Saturday, April 19, 2014

Lihatlah Manusia itu! (Yohanes 19:1-16a)


Bahan Khotbah Kamis Putih, 17 April 201
Pdt. Alokasih Gulo, S.Th, M.Si
[1]
 STT BNKP Sundermann, Gunungsitoli

·      Saya masih ingat, tahun lalu, saya membawakan renungan para perayaan Kamis Putih. Tahun ini, saya kembali menyampaikan renungan pada perayaan yang sama; bolehlah disebut sebagai “spesialis Kamis Putih”.
·      Karena tahun lalu saya pernah menjelaskan sedikit tentang istilah “Kamis Putih”, maka tahun ini saya tidak akan mengulang memberikan penjelasan itu. Saudara/i boleh minta bantuan “mbah google” untuk menjelaskannya, atau “mbah Wikipedia”.
·      Secara eksplisit tidak ada referensi langsung dalam Alkitab yang memerintahkan kita untuk melaksanakan perayaan Kamis Putih ini. Saudara-saudari boleh mencarinya nanti dalam seluruh Alkitab, dan saya jamin tidak akan ada satu ayat pun yang dapat dijadikan sebagai pegangan langsung tentang perayaan Kamis Putih ini.
·      Namun, karena kita di kampus ini tidak belajar teologi dengan pendekatan ayatiah, itu sebabnya kita boleh saja melaksanakan suatu perayaan gerejani, dhi Kamis Putih, lebih dari sisi maknanya. Karena itu, kita juga (terutama yang sedang Pra-PPL) tidak harus memaksakan diri untuk mencari dan menunjukkan ayat-ayat tertentu yang melegitimasi perayaan ini. Lagipula, orang-orang yang ayatiah, dengan kecenderungan hanya mencari ayat-ayat tertentu untuk mendukung gagasan teologinya, belum tentu lebih teologis. Kalau pun kedengarannya sangat teologis, maka tidak lebih sebagai “teologi ayatiah”. Sebaliknya, ketidaksetujuan terhadap “teologi ayatiah” tidak menjadi alasan untuk membenarkan ketidaktahuan atau ketidakmauan mendalami ayat-ayat Alkitab. Karena itu, kita merayakan Kamis Putih secara teologis, bukan secara ayatiah.
·      Secara tradisional dan historis, Kamis Putih mengingatkan kita pada berbagai peristiwa dimana Yesus mendekati masa-masa kematian-Nya. Peristiwa dimaksud antara lain: perempuan yang meminyaki Yesus dengan parfum dari buli-buli dan mengusapnya dengan rambutnya, perjamuan malam/terakhir yang dilakukan Yesus, pembasuhan kaki para murid oleh Yesus, dan pengkhianatan yang akan dilakukan oleh Yudas dan Petrus terhadap Yesus.
·      Kisah pendakwaan dan penghakiman Yesus dalam injil Yohanes ini memang terkesan dramatis. Ia menggambarkan orang Yahudi, terutama para pemimpin agama Yahudi sebagai kelompok yang telah dikuasai oleh rasa benci yang luar biasa kepada Yesus, yang menurut mereka Yesus pantas dihukum mati. Namun, orang-orang Yahudi ini menyadari bahwa mereka tidak memiliki wewenang untuk memutuskan hukuman mati bagi seseorang karena mereka masih berada di bawah penjajahan kekaisaran Romawi pada waktu itu. Pejabat Romawi-lah yang memiliki wewenang untuk itu, dalam hal ini yang paling memungkinkan adalah Pilatus.
·      Sementara itu Pilatus digambarkan sebagai seorang pemimpin yang tidak mampu mengambil keputusan tegas dan benar, pemimpin yang pada akhirnya menyerah pada keinginan orang-orang yang telah dikuasai kebencian tadi.
·      Pilatus sebenarnya menemukan bahwa Yesus tidak melakukan sesuatu masalah. Pilatus juga tahu bahwa kota Yerusalem pada saat-saat Yesus dihakimi itu penuh dengan para peziarah yang dating ke perayaan paskah (Yahudi). Tidak bisa dipungkiri juga bahwa banyak peziarah itu yang ingin tahu tentang Yesus (Yoh. 12:20-21), dan bertanya-tanya apakah Yesus merupakan Mesias (Yoh. 7:40-44; Luk. 24:15-21). Sementara itu, perhatian dan tugas utama Pilatus adalah menjaga perdamaian dan menghasilkan sesuatu yang baik bagi Roma. Dia sudah mencoba untuk melewati para pemimpin Yahudi dan langsung mengatakan kepada orang banyak bahwa Yesus akan dibebaskan sebagai hadiah bagi mereka, namun tidak berhasil (Mrk. 15:8-11). Bahkan istrinya pun pernah mengingatkan dia untuk membebaskan Yesus karena mimpi buruknya (Mati. 27:19).
·      Ketakutan Pilatus kepada orang-orang Yahudi sebenarnya cukup beralasan. Sebelumnya, dia dan tentaranya pernah datang ke kota Yerusalem dengan membawa panji-panji yang di pucuknya ada patung kecil setengah badan dari kaisar yang memerintah, suatu panji dan patung yang sangat dilarang dalam agama Yahudi. Pilatus tidak mau tahu tentang itu, sehingga orang-orang Yahudi kemudian berjuang habis-habisan supaya dia tidak lagi mengulangi kesalahan itu. Walaupun dia pada awalnya mengancam orang-orang Yahudi, tetapi pada akhirnya dia menyerah pada orang-orang Yahudi yang tidak takut mati demi membela “kekudusan” kota Yerusalem mereka dari panji dan patung tadi.
·      Pilatus juga pernah mengambil uang korban persembahan di Bait Allah Yahudi untuk membiayai pembangunan saluran air yang baru. Dengan segala akal liciknya, Pilatus melakukan pembunuhan massal terhadap orang Yahudi yang tidak setuju dengan pemakaian uang korban persembahan ini. Pilatus memang sangat kejam, namun kaisar Tiberius pada waktu itu memerintahkannya untuk mengembalikan uang korban tersebut. Terakhir, Pilatus pernah membuatkan perisai dimana nama kaisar Tiberius diukir pada perisai itu, dan dia meminta semua orang memandang sang kaisar sebagai allah. Tentu hal ini tidak disetujui oleh orang-orang Yahudi, sehingga mereka pada akhirnya melaporkan Pilatus kepada kaisar tentang tingkah laku Pilatus ini, dan kaisar pun memerintahkan Pilatus untuk menyingkirkan barang-barang dengan ukiran kaisar tersebut di tengah-tengah bangsa Yahudi. Jadi, jelaslah mengapa Pilatus tidak mungkin tegas terhadap orang Yahudi lagi ketika mereka membawa Yesus kepadanya untuk dijatuhi hukuman mati. Dia tidak mau dirinya dilaporkan lagi kepada kaisar; laporan berikutnya mungkin akan berkonsekuensi pada pemecatan dirinya oleh kaisar.
·      Pilatus sebenarnya tahu kalau Yesus tidak melakukan kesalahan seperti yang dituduhkan orang-orang Yahudi itu, itu sebabnya dia berusaha menenangkan mereka dengan tujuan membebaskan Yesus nantinya. Pada saat yang sama dia menunjukkan arogansinya ketika dia mengatakan kepada Yesus bahwa dia memiliki kuasa untuk membebaskan atau menyalibkan Yesus (19:10), padahal Yesus memiliki kuasa yang jauh lebih dari kuasa yang dimilikinya itu. Lagipula, ada satu kebiasaan menjelang paskah Yahudi, yaitu pembebasan bagi penjahat yang telah dipenjara, dan Pilatus hendak memakai kesempatan itu untuk membebaskan Yesus. Sayang sekali, orang-orang Yahudi tidak setuju, dan mereka meminta Pilatus untuk segera memutuskan penyaliban Yesus. Pada akhirnya, Pilatus merasa tidak berdaya menghadapi tuntutan orang banyak itu, sehingga dia menyerahkan Yesus kepada mereka untuk disalibkan.
·      Lihatlah betapa beberapa pihak “terseret” sedemikian rupa dalam upaya pendakwaan, penghakiman, dan pembunuhan Yesus. Tidak mengherankankan kalau bahasa-bahasanya pun sedikit lebih provokatif. Film Yesus berjudul “The Passion of Jesus” pun lebih berlatar injil Yohanes ini.
·      William Barclay melihat kisah ini dengan menyoroti masing-masing pihak yang terlibat dalam peristiwa pendakwaan, penghakiman, dan pembunuhan Yesus. Barclay sendiri sedikit “marah” menjelaskan masing-masing pihak dalam teks ini, baik orang-orang Yahudi maupun Pilatus.
·      Walaupun saya memang melihat teks ini telah didramatisasi sedemikian rupa, namun kita harus hati-hati menilai masing-masing pihak tadi, supaya tidak memaksakan diri untuk “menghakimi” mereka atas nama pembelaan terhadap Yesus. Saya juga tidak mengajak kita untuk membela orang-orang Yahudi dan Pilatus sebagai pihak yang semestinya mendapat ucapan terima kasih karena mereka telah menjadi alat bagi penggenapan nubuatan nabi-nabi dalam PL bahwa sang Mesias harus mengalami penderitaan, mati dan bangkit. Saya kira, penulis Injil Yohanes pun tidak bertendensi seperti itu.
·      Saudara/i, “Lihatlah Manusia itu!”, demikian kata Pilatus di ayat 5. Behold the Man,pandanglah Manusia itu! Berbagai reaksi pun muncul!
·      Malam ini kita pun diajak untuk “Melihat/Memandang Sang Manusia itu,” melihat/memandang pada Yesus yang harus menjalani semua peristiwa yang tidak seharusnya Dia jalani. Bagaimana reaksi kita?
·      Bagaimana saudara-saudari mahasiswa “memandang Yesus” dalam kehidupan sehari-hari sebagai mahasiswa teologi?
·      Bagaimana ibu/bapak staf/pegawai/dosen “memandang Yesus” dalam aktifitas kesehariannya?
·      Atau, jangan-jangan kita pun masih belum “memandang Yesus” sama sekali, atau malah sedang sibuk memandang “Yesus-Yesus” yang lain.
·      Lihatlah Manusia itu! Apa reaksimu?


[1] Renungan Ibadah Kamis Putih STT BNKP Sundermann, 16 April 2014

No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...