Khotbah Minggu, 22 Agustus 2021
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo
12 Marilah anak-anak, dengarkanlah aku, takut akan TUHAN akan kuajarkan kepadamu!
13 Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik?
14 Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu;
15 jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya!
16 Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong;
17 wajah TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari muka bumi.
18 Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya.
Setiap orang pasti menginginkan kehidupan yang lebih baik. Berbagai cara dilakukan untuk mencapainya, entah dengan cara yang baik ataupun dengan cara yang tidak baik. Ada orang yang menjalani kehidupannya dengan jujur dan mengisinya dengan segala kebaikan; ada juga orang yang demi menikmati kehidupan yang dianggapnya baik untuk dirinya, menempuh jalan yang tidak benar, berjudi, menipu, mencuri, korupsi, menyalahgunakan jabatan, dll. Ada orang yang berupaya mendapatkan kehidupan yang lebih baik dengan cara-cara yang benar, tetapi ada juga orang yang menempuh jalan yang menyimpang dari kebenaran, dan tidak sedikit orang yang malah menempuh jalan yang amat memalukan. Itu semua dilakukan untuk mendapatkan, mencapai, atau menikmati hal-hal yang baik dalam hidup. Kita masuk di kelompok orang yang seperti apa?
Firman Tuhan pada hari ini berbicara tentang jalan yang sebaiknya kita tempuh untuk mendapatkan, mencapai, atau menikmati hal-hal yang baik dalam hidup ini. Setelah memberi tahu kita di ayat 12 bahwa dia akan mengajari kita tentang takut akan TUHAN, Daud kemudian mengajukan pertanyaan ajakan pada ayat 13: “Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik?” Pertanyaan ini dimaksudkan untuk mengajak kita untuk menempuh jalan TUHAN kalau mau menikmati kehidupan yang lebih baik. Itulah yang diuraikan oleh Daud pada ayat 14, 15, 16, dan 18.
Sebelum memahami lebih jauh jalan seperti apa yang kita tempuh, penting juga untuk memperjelas “hidup yang baik” seperti apa yang Daud (pemazmur) maksudkan dalam teks ini? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan berfokus sejenak pada pertanyaan Daud tadi: “Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik?” (ay. 13). Dalam PL, termasuk Daud sendiri, hidup yang baik itu ditandai dengan umur yang panjang, hidup yang makmur dan sejahtera. Ini bisa saja menimbulkan kesalahpahaman soal “hidup yang baik”. Apakah mereka yang mati pada usia muda dapat dianggap sebagai hidup yang tidak baik? Apakah mereka yang tidak makmur dan sejahtera (dalam kehidupan ekonomi) dapat dianggap sebagai hidup yang tidak baik? Yesus itu mati pada usia muda dengan cara yang amat tragis, kehidupan ekonomi-Nya selama di dunia pun jauh dari makmur dan sejahtera. Apakah dengan demikian hidup Yesus bukan hidup yang baik sebagaimana disebutkan oleh Daud? Kalau kata-kata pemazmur ini dipahami secara harfiah, tentu saja akan menimbulkan kesalahpahaman dan bahkan kesalahan arah kehidupan kita.
Sekali lagi, dalam PL, hidup yang baik itu ditandai dengan umur yang panjang, hidup yang makmur dan sejahtera. Namun demikian, apabila kita membaca lebih luas konteks Mazmur ini, maka akan terlihat bahwa Daud sebenarnya tidak hanya menghubungkan hidup yang baik dengan umur yang panjang, hidup yang makmur dan sejahtera. Itu bukan inti dari “hidup yang baik” yang hendak disampaikan oleh Daud. Perhatikanlah ayat-ayat sebelumnya (ay. 9-11), dan ayat 16, 18 pada nas renungan kita pada hari ini. Daud hendak menegaskan bahwa “hidup yang baik” itu adalah hidup yang selalu berada dalam pemeliharaan Allah. Hidup itu sendiri adalah suatu kebaikan, entah berumur panjang ataupun mati di usia muda. Hidup itu sendiri adalah suatu anugerah yang amat baik dari TUHAN, entah makmur ataupun miskin, entah sejahtera ataupun pra-sejahtera. Hal yang paling penting di sini adalah bahwa hidup ini berada di bawah naungan pemeliharaan Allah dalam situasi apa pun; itulah hidup yang baik!
Sekarang, jalan seperti apa yang mesti kita tempuh untuk mendapatkan, mencapai, atau menikmati “hidup yang baik” itu? Dengan gamblang Daud menuturkannya pada ayat 14 dan 15: “Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu; jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya! Teks ini nanti yang dikutip langsung oleh Petrus ketika dia menasihati jemaat Kristen di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia jalan yang harus ditempuh kalau mereka mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik (lih. 1 Ptr. 3:10-12).
Kita mesti menjaga lidah dari apa pun yang jahat, menjaga lidah dari kata-kata yang jahat (bnd. Yak. 3:6). Kata-kata kita dapat membantu orang lain, dapat juga menyakiti mereka; dapat menyembuhkan dan dapat juga melukai; dapat memberikan dorongan (semangat) tetapi dapat juga mematahkan semangat. Oleh sebab itu, kita harus berhati-hati dengan “lidah” atau dengan kata-kata yang kita gunakan. Parker mengatakan: “Jangan sekali-kali membuang lumpur. Anda boleh saja melemparnya kepada sasaran tertentu, tetapi tangan Anda tetap akan kotor oleh lumpur itu”.
Tetapi, itu bukan berarti, kita berbicara hal-hal yang enak didengar walaupun harus berbohong, hanya untuk menyenangkan orang lain. Ingat, kebohongan yang satu akan melahirkan kebohongan lainnya. Kita harus menjaga lidah atau ucapan kita supaya tidak menipu. Ucapan-ucapan yang benar mungkin saja terasa/terdengar menyakitkan, tetapi jauh lebih mengerikan ucapan yang menipu atau kebohongan, karena dapat mematikan orang lain, yaitu mematikan kepercayaan dan relasi kita satu terhadap yang lain. Yesus sendiri mengatakan: “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat” (Mat. 5:37).
Jalan yang mesti kita tempuh selanjutnya untuk mendapatkan, mencapai, dan menikmati “hidup yang baik” adalah dengan menjauhkan diri dari apa pun yang jahat, dan sebaliknya melakukan yang baik, serta mencari perdamaian (ay. 15). Jauhilah kejahatan, karena satu kejahatan dapat menyebabkan banyak kejahatan lainnya. Tidak ada kebaikan yang lahir dari kejahatan. Jahat ya tetap jahat, buruk ya tetap buruk. Menipu ya tetap menipu, korupsi ya tetap korupsi, iri hati ya tetap iri hati. Tidak ada menipu yang baik, tidak ada korupsi yang baik, dan tidak ada iri hati yang baik. Kita diajak untuk menempuh jalan kebaikan, kalau kita ingin menikmati hidup dan hari-hari yang baik. Caranya? Ya, berbuat baiklah bahkan ketika orang lain berbuat jahat kepadamu! Ingat: tidak ada kebaikan dalam kejahatan!
Apa lagi? Hiduplah dalam perdamaian! Kita dapat hidup dalam damai kalau kita mencari kedamaian. Berdamailah dengan dirimu sendiri, berdamailah dengan orang lain, berdamailah dengan alam sekitarmu, berdamailah dengan Tuhan. Rasul Paulus mengatakan: “Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! (Rm. 12:18).
Apakah kita menginginkan “hidup yang baik”, yaitu hidup yang selalu dinaungi oleh pemeliharaan Allah? Kalau mau, maka berjalanlah dalam jalan Tuhan. Tuhan senantiasa berjaga-jaga untuk memelihara orang-orang yang berjalan dalam jalan-Nya, sebaliknya Dia akan menentang dan melenyapkan orang-orang yang hidup jauh dari jalan Tuhan. Mau berjalan di jalan seperti apa?
No comments:
Post a Comment
Apa yang ada di pikiranmu?