Sunday, June 20, 2021

Siap Sedia (Kej. 41:25-36)

Renungan tentang Mimpi Firaun
Disiapkan oleh Pdt. Alokasih Gulo

25 Lalu kata Yusuf kepada Firaun: “Kedua mimpi tuanku Firaun itu sama. Allah telah memberitahukan kepada tuanku Firaun apa yang hendak dilakukan-Nya.
26 Ketujuh ekor lembu yang baik itu ialah tujuh tahun, dan ketujuh bulir gandum yang baik itu ialah tujuh tahun juga; kedua mimpi itu sama.
27 Ketujuh ekor lembu yang kurus dan buruk, yang keluar kemudian, maksudnya tujuh tahun, demikian pula ketujuh bulir gandum yang hampa dan layu oleh angin timur itu; maksudnya akan ada tujuh tahun kelaparan.
28 Inilah maksud perkataanku, ketika aku berkata kepada tuanku Firaun: Allah telah memperlihatkan kepada tuanku Firaun apa yang hendak dilakukan-Nya.
29 Ketahuilah tuanku, akan datang tujuh tahun kelimpahan di seluruh tanah Mesir.
30 Kemudian akan timbul tujuh tahun kelaparan; maka akan dilupakan segala kelimpahan itu di tanah Mesir, karena kelaparan itu menguruskeringkan negeri ini.
31 Sesudah itu akan tidak kelihatan lagi bekas-bekas kelimpahan di negeri ini karena kelaparan itu, sebab sangat hebatnya kelaparan itu.
32 Sampai dua kali mimpi itu diulangi bagi tuanku Firaun berarti: hal itu telah ditetapkan oleh Allah dan Allah akan segera melakukannya.
33 Oleh sebab itu, baiklah tuanku Firaun mencari seorang yang berakal budi dan bijaksana, dan mengangkatnya menjadi kuasa atas tanah Mesir.
34 Baiklah juga tuanku Firaun berbuat begini, yakni menempatkan penilik-penilik atas negeri ini dan dalam ketujuh tahun kelimpahan itu memungut seperlima dari hasil tanah Mesir.
35 Mereka harus mengumpulkan segala bahan makanan dalam tahun-tahun baik yang akan datang ini dan, di bawah kuasa tuanku Firaun, menimbun gandum di kota-kota sebagai bahan makanan, serta menyimpannya.
36 Demikianlah segala bahan makanan itu menjadi persediaan untuk negeri ini dalam ketujuh tahun kelaparan yang akan terjadi di tanah Mesir, supaya negeri ini jangan binasa karena kelaparan itu.”


Pertama-tama, kita mesti memperjelas dan menjernihkan pemahaman kita dulu tentang mimpi pada zaman dulu. Mengapa? Karena ajaran PL sendiri tentang mimpi termasuk ambigu, pada satu sisi mengisahkan tentang mimpi yang seolah-olah mengajak kita percaya pada mimpi itu, tetapi pada sisi lain PL juga memperingatkan kita untuk tidak mengandalkan mimpi dalam memahami rencana dan kehendak Tuhan.

Dalam Alkitab, diceritakan bahwa Tuhan berkali-kali menggunakan mimpi untuk mengomunikasikan kehendak-Nya, mengungkapkan rencana-Nya, dan mengumumkan peristiwa-peristiwa masa depan. Salah satunya adalah mimpi Firaun yang kemudian diartikan oleh Yusuf. Melalui mimpi Firaun, Allah hendak menyampaikan peristiwa yang akan terjadi, kemakmuran dan kelaparan, masing-masing terjadi selama tujuh tahun. Oleh sebab itu penting melakukan persiapan sejak dini untuk mengantisipasi masa-masa sulit setelah masa kemakmuran tersebut. Namun demikian, kita juga dapat menemukan dalam Alkitab, yaitu dalam Ulangan 13, tentang pentingnya pengujian yang cermat untuk membuktikan bahwa suatu mimpi dan penafsirannya berasal dari Tuhan atau bukan. Nabi Yeremia pun menyampaikan peringatan kepada umat Tuhan untuk memahami mimpi dengan hati-hati, sebab Allah belum tentu menggunakan mimpi sebagai media untuk menyatakan kehendak-Nya (lih. Yer. 23:28). Dalam kitab Pengkhotbah disebutkan bahwa mimpi disebabkan oleh banyak kesibukan dan sejajar dengan percakapan bodoh (Pkh. 5:2), dan bahkan disejajarkan dengan perkataan yang sia-sia (Pkh. 5:6). Jadi, pada satu sisi kita dapat membaca dalam Alkitab kisah-kisah tentang mimpi yang dianggap berasal dari Allah, tetapi pada sisi lain kita pun menemukan dalam Alkitab penegasan untuk tidak mengandalkan mimpi.

Dalam PB pun kita dapat membaca kisah tentang mimpi yang menyatakan rencana dan kehendak Allah serta peristiwa yang akan terjadi. Sebelum kelahiran Yesus Kristus, Yusuf mendapatkan tiga pesan mimpi tentang peristiwa yang akan datang (Mat. 1:20-25; 2:13, 19-20). Dalam Matius 2:12, orang-orang majus diperingatkan dalam mimpi untuk tidak kembali kepada Herodes. Dalam Kisah Para Rasul 16:9, Rasul Paulus mengalami penglihatan malam tentang seseorang yang memintanya untuk pergi ke Makedonia. Melalui penglihatan malam yang dapat dianggap sebagai semacam mimpi itu, Allah memerintahkan Paulus untuk memberitakan Injil di Makedonia. Namun demikian, dalam kerangka keselamatan yang sesungguhnya, kita diajarkan untuk percaya hanya kepada Yesus Kristus saja, bukan pada mimpi. Mengapa? Karena pada zaman akhir, Allah berbicara kepada manusia langsung melalui perantaraan Anak-Nya, Yesus Kristus (lih. Ibr. 1:1-2).

Kembali kepada mimpi Firaun: tujuh ekor lembu yang indah bangunnya dan gemuk badannya vs tujuh ekor lembu yang yang buruk bangunnya dan kurus badannya, sama-sama keluar dari sungai Nil, kemudian lembu-lembu yang kurus itu memakan ketujuh ekor yang gemuk badannya itu; tujuh bulir gandum yang bernas dan baik vs tujuh bulir gandum yang kurus dan layu oleh angin timur, dan bulir yang kurus itu menelan ketujuh bulir yang bernas dan berisi tadi (Kej. 41:1-7). Sayang sekali, tidak ada seorang pun dari semua ahli dan semua orang berilmu di Mesir yang mampu mengartikan mimpi tersebut (Kej. 41:8). Singkat cerita, dipanggillah Yusuf untuk mengartikan mimpi Firaun tersebut, informasi tentang Yusuf disampaikan oleh kepala juru minuman yang dulu pernah satu sel dengan Yusuf (Kej. 41:9). Yusuf pun mengartikan mimpi Firaun tersebut, dua mimpi dengan arti yang sama, demikian penjelasan awal Yusuf (ay. 26). Arti dari mimpi itu ada di ayat 29-31 “Ketahuilah tuanku, akan datang tujuh tahun kelimpahan di seluruh tanah Mesir. Kemudian akan timbul tujuh tahun kelaparan; maka akan dilupakan segala kelimpahan itu di tanah Mesir, karena kelaparan itu menguruskeringkan negeri ini. Sesudah itu akan tidak kelihatan lagi bekas-bekas kelimpahan di negeri ini karena kelaparan itu, sebab sangat hebatnya kelaparan itu”. Tetapi, Yusuf tidak berhenti pada arti mimpi itu, dia kemudian menyampaikan maksud dari mimpi tersebut, yaitu supaya sejak dini Firaun melakukan persiapan untuk menghadapi masa-masa sulit yang akan terjadi setelah masa kemakmuran tersebut (ay. 33-36). Ini kemudian menjadi jalan bagi Yusuf untuk menjadi penguasa nomor dua di Mesir setelah Firaun (lih. Kej. 41:39-40). Kunci keberhasilan Yusuf dalam mengartikan mimpi Firaun, dan yang kemudian menjadi dasar bagi Firaun untuk mengangkatnya menjadi wakilnya, adalah karena dia “penuh dengan Roh Allah”.

Apa makna kisah ini?
Pertama, Mesir pada zaman dulu terkenal dengan orang-orang yang ahli dan berilmu, dan mereka sangat bangga dengan itu. Para penasihat Firaun terkenal cerdas, termasuk dalam hal meramalkan sesuatu yang akan terjadi. Tetapi, melalui kisah mimpi Firaun ini keahlian dan ilmu mereka tidak ada artinya ketika berhadapan dengan misteri Allah. Walaupun mereka adalah ahli dan berilmu, tetapi itu tidak cukup untuk memahami rencana dan kehendak Allah. Hanya mereka yang dipenuhi oleh Roh Allah yang mampu mengerti isi hati Allah. Kisah inilah yang kemudian menunjukkan kepada kita bahwa Yusuf dapat menduduki posisi yang amat tinggi dan strategis hanya karena kuasa Roh Allah yang telah memenuhinya, walaupun sebelumnya di hidup dalam kesulitan di penjara. Roh Allah yang memampukan kita untuk memahami rencana dan kehendak-Nya. Ketika berbagai fenomena alam dan sosial terjadi di sekitar kita, mestinya kita mampu membaca dan memahaminya di bawah tuntunan Roh Allah, sehingga kita dapat bersikap dan bertindak bijak dalam menjalani kehidupan ini.

Kedua, peristiwa ini menjadi semacam pengantar atau informasi pendahuluan bagi kita tentang bagaimana leluhur Israel masuk dan tinggal di Mesir, dan kemudian menjadi budak selama ratusan tahun di sana. Ini hendak menggenapi perkataan Allah kepada Abraham dulu bahwa kelak keturunannya akan “menjadi orang asing dalam suatu negeri, yang bukan kepunyaan mereka, dan bahwa mereka akan diperbudak dan dianiaya, empat ratus tahun lamanya” (Kej. 15:13). Artinya, Allah dapat memakai berbagai peristiwa, dan Allah memiliki banyak cara untuk menggenapi rencana dan kehendak-Nya. Perhatikanlah, informasi tentang Yusuf yang mampu mengartikan mimpi tidak segera disampaikan oleh kepala juru minuman itu sekeluarnya dari penjara. Informasi tentang Yusuf ini baru disampaikan pada saat yang tepat, yaitu ketika Firaun bermimpi. Jadi, waktu Tuhan seringkali sulit dipahami oleh manusia.

Ketiga, kalau Allah menyatakan rencana dan kehendak-Nya melalui berbagai cara dan fenomena alam dan sosial di sekitar kita, Dia bermaksud agar kita lebih waspada, agar kita bisa menyiapkan diri sejak dini menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. Maknailah setiap peristiwa dan fenomena yang terjadi dalam pemahaman bahwa Allah mungkin saja menghendaki kita untuk hidup lebih cermat, lebih cerdas, dan lebih bijak.

3 comments:

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...