Saturday, August 14, 2021

Allah yang Memerdekakan – Lowalangi Zangefa’ö (Yohanes 8:30-36)

Bahan Khotbah Minggu, 15 Agustus 2021
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo


8:30 Setelah Yesus mengatakan semuanya itu, banyak orang percaya kepada-Nya.
8:31 Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku
8:32 dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.”
8:33 Jawab mereka: “Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapapun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?”
8:34 Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa.
8:35 Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah.
8:36 Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka.”

Kita akan memperingati hari kemerdekaan Indonesia yang ke-76 tahun, tepatnya tgl 17 Agustus 2021. Kita memang sedang berada di bawah bayang-bayang ketakutan karena pandemi covid-19, namun demikian peringatan hari kemerdekaan itu tetap dilakukan secara sederhana. Mengapa? Karena kemerdekaan merupakan kebutuhan mendasar manusia. Hal ini terungkap misalnya dalam alinea pertama pembukaan UUD 1945: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa …”.

Apakah kemerdekaan Indonesia itu merupakan suatu pemberian atau hasil perjuangan? Ada beberapa orang/pihak yang mengatakan bahwa kemerdekaan Indonesia merupakan hadiah dari Jepang, atau paling tidak merupakan dampak dari kekalahan Jepang dari sekutu pada tahun 1945. Namun, sebagian besar rakyat Indonesia percaya bahwa kemerdekaan itu lebih sebagai hasil perjuangan para pendahulu kita di negeri tercinta ini. Di atas semuanya itu, kita percaya, sebagaimana juga disebutkan dalam alinea ketiga pembukaan UUD 1945, bahwa kemerdekaan kita merupakan berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa.

Pernyataan pada aline ketiga pembukaan UUD 1945 tersebut sangatlah teologis. Kita tetap mengapresiasi perjuangan para pendahulu kita, tetapi penting disadari bahwa semuanya itu merupakan anugerah Allah. Dengan kata lain, Allah sendirilah yang menganugerahkan kemerdekaan tersebut bagi kita. Ini merupakan suatu pengakuan dan kesadaran bahwa Allah yang memerdekakan kita semua, sekaligus ajakan untuk senantiasa mensyukuri kemerdekaan tersebut. Dalam teks khotbah pada hari ini, Yesus pun menegaskan bahwa sesungguhnya Allah yang memerdekaan kita. Yesus, yang adalah Tuhan kita, mengatakan: “jadi apabila Anak [Tuhan Yesus] itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka”.

Mengapa Yesus [mesti] mempertegas bahwa Allah, di dalam Yesus Kristus, yang memerdekakan kamu (dhi orang-orang Yahudi)? Bukankah orang Yahudi merupakan bangsa yang percaya kepada Allah? Apa sebenarnya pokok persoalan mereka?

Teks ini merupakan kelanjutan dari ‘perdebatan’ dan atau ‘pertentangan’ Yesus dengan orang-orang Yahudi tentang diri Yesus (Yoh. 7-8). Yesus mempertegas bahwa Dia berasal dari Allah (yang dipercaya oleh orang-orang Yahudi), sementara orang-orang Yahudi tidak percaya kepada-Nya. Yesus mempertegas bahwa di dalam Dia ada kehidupan dan kebenaran, sedangkan orang Yahudi bangga dengan status mereka sebagai keturunan Abraham. Orang-orang Yahudi memahami bahwa, dengan status sebagai keturunan Abraham, mereka adalah orang-orang merdeka, tidak pernah menjadi hamba siapapun (ay. 33). Entah apa yang ada dalam pikiran orang-orang Yahudi ketika mengatakan bahwa mereka tidak pernah menjadi hamba siapapun. Dalam sejarahnya, hingga zaman Yesus, mereka sudah pernah dan sedang berada dalam penjajahan bangsa lain. Leluhur mereka pernah diperbudak di Mesir; bangsa mereka pernah dibuang ke Babel dan hidup di bawah penjajahan bangsa asing; dan pada zaman Yesus mereka sedang dikuasai oleh kekaisaran Romawi. Sepertinya, mereka menyangkal kalau pernah dan sedang dijajah oleh orang atau bangsa lain. Mereka hidup dengan khayalan seolah-olah mereka tidak diperhamba oleh pihak lain. Ini mirip dengan kita yang terus menyangkal bahwa Corona itu tidak ada, atau bahwa demam saya bukan Corona.

Itulah sebabnya Yesus mengajak mereka untuk lebih realistis, bahwa sesungguhnya mereka bukanlah orang-orang merdeka. Yesus tahu bahwa mereka adalah keturunan Abraham (Yoh. 8:37a), tetapi Yesus melangkah lebih jauh ke persoalan mereka yang paling dasariah, yaitu keberdosaan. Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa (ay. 34). Yesus menyadarkan mereka bahwa dosa telah memperhamba mereka, dan oleh sebab itu mereka perlu dimerdekakan. Tidak mungkin mereka (yang adalah hamba dosa) mampu memerdekakan diri mereka sendiri, mesti ada orang atau pihak lain yang melakukannya. Hanya Yesus, Sang Anak, yang dapat memerdekakan (ay. 35-36). Sayang sekali, mereka memilih untuk menolak bahkan berusaha untuk membunuh Yesus yang datang untuk memerdekakan mereka (Yoh. 8:37b).

Orang Yahudi memiliki sesuatu yang dibanggakan, yaitu status sebagai keturunan Abraham, tetapi toh Yesus mengingatkan bahwa mereka masih perlu dimerdekakan. Apalagi dengan kita yang bukan keturunan Abraham seperti orang Yahudi, tentu saja perlu dimerdekakan. Kita mesti menyadari dan mengakui hal itu, bahwa sesungguhnya Allah yang memerdekakan kita. Kesadaran dan pengakuan ini bukan sekadar kata-kata, tidak sekadar dimuat dalam alinea ke-3 pembukaan UUD 1945. Ini adalah sebuah ajakan untuk sungguh-sungguh menyadari dan mengakui bahwa kita sebenarnya tidak dapat berbuat banyak untuk membebaskan diri dari penjajahan bangsa lain kalau Tuhan tidak terlibat dalam proses sejarah bangsa ini. Usaha apa pun yang kita lakukan untuk hidup dalam kebebasan, tidak akan mendatangkan kemerdekaan yang sejati bagi kita, kecuali Tuhan sendiri terlibat dalam proses kemerdekaan itu. Hal ini mendorong kita untuk senantiasa mensyukuri anugerah Allah yang memerdekakan kita, sekaligus berkomitmen untuk mengisi kemerdekaan itu secara bertanggung jawab.

Bagaimana kita dapat memahami bahwa Yesus yang memerdekakan kita? Hanya dapat terjadi kalau kita tetap di dalam firman Tuhan (ay. 31). Artinya, orang percaya janganlah pernah menjauhkan diri dari Tuhan. Kita harus hidup terjalin terus menerus dengan Tuhan, dengan demikian kita dapat memahami kehendak Allah di dalam firman-Nya. Ikatkanlah dirimu dengan Tuhan, bukan dengan yang lain. Ketika pandemi covid-19 semakin mengganas, hiduplah dalam ikatan yang tak terputuskan dengan Tuhan, dan dengan hikmat-Nya Tuhan akan membimbing kita untuk hidup dengan bijak di tengah-tengah kesulitan kita saat ini. Kita tidak perlu menyangkal realitas hidup saat ini, seperti yang dulu dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Semakin kita menyangkal semakin tersiksa batin kita. Semakin kita realistis semakin kita menyadari bahwa kita membutuhkan Tuhan yang memerdekakan kita.

1 comment:

  1. Mantap bang
    Hehehe
    Sesekali bahasa Nias bale bang😁 neviloli😂

    ReplyDelete

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...