UPAYA PENANGGULANGAN BAHAYA NARKOBA: PERSPEKTIF KRISTEN[1]
(Oleh: Pdt. Alokasih Gulö, S.Th., M.Si)[2]
Pengantar: Realitas Bahaya Narkoba
Kita sedang berada di era globalisasi, suatu masa dimana dunia kita semakin terbuka sehingga semakin lama semakin menjadi seperti sebuah “desa kecil” (small village) atau “desa global” (global village). Pada satu sisi perkembangan yang seperti ini menjadi peluang bagi kita, khususnya di bidang pendidikan, untuk memanfaatkan segala sumber daya, potensi dan kemudahan yang ada untuk kemajuan bersama, namun pada sisi lain dunia yang seperti ini akan menjadi ancaman serius karena persoalan yang kita hadapi akan menjadi lebih luas dan kompleks/rumit. Salah satu ancaman serius dimaksud adalah semakin meningkatnya peredaran dan penyalahgunaan Narkotika dan Obat-obat Terlarang (NARKOBA). Hasil Survei Badan Narkotika Nasional (BNN) yang dipublikasikan pada bulan Pebruari 2015 menunjukkan perkiraan jumlah penyalahgunaan Narkoba di Indonesia tahun 2015, lebih dari 4 (empat) juta, sebagian besar berada pada usia 10-59 tahun (siswa/i SMP berada pada usia ini).[3]Kondisi ini berpotensi merusak generasi muda bangsa kita, sehingga sangat dipahami kalau Presiden RI menegaskan bahwa Indonesia saat ini berada dalam keadaan “Darurat Narkoba”.
Saya tidak akan mengulas banyak data dan ancaman/dampak buruk dari Narkoba, termasuk konsekuensi hukum pidana terhadap pengedaran dan pernyalahgunaannya, sebab hal itu lebih tepat dikaji secara mendalam di bidang medis dan penegakan hukum (kepolisian). Pertanyaan yang mau saya ajukan sekarang adalah bagaimana kekristenan menanggapi ancaman serius Narkoba ini? Apakah cukup hanya berdoa saja sambil berharap Tuhan sendiri datang untuk mengatasinya? Apakah cukup dengan hanya mengkritik pemerintah karena dianggap belum bekerja maksimal untuk mengatasinya? Saya kira tidak cukup kalau hanya dengan cara yang seperti itu! Kita harus berbuat sesuatu yang lebih real untuk menyelamatkan generasi muda bangsa ini dari kehancuran karena penyalahgunaan Narkoba.
Apa Kata Alkitab tentang Narkoba?
Apabila kita membaca seluruh isi Alkitab, maka kita tidak akan menemukan satu ayat pun yang menjelaskan secara eksplisit tentang penyalahgunaan Narkoba. Itulah sebabnya saya tidak serta merta mengacu hanya pada satu kitab/pasal/ayat tertentu dalam Alkitab untuk membahas secara langsung Narkoba ini. Terlalu naif juga apabila mengaitkan secara langsung isu tentang Narkoba ini dengan “dosa” seperti biasa dilakukan oleh beberapa orang tertentu, sebab tidak ada tulisan dalam Alkitab yang menyebutkan secara gamblang masalah Narkoba sebagai dosa. Namun secara implisit ada beberapa bagian dalam Alkitab yang dapat menolong kita untuk memahami dan mengatasi persoalan sehubungan dengan Narkoba ini. Beberapa bagian Alkitab berikut mencoba menyoroti masalah Narkoba sebagai sesuatu yang merusak – merusak diri sendiri, merusak keluarga, merusak sekolah, merusak masyarakat, merusak bangsa dan negara, menghancurkan generasi muda kita. Poin 1 – 3 lebih fokus pada siswa/i, dan poin 4 – 5 lebih fokus pada penyelenggara pendidikan termasuk orangtua siswa.
1. Halal belum tentu Berguna (1 Korintus 6:12)
Mencari-cari alasan untuk membenarkan kebiasaan atau tindakan tertentu terjadi sejak zaman dulu sampai sekarang. Kecenderungan ini semakin menguat seiring dengan era globalisasi yang memberi kebebasan yang lebih luas bagi manusia, termasuk kebebasan untuk melakukan tindakan yang dapat mendatangkan kesenangan bagi dirinya sendiri. Perhatikan misalnya anak-anak sekolah yang tidak mau terikat dengan suatu peraturan tertentu, karena dianggap membatasi kebebasan mereka. Ternyata, Rasul Paulus memahami kecenderungan manusia untuk berbuat menurut kehendak hatinya tersebut. Oleh sebab itu, Paulus memberikan nasihat bagi kita dalam 1 Korintus 6:12, “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun”. Manusia, terutama siswa/i SMP, sah-sah saja melakukan segala sesuatu yang dianggap halal, termasuk terlibat dalam kasus Narkoba; namun pertanyaannya ialah apakah gunanya bagi kita untuk berbuat seperti itu? Benar bahwa manusia berusaha hidup dalam kebebasan, tetapi ketika manusia itu berbuat sesuatu yang tidak berguna, apalagi hal-hal yang merusak diri sendiri dengan Narkoba, maka sesungguhnya manusia itu sedang menjadikan dirinya sebagai hamba/budak dari Narkoba itu. Betapa menyedihkan kehidupan manusia yang seperti itu!
2. Perlunya Menjaga Pergaulan (1 Korintus 15:33)
Mengacu pada Laporan Survei BNN seperti disebutkan sebelumnya, maka salah satu tempat yang paling sering dipakai untuk menggunakan Narkoba adalah di rumah teman (63%).[4] Data ini mengindikasikan bahwa peredaran dan penyalahgunaan Narkoba paling sering terjadi melalui jalur “pergaulan/persahabatan”. Generasi sekarang memang “takut” dianggap “kuper” (kurang pergaulan), seterusnya “takut” dianggap tidak “gaul” apabila tidak mencoba sesuatu yang baru, termasuk mengkonsumsi Narkoba. Karena itu, kita belajar lagi dari nasihat Rasul Paulus dalam 1 Korintus 15:33, “Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik”. Boleh-boleh saja siswa bergaul dengan siapa pun dan dengan banyak orang, namun harus diikuti pula dengan upaya untuk menyaring (filter) cara pergaulan itu sendiri, termasuk menyaring orang-orang (teman-teman) yang dianggap sebagai sahabat. Ada ungkapan terkenal orang tua kita di Nias, “Fao ita ba zatuatua ba atuatua ita, fao ita ba zowöhöwöhö ba owöhöwöhö göi ita”. Kalau teman atau sesama kita sudah mulai mengajak kita untuk melakukan sesuatu yang dapat merusak diri sendiri dengan mencoba-coba “Narkoba”, maka lebih baik “putus hubungan” dengan dia. Adalah lebih baik dianggap “kuper” namun selamat, daripada dianggap “gaul” tetapi hancur-hancuran.
3. Pegang yang Baik – Jauhi Kejahatan (1 Tesalonika 5:21-22)
Melanjutkan poin 2 di atas, salah satu kecenderungan generasi muda sekarang ialah mencoba segala sesuatu yang dianggap baru, mencoba sesuatu yang dianggap “menantang”, apalagi kalau diilhami dengan filosofi “trial and error”. Itulah sebabnya banyak siswa/i yang terjerumus dalam penyalahgunaan Narkoba ini pada awalnya hanya “mencoba-coba”, mencoba satu kali, dua kali, tiga kali, lagi ... lagi ... lagi ... ..., akhirnya menjadi “gila” kalau tidak mengkonsumsinya; itulah yang disebut dengan “kecanduan Narkoba”. Maka, penting sekali merenungkan wejangan orang tua kita dengan ungkapan: “Ha Fangago Mböröta Wamelai”. Wejangan ini sejalan dengan perkataan Rasul Paulus dalam 1 Tesalonika 5:21-22, “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik. Jauhkanlah dirimu dari segala jenis kejahatan”. Lebih baik mencoba sesuatu yang baik daripada mencoba yang jahat/buruk, sebab “seburuk-buruknya yang baik tetap baik, dan sebaik-baiknya yang jahat/buruk tetap jahat/buruk”.
4. Mendidik Orang Muda – Menyelamatkan Generasi Berikutnya (Amsal 22:6)
Mendidik memiliki makna yang sangat dalam, bukan sekadar mengajar. Mengajar seringkali hanya sampai pada level kognitif, sedangkan mendidik dapat mencapai level afektif bahkan psikomotorik. Kalau kita mau menyelamatkan generasi berikutnya, maka kita harus mendidik mereka dengan baik, apalagi siswa/i berada pada masa-masa pencarian identitas diri, masih labil, sehingga membutuhkan pendampingan serius dari pihak-pihak terkait. Karena itu, penulis kitab amsal berkata: “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu” (Amsal 22:6). Ini adalah tugas dan tanggung jawab pengelola dan penyelenggara pendidikan, mendidik siswa/i bukan sekadar mengajar, mendidik mereka dengan memberikan teladan yang baik. Ungkapan Nias berkata: “Mamahaö Daromali, Mango’ou Dumaduma”. Tentu, pekerjaan “mendidik” ini bukan hanya tugas dan tanggung jawab Bapak/Ibu Guru di sekolah ini, namun terutama tugas dan tanggung jawab orangtua dalam keluarga. Pendidikan yang baik dalam keluarga sangat ampuh dalam membentengi siswa/i dari pengaruh Narkoba. Oleh karena itu, sekolah ini sebaiknya melaksanakan diskusi rutin dengan orangtua siswa dalam upaya menanggulangi bahaya Narkoba, apalagi masih banyak orangtua siswa yang tidak memahami masalah Narkoba ini.
5. Abölö Sökhi Tarörö Ira ba Zi Sökhi moroi Arörö Ira ba Zi Lö Sökhi
Dalam faktanya, banyak juga orang terjerumus dalam penyalahgunaan Narkoba ini karena memiliki kesempatan untuk itu. Saya teringat dengan “Pesan Bang Napi” di acara salah satu TV swasta di Indonesia, bahwa kejahatan itu terjadi bukan hanya karena niat penjahatnya, melainkan juga karena ada kesempatan untuk berbuat jahat. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa siswa/i berada pada masa-masa pencarian identitas diri, cenderung mencoba sesuatu yang baru, tidak mau dibatasi dengan suatu aturan tertentu, menginginkan kebebasan, suka dengan pergerakan yang dinamis (mobile-generation), maka strategi pembelajaran pun harus berubah dari model tradisional ke model yang lebih melibatkan siswa, atau biasa disebut dengan istilah SCL (Student Center Learning). Kita harus berupaya menjauhkan siswa dari kesempatan berbuat yang salah, meminimalkan kesempatan mereka untuk terlibat dalam pengedaran dan penyalahgunaan Narkoba, dengan cara misalnya pembelajaran yang lebih kreatif, kegiatan-kegiatan yang lebih positif, baik selama berada di sekolah maupun ketika mereka dalam perjalanan pulang, bahkan ketika mereka berada di tempat masing-masing. Ada ungkapan yang sering saya sampaikan dalam bahasa Nias: “Abölö sökhi tarörö ira ba zi sökhi moroi arörö ira ba zi lö sökhi”. Ungkapan ini sangatlah Alkitabiah, sebab mendorong kita untuk mengajak orang lain, dalam hal ini mengajak siswa/i ke hal-hal yang lebih konstruktif, sekaligus menjauhkan mereka dari tindakan yang destruktif.
Penutup: Jadilah Pembawa Berkat!
Dalam pandangan kekristenan, upaya penanggulangan bahaya Narkoba merupakan tugas dan tanggung jawab bersama. Kita tentu sangat membutuhkan doa, namun perlu diingat bahwa Tuhan mau mendatangkan mukjizat-Nya atas orang-orang yang telah berusaha dan bekerja keras. Tokoh reformasi gereja, Martin Luther, dengan penuh semangat menyerukan “Ora et Labora”, bekerja sambil berdoa. Artinya, doa dan kerja harus berjalan bersama. Dalam semangat doa, kita bekerja bersama-sama, bergandengan tangan untuk menanggulangi bahaya Narkoba tersebut, seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Semangat ini didorong oleh pemahaman teologis bahwa kekristenan hadir di dunia ini untuk menjadi berkat, yaitu membebaskan manusia dari segala sesuatu yang dapat merusak kehidupan. Jadilah Pembawa Berkat!
[1] Disampaikan pada Penyuluhan Bahaya Narkoba bagi Siswa/i SMP Negeri 1 Gido, Hiliweto, 29 September 2015.
[2] Pendeta BNKP, melayani sebagai Dosen di STT BNKP Sundermann, Gunungsitoli.
[3] Tim, Laporan Akhir Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba Tahun Anggaran 2014(Jakarta: BNN, 2015), 16.
[4] Ibid., 23.