Friday, June 11, 2021

Berikanlah Sepenuh Hatimu (2 Korintus 9:6-10)

Renungan tentang Hal Memberi

Konteks
Teks 2 Korintus 9:6-10 sebaiknya dipahami dalam hubungannya dengan perikop sebelumnya, karena dalam konteks ini Paulus masih berbicara tentang pemberian persembahan. Apabila kita membaca pasal sebelumnya (2Kor. 8:1-24), kita akan mengetahui bagaimana Paulus mendorong jemaat Kristen di Korintus untuk mengumpulkan persembahan bagi orang-orang miskin di Yerusalem, bahkan menyebut Titus dan saudara-saudara yang lain yang memberi perhatian pada pengumpulan persembahan ini.

Pertama-tama Paulus memberi contoh orang-orang Makedonia, yang secara materi dan bahkan dalam beberapa aspek kehidupan mereka tergolong miskin, tetapi justru dalam kemiskinan itu mereka mau dan bisa memberi persembahan. Artinya, mereka sendiri sebenarnya layak dibantu, namun karena iman yang cukup mendalam mereka malah mengumpulkan persembahan untuk saudara-saudara mereka seiman di Yerusalem. Mengapa? Karena mereka menyadari bahwa Allah telah banyak memberikan kepada mereka, dan pemberian itu haruslah dibagi kepada sesama. Apa pun kondisi orang-orang Makedonia, berkekurangan, dan malah sedang menderita, tidak menghalangi mereka dalam mengumpulkan persembahan, sebab mereka percaya bahwa pemberian mereka itu pertama-tama ditujukan kepada Allah, dan karena kasih karunia Allah pemberian itu digunakan untuk para rasul dan umat Tuhan yang membutuhkan.

Analogi Tabur-Tuai
Tampaknya, Paulus sengaja memberi contoh orang-orang Makedonia ini, karena dalam banyak aspek mereka jauh berada di bawah orang-orang Korintus. Dengan contoh ini Paulus hendak mendorong jemaat di Korintus untuk lebih peduli terhadap sesama, dan tidak perlu mencari-cari alasan bahwa mereka tidak sanggup memberikannya. Paulus seolah-olah berkata: “Kalau jemaat Makedonia yang lemah atau miskin itu bisa memberi, bagaimana mungkin kamu yang hidup mapan tidak sanggup? Malu dong …”.

Setelah menggunakan contoh orang-orang Makedonia sebagai “cambuk” bagi jemaat Korintus untuk memberi, sekarang Paulus menggunakan analogi “tabur-tuai,” supaya jemaat semakin bersemangat dan bermurah hati dalam memberi. Pada ayat 6 Paulus mengatakan: “Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga.” Analogi ini sebenarnya berangkat dari kehidupan pertanian, semakin banyak menabur benih/bibit yang baik atau berkualitas, semakin banyak juga nanti menuai hasil yang menggembirakan. Sebaliknya, semakin sedikit menabur, hasil yang akan diperoleh akan sedikit juga. Artinya, Paulus menganalogikan perbuatan memberi persembahan sebagai pekerjaan menabur benih/bibit.

Prinsip memberi menurut Paulus di sini cukup jelas: kita menuai atau memanen hasil sebanding dengan penanaman kita, atau kita mendapatkan sebanyak dan sebaik yang kita berikan. Ini berlaku untuk pemberian persembahan kita, termasuk persembahan untuk menolong orang-orang yang membutuhkan seperti dibahas oleh Paulus dalam surat 2 Korintus ini. Prinsip memberi yang diajarkan Paulus ini tampaknya terkait dengan sikap jemaat Korintus yang hidup di kota perdagangan (pusat bisnis) yang cenderung memperhitungkan untung-rugi dalam hal memberi. Paulus hendak menyadarkan jemaat bahwa memberi sesuatu kepada orang-orang yang membutuhkan, atau pun memberi persembahan lainnya, sesungguhnya tidak akan menjadi kerugian bagi mereka. Sebaliknya mereka justru akan mendapatkan hasil yang setimpal, bahkan berlimpah-limpah dari apa yang mereka berikan sebelumnya. Benar bahwa hasil yang didapatkan mungkin saja tidak langsung diterima pada saat itu, tetapi menurut Paulus “Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan” (ay. 8).

Memberi menurut Anugerah Tuhan
Dengan analogi tabur-tuai itu, Paulus juga hendak mengingatkan jemaat bahwa apa pun yang mereka miliki merupakan pemberian atau anugerah Tuhan. Perhatikan perkataan Paulus di ayat 10 “Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu”. Melalui kata-kata ini, Paulus mengajak jemaat untuk menyadari bahwa semua yang dimiliki, bahkan hidup ini, merupakan anugerah Tuhan saja, dan Tuhanlah yang memberkatinya. Oleh sebab itu, jemaat mesti menempatkan apa pun yang dimiliki dalam bingkai anugerah Tuhan. Jemaat mesti hidup berbagi, sebab dengan anugerah mereka memilikinya, dan sekarang dengan anugerah Tuhan pun mereka membagikannya kepada sesama yang membutuhkan. Ini sejalan dengan perkataan Yesus: “Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma” (Mat. 10:8b). Singkatnya, dengan anugerah Tuhan, jemaat mendapatkannya, dan dengan anugerah Tuhan juga jemaat memanfaatkannya.

Kembali ke ayat 8 dan didukung oleh ayat 10, bahwa Tuhan mampu melimpahkan atau melipatgandakan kembali hasil pemberian jemaat itu. Pemberian mereka tidak akan berlalu begitu saja, tidak akan sia-sia, sebab akan bermanfaat bagi orang yang membutuhkannya, dan akan menjadi berkat kembali bagi mereka yang memberikannya. Itulah sebabnya Paulus tadi mengatakan bahwa kita akan menerima kembali setimpal dengan benih yang kita tabur.

Konsep ini memang dapat menimbulkan kesalahpahaman, seolah-olah Tuhan dapat dibujuk dengan pemberian kita, atau seolah-olah berkat Tuhan ditentukan oleh berapa banyak persembahan yang kita berikan. Konsep ini juga dapat disalahartikan seolah-olah Tuhan memaksa kita untuk memberi banyak, sebab kalau tidak kita akan menuai sedikit. Paulus tidak bermaksud seperti itu. Dia hanya mendorong jemaat untuk memberikan persembahan dengan mencontoh orang-orang Makedonia, dan dengan keyakinan bahwa Tuhan akan sanggup memberikan kembali yang terbaik bagi mereka.

Memberi dalam Kerelaan
Itulah sebabnya, Paulus menegaskan di ayat 7 dengan berkata: “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” Di sini Paulus tidak mau kalau jemaat memberikan persembahannya karena terpaksa. Paulus tidak mau kalau jemaat memberikan persembahan dalam keterpaksaan. Lalu, apa yang dimaksud oleh Paulus?

Pertama, masing-masing hendak memberikan apa yang telah dia putuskan di dalam hatinya untuk diberikan. Berikanlah berdasarkan keputusan dan kerelaan hatimu, jangan karena merasa malu kalau tidak memberi, jangan karena alasan ‘gengsi’, dan jangan dengan motivasi supaya keinginanmu harus diikuti. Kedua, memberi berdasarkan pertimbangan yang sehat: sehat bagi diri sendiri, sehat bagi keluarga, dan sehat bagi orang/pihak yang menerima.


No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...