Sunday, September 13, 2015

Allah datang Membalikkan Keadaan Umat-Nya (Yesaya 35:4-7a)

Bahan Khotbah Minggu, 6 September 2015
Pdt. Alokasih Gulo, M.Si[1]

35:4   Katakanlah kepada orang-orang yang tawar hati: “Kuatkanlah hati, janganlah takut! Lihatlah, Allahmu akan datang dengan pembalasan dan dengan ganjaran Allah. Ia sendiri datang menyelamatkan kamu!”
35:5   Pada waktu itu mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga orang-orang tuli akan dibuka.
35:6   Pada waktu itu orang lumpuh akan melompat seperti rusa, dan mulut orang bisu akan bersorak-sorai; sebab mata air memancar di padang gurun, dan sungai di padang belantara;
35:7   tanah pasir yang hangat akan menjadi kolam, dan tanah kersang menjadi sumber-sumber air; di tempat serigala berbaring akan tumbuh tebu dan pandan.

Pernahkah Anda berada dalam kesulitan? Pernahkan berada dalam situasi yang tidak jelas, dihantui oleh perasaan takut? Dihantui oleh kekuatiran? Kecemasan? ... Adakah yang mau terus menerus berada dalam situasi itu? Saya percaya tidak ada. Ketika kita berada dalam kesulitan, situasi tidak jelas, berada dalam ketakutan, kekuatiran dan kecemasan, kita tentunya merindukan pertolongan, penyelesaian, dan menemukan jalan keluar.

Hal yang sama juga dialami oleh bangsa Israel pada zaman nabi Yesaya, terutama umat Yehuda, yang adalah umat pilihan Tuhan. Mereka berada dalam situasi sulit, sangat sulit, hingg nabi Yesaya menggambarkan situasi mereka ini seperti situasi di padang gurun atau padang pasir (tanö simate), tempat yang tidak ada airnya, tidak ada makanan, tidak ada sumber kehidupan, penuh dengan ancaman, dan tiada pengharapan. Mengapa nabi Yesaya menggambarkan situasi mereka seperti ini?

Sdra/i, pada waktu bangsa Israel, terutama umat Yehuda, sedang menghadapi ancaman berat dari luar dan dari dalam negeri. Dari luar, mereka berada dalam ancaman bangsa-bangsa lain, terutama ancaman dari tentara-tentara Asyur yang pada waktu itu sangat kuat. Beberapa bangsa lain pun berkoalisi untuk melawan bangsa Asyur ini, termasuk Israel Utara, namun Israel Selatan (Yehuda) tidak mau ikut dalam koalisi tersebut. Akibatnya, bangsa Yehuda ini diserang balik oleh koalisi yang di dalamnya ada saudaranya sendiri yaitu Israel Utara. Bangsa Yehuda merasa tidak berdaya, sehingga mereka meminta bantuan dari bangsa Asyur tadi, tetapi dengan konsekuensi mereka harus membayar “upeti” (beo) kepada raja Asyur. Awal-awalnya mereka mampu membayar itu, tetapi  beberapa waktu kemudian mereka tidak membayarnya lagi. Akibatnya, raja Asyur sangat marah, dan dia mengirim tentara-tentaranya yang sangat kuat untuk menyerang Yehuda tadi (Ibarat ungkapan: sebaik-baiknya harimau, tetap harimau; fa’asökhisökhi harimo, ha sambalö harimo, i’a zifahuwu khönia na olofo ia). Nah, lagi-lagi bangsa Yehuda meminta pertolongan kepada bangsa lain, yaitu kepada bangsa Mesir. Tindakan mereka ini sangat melukai hati Tuhan, sebab Allah sendiri telah membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir, dan sekarang mereka kembali meminta bantuan dari bangsa Mesir itu. Sangat menyakitkan hati Tuhan. Itulah sebabnya mereka kemudian dihukum oleh Tuhan, menyerahkan mereka dalam ketakutan, kecemasan, dan kekuatiran yang tiada henti pada waktu itu, dan itulah akibat dari dosa mereka, akibat mereka menaruh pengharapan pada manusia, bukan pada Tuhan.

Dari dalam, mereka hidup dalam dosa, kecurangan/korupsi terjadi di mana-mana dan tidak peduli dengan Allah. Mereka seolah-olah sudah melupakan betapa pada zaman dahulu Tuhan Allah telah membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir, menyertai mereka dalam perjalanan hingga memberikan mereka tanah perjanjian. Namun, sekarang para pemimpin bangsa itu telah sepenuhnya korupsi. Para imam juga mengajak umat Tuhan untuk percaya kepada para peramal/dukun, dan beribadah kepada berhala untuk memperoleh kekayaan, dan tidak membawa umat Tuhan ke dalam kehadiran Allah yang begitu indah dimana Allah memberkati umat-Nya. Para nabi juga bernubuat hanya untuk menyenangkan hati pendengarnya, dan para hakim (penegak hukum) memakan suap untuk membelokkan hukum pada waktu itu dimana mereka membenarkan yang salah dan menghukum yang tidak bersalah. Intinya, Israel, terutama Yehuda, telah menjadi tanah yang penuh dengan ketidakadilan, penuh dengan penyembahan berhala, penuh dengan kepalsuan, penuh dengan kecongkakan/keangkuhan, dan akhirnya diliputi dengan kecemasan, kekuatiran, ketidakpastian, dan ketakutan yang luar biasa.

Dalam situasi mencekam seperti itulah nabi Yesaya memberitakan suatu kepastian dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Allah sendiri datang menyelamatkan umat-Nya, tödötödö Nama sa’atö ba ndraono-Nia. Tuhan akan datang, dan Yesaya mengajak umat Yehuda, mengajak kita semua untuk memandang Allah, sebab Allah akan datang untuk melakukan pembalasan atas mereka yang jahat dan membebaskan umat yang dikasihi-Nya. (ay. 3-4). Artinya, Tuhan Allah sendiri datang untuk membalikkan keadaan umat-Nya, dari situasi mencekam ke situasi yang menggembirakan; bahkan kelemahan umat-Nya akan segera diakhiri, “Pada waktu itu mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga orang-orang tuli akan dibuka ...” (ay. 5-6b). Lebih menggembirakan lagi, ketika Allah datang menyelamatkan umat-Nya, maka di dalam kecemasan dan kuasa kematian yang selama ini menghantui kehidupan mereka, justru muncul sumber kehidupan. Mata air menyembur di padang gurun yang notabenenya tidak memiliki air, pertanda akan datangnya pertolongan dan berkat dari Tuhan; tempat yang tadinya gersang dan terpencil di mana hanya hidup serigala akan menjadi subut kembali dan dipenuhi oleh rumput (ay. 6c-7). Inilah pembalikkan keadaan dan transformasi bagi umat Tuhan.

Sdra/i, gambaran kehidupan bangsa Israel tadi nampaknya dapat kita temukan dalam kehidupan kita dewasa ini. Umat Tuhan mengalami masa-masa sulit; ada banyak ancaman dari luar diri umat Tuhan (gereja). Dari waktu ke waktu jumlah orang Kristen yang sungguh-sungguh percaya dan hidup dalam Kristus semakin berkurang, dan banyak yang memilih untuk berpindah kepercayaan dan atau memilih untuk ke tempat-tempat lain untuk mencari kesenangan diri sendiri. Dari waktu ke waktu, semakin banyak orang Kristen yang datang beribadah hanya untuk menyenangkan diri sendiri, dan bahkan zaman sekarang sudah ada gereja-gereja yang menawarkan ibadah “bersenang-senang”, yang penting “happy”, dan banyak orang datang ke ibadah-ibadah semacam itu. Kita juga masih terus menyaksikan betapa orang-orang yang percaya kepada Kristus mengalami penganiayaan di berbagai tempat, apalagi dengan ancaman dari ISIS. Di luar gereja, ada banyak tawaran yang hanya untuk menyenangkan diri manusia, tidak peduli apakah salah atau tidak.

Ancaman yang jauh lebih besar justru berasal dari dalam diri kita masing-masing, dari dalam gereja. Banyak umat Tuhan yang tercatat sebagai orang Kristen, namun seringkali mengkhianati Tuhan dengan tidak menaruh pengharapan kepada-Nya. Banyak orang Kristen yang mengalami kekeringan spiritual, dan menghabiskan waktu dan energi untuk hingar-bingar dunia ini. Berbagai kesulitan juga menghantui kehidupan kita. Isu gempa bumi dahsyat dan tsunami masih menjadi momok di tengah-tengah masyarakat sampai hari ini. Harga barang kebutuhan yang sulit terjangkau, sementara harga komoditas lokal (terutama karet) tidak menggembirakan, korupsi terjadi di mana-mana dengan berbagai modus, rupiah yang masih loyo, belum lagi ancaman penyakit yang akhir-akhir ini sering membuat kita terkejut ketika mendengar bahwa orang ini dan itu telah meninggal dunia karena suatu penyakit. Masih banyak lagi, intinya kita juga sedang hidup dalam ketidakpastian, ketidakjelasan, kekuatiran dan ketakutan.

Maka, tidak mengherankan kalau kita sekarang seolah-olah sedang berada di tengah-tengah padang gurun dimana kehidupan kita saat ini dan masa depan sangat berbahaya. Kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan, tidak berdaya menghadapi situasi sulit itu; persoalannya adalah bahwa banyak orang yang tidak kembali kepada jalan Tuhan, justru menyerahkan diri dan kehidupan kepada keprcayaan dan harapan lain.

Namun, sekarang Tuhan Allah melakukan transformasi. Disebutkan tadi bahwa Tuhan akan memunculkan mata air di tengah-tengah pada gurun yang notabenenya tidak berair. Apa artinya? Yaitu bahwa sukacita akan datang lagi, sebab Allah sendiri yang mendatangkannya, dalam situasi yang sangat sulit pun Tuhan pasti mampu mendatangkan pertolongan dan penyelamatan bagi umat-Nya.


[1] Bahan Khotbah Minggu, 06-09-2016, Jemaat BNKP Denninger (08.00) dan Jemaat BNKP Hermon Lölömoyo (10.00), Pdt. Alokasih Gulö, M.Si

No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...