Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo
1 Haleluya! Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
2 Siapakah yang dapat memberitahukan keperkasaan TUHAN, memperdengarkan segala pujian kepada-Nya?
3 Berbahagialah orang-orang yang berpegang pada hukum, yang melakukan keadilan di segala waktu!
4 Ingatlah aku, ya TUHAN, demi kemurahan terhadap umat-Mu, perhatikanlah aku, demi keselamatan dari pada-Mu,
5 supaya aku melihat kebaikan pada orang-orang pilihan-Mu, supaya aku bersukacita dalam sukacita umat-Mu, dan supaya aku bermegah bersama-sama milik-Mu sendiri.
Menurut pemazmur, kita harus memuliakan
Tuhan dengan membuat pengakuan, tidak hanya tentang kebaikan-Nya tetapi juga tentang
keburukan kita sendiri. Kejahatan kita membuat kebaikan-Nya tampak lebih
termasyhur. Mengapa? Karena kebaikan TUHAN menunjukkan betapa kita semakin
buruk dan memalukan. Mazmur sebelumnya (Mzm. 105) adalah sejarah kebaikan Allah
bagi Israel, sedangkan Mazmur ini (Mzm. 106) adalah sejarah pemberontakan manusia.
Namun demikian, mazmur ini dimulai (ay. 1) dan diakhiri (ay. 48) dengan Haleluya, sebab dalam kesedihan
karena dosa sekalipun tetap penting bagi kita untuk memuji Tuhan.
Teks khotbah hari ini berfokus pada ajakan
untuk menaikkan hormat dan pujian kepada TUHAN (ay. 1-2), penghiburan kepada
orang-orang yang taat pada hukum TUHAN (ay. 3), dan kerinduan akan perkenanan
TUHAN (ay. 4-5). Tentu saja, teks ini mesti dipahami sebagai satu kesatuan dari
ayat 1 hingga ayat 48. Penting bagi kita untuk menyanyikan mazmur ini, bahwa,
dengan mengingat dosa-dosa kita, kita boleh saja direndahkan di hadapan Tuhan,
tetapi kita tidak akan putus asa sebab kasih setia Tuhan tidak pernah
berkesudahan. Atas dasar itulah pemazmur mengajak kita untuk menaikkan pujian
kepada TUHAN.
Di sini, kita diajarkan untuk mengucap
syukur kepada TUHAN atas segala kebaikan dan kasih setia-Nya. Hanya oleh karena
kebaikan dan kasih setia Tuhan itulah kita dapat bertahan hidup walaupun diri
kita penuh dengan dosa. Dalam keberdosaan manusia, kita tetap perlu mengakui
kebaikan, kasih setia, dan keperkasaan Tuhan. Benar bahwa Tuhan tidak pernah berkompromi
dengan dosa, tetapi kebaikan, kasih setia, dan keperkasaan-Nya jauh lebih besar
daripada dosa-dosa kita. Ini tidak berarti bahwa kita boleh tetap hidup dalam
dosa; menurut pemazmur, yang berbahagia adalah mereka yang berpegang pada hukum
Tuhan, mereka yang melakukan keadilan di segala waktu (ay. 3).
Akhirnya, pemazmur mengekspresikan
kerinduannya akan kemurahan dan keselamatan yang dari Tuhan. Ekspresi ini
merupakan pengakuan akan keberdosaan manusia (yang nantinya disebutkan secara
eksplisit mulai ayat 6), yang sejak nenek moyang telah berbuat dosa. Dalam situasi
seperti itulah manusia amat membutuhkan kemurahan dan keselamatan yang dari
Tuhan, kalau tidak kita akan binasa. Manusia mestinya malu dengan dosa-dosanya,
dan hanya dapat bersukacita apabila telah mendapatkan kebaikan dan kemurahan
Tuhan. Sekali lagi, mazmur ini merupakan pengakuan akan kebaikan Tuhan pada
satu sisi, dan pada sisi lain pengakuan akan keberdosaan manusia. Kedua sisi
tersebut sebenarnya tidak mungkin menyatu; tetapi kasih setia Tuhan, kemurahan
hati-Nya yang tidak berkesudahan, memungkinkan kita (yang berdosa) dapat
menghadap hadirat-Nya, dan kini kita dapat melantunkan pujian hormat dan
kemuliaan bagi-Nya.
Hari ini, pemazmur mengajak kita untuk memuliakan
Tuhan dengan membuat pengakuan: (1) pengakuan tentang kebaikan, kasih setia,
dan kemurahan-Nya, serta (2) pengakuan tentang keburukan atau keberdosaan kita
sendiri. Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak memuji dan memuliakan Tuhan, orang
percaya akan meng-amin-kan itu. Setiap orang pasti pernah merasakan kasih setia
Tuhan. Kasih setia Tuhan dapat mewujud dalam berbagai bentuk dan cara. Silakan setiap
orang merenungkannya, dengan bertanya: apa saja kebaikan Tuhan yang telah saya
terima sampai saat ini? Pengalaman setiap orang tentu berbeda, tetapi satu hal
yang pasti adalah bahwa kita dapat hidup sampai saat ini karena kasih setia
Tuhan, walaupun kita sedang berada dalam situasi yang cukup sulit karena pandemi
Covid-19. Kita memuji Tuhan karena kasih setia-Nya yang tidak pernah
berkesudahan: kita telah merasakannya, kita sedang menikmatinya, dan kita akan
terus menerimanya.
Pada sisi lain, kita pun mengaku, bahwa
walaupun kasih setia Tuhan tidak pernah berkesudahan, tetapi kita seringkali
memberontak, hidup menurut keinginannya masing-masing, hidup dalam lumpur dosa.
Sebagai orang percaya, kita pun mengaku bahwa tidak ada seorang pun yang luput
dari dosa, sebab menurut Paulus “semua orang telah berbuat dosa dan telah
kehilangan kemuliaan Allah” (Rm. 3:23). Silakan masing-masing merenungkannya:
apa saja dosa yang telah saya lakukan sampai saat ini? Kita tidak perlu membela
diri di hadapan Tuhan, kita pun tidak perlu mencari-cari alasan untuk
membenarkan diri, toh semua orang telah berbuat dosa dan telah
kehilangan kemuliaan Allah. Akui saja, sebab dengan mengaku kita akan diampuni.
Yohanes menegaskan bahwa “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan
adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari
segala kejahatan” (1Yoh. 1:9).
Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bersyukur dan memuliakan Tuhan. Tidak ada alasan juga bagi kita untuk tidak mengaku dosa kita. Namun demikian, pesan penting bagi kita pada hari ini adalah bahwa orang percaya jangan pernah berhenti bersyukur dan memuliakan Tuhan, bahkan dalam keberdosaan kita pun, kita tetap penting memuji Tuhan. Kasih setia Tuhan tidak pernah dapat dihentikan oleh si-apa pun; dosa-dosa kita pun tidak akan mampu menghentikan kasih setia Tuhan itu. Oleh sebab itu, tetaplah bersyukur kepada Tuhan, tetaplah muliakan nama-Nya, ceritakanlah segala kebaikan dan keperkasaan-Nya.