orang Kristen harus berpikir dan bergumul setiap saat untuk siap sedia menghadapi berbagai tantangan yang muncul, salah satunya dengan menyingkirkan hal-hal yang tidak penting dalam hidup ini. Na amaedola gö, böi tarörö ita ba hua ba böi tarörö ita ba kua, ösinia ni’ofaönai’öda ma nisia’agöda. So zi lö moguna ba gotalua zoya ngawalö, ba so zabölö moguna ba gotalua zoguna. Sabölö moguna nisia’agöda.
(2)  Waspada (ay. 13)
Kata “waspada” dalam teks ini berarti harus menjauhkan diri dari kemabukan, tetapi bisa juga berarti memantapkan diri dalam pikiran-pikiran. Orang Kristen tidak boleh mabuk, baik akibat minuman yang memabukkan maupun akibat pikiran-pikiran atau maksud-maksud yang memabukkan. Dari waktu ke waktu banyak orang Kristen yang mudah terbawa arus kehidupan yang nampaknya menyenangkan namun menjerumuskan. Kita juga bisa menyaksikan adanya orang Kristen yang tiba-tiba memiliki semangat yang berapi-api dalam kegiatan tertentu, tetapi ketika ada tantangan maka terjadi kemunduran, hulö galitö niwuwui idanö, hulö lagata’ö nono mbago. Banyak orang Kristen yang juga ikut-ikutan dalam kebiasaan dunia ini, katanya biar tidak ketinggalan zaman, gaul terus (sampai-sampai yang ubanan pun gaul). Demikianlah kehidupan orang-orang yang dikuasai oleh hawa nafsu (ay. 14), hidup menurut seleranya dan keinginannya sendiri, hidup untuk memuaskan hasratnya, hidup yang konsumeris dan hedonistis. Hadia zalua, tenga hadia zi tola u’a, hiza i haniha zi tola u’a.

Di sini, Petrus menasihati kita semua untuk tetap mempertahankan kekokohan iman, mempertahankan identitas kekristenan kita dalam dunia yang penuh tantangan, dalam dunia yang penuh daya tarik.
(3)  Meletakkan pengharapan kita seluruhnya pada kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita pada waktu penyataan Yesus Kristus. Inilah salah satu ciri khas orang Kristen, yaitu bahwa kita hidup dalam pengharapan. Hidup dalam pengharapan inilah yang dapat memampukan kita bertahan menghadapi berbagai tantangan dan pencobaan pada masa kini. Seseorang dapat bertahan dalam perjuangan, berusaha dan berjerih payah untuk menjalani kehidupannya, bahkan dalam penderitaan sekali pun, hanya jika dia merasa yakin bahwa semuanya itu dapat membawanya pada suatu kepastian, yaitu bahwa perjuangan iman tidak pernah sia-sia. Sebaliknya, orang Kristen yang tidak yakin atau ragu-ragu, pada awalnya mungkin berjuang dengan gigih, tetapi lama kelamaan semangat hidupnya semakin memudar, dan akhirnya ciri khasnya sebagai orang Kristen tidak nampak sama sekali. Orang yang tidak hidup dalam pengharapan sesungguhnya menjalani kehidupannya dalam kebodohan (ay.14), sebab dia mengenal Allah hanya dalam kuasa dan misteri-Nya, tetapi tidak mengenal-Nya dalam kasih. Tobini khönia wa no Lowalangi solomasi Zo’aya ya’ita Yesu Keriso, lualuania taya wanötönania ba khö Keriso andrö. Hidup yang dijalani tanpa pengharapan dan tujuan yang jelas adalah sia-sia.

Orang yang hidup dalam pengharapan akan mampu mensyukuri segala kasih karunia yang telah diterimanya, bahkan termasuk penderitaan, sebab di Filipi 1:29 Rasul Paulus mengatakan: “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia”. Artinya, mengikut Kristus bukan hanya dalam sukacita, melainkan juga dalam penderitaan, kesulitan, kesusahan, bahkan kematian.

Saudara/i yang terkasih, kita adalah umat pilihan Tuhan, umat-Nya yang kudus. Kudus berarti berbeda. Orang Kristen disebut kudus karena memang berbeda dari yang lain, yaitu bahwa kita adalah milik Allah yang dipilih-Nya sendiri untuk suatu tugas ilahi di dunia, dan dipilih untuk hidup bagi Allah di dunia ini. Hal ini akan terlihat dalam ketaatan kita akan hukum-hukum Allah (ay. 14-16), bukan menurut selera kita sendiri. Orang Kristen adalah manusia yang kehidupannya dipenuhi oleh Kristus. Kehidupannya pun berbeda, ber-identitaskan Kristen. Sekali pun ada banyak tantangan dan ada banyak hal-hal yang menarik di dunia ini, tetapi orang Kristen sejati pasti mampu mempertahankan identitasnya sebagai orang kudus pilihan Allah.



[1] Bahan Khotbah Minggu, 19 April 2015, di Gereja AMIN Jemaat Saewe, Gidö, dalam rangka kunjungan dan sosialisasi STT BNKP Sundermann, Pdt. Alokasih Gulö, M.Si.

No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...