Rancangan Khotbah Minggu, 18 Juni 2017
Oleh: Pdt. Alokasih Gulo, M.Si[1]
19:2 Setelah mereka berangkat dari Rafidim, tibalah mereka di padang gurun Sinai, lalu mereka berkemah di padang gurun; orang Israel berkemah di sana di depan gunung itu.
19:3 Lalu naiklah Musa menghadap Allah, dan TUHAN berseru dari gunung itu kepadanya: "Beginilah kaukatakan kepada keturunan Yakub dan kauberitakan kepada orang Israel:
19:4 Kamu sendiri telah melihat apa yang Kulakukan kepada orang Mesir, dan bagaimana Aku telah mendukung kamu di atas sayap rajawali dan membawa kamu kepada-Ku.
19:5 Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi.
19:6 Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus kaukatakan kepada orang Israel."
19:7 Lalu datanglah Musa dan memanggil para tua-tua bangsa itu dan membawa ke depan mereka segala firman yang diperintahkan TUHAN kepadanya.
19:8 Seluruh bangsa itu menjawab bersama-sama: "Segala yang difirmankan TUHAN akan kami lakukan."
Setelah cukup lama (3 bulan, 19:1) berjalan keluar dari tanah Mesir, mereka pun tiba di gunung Sinai. Perjalanan mereka yang cukup panjang itu amat melelahkan, apalagi harus mencapai gunung Sinai yang secara geografis lumayan sulit. Di depan gunung itulah mereka berhenti dan berkemah, sebab tidak lama lagi TUHAN akan menyatakan hukum-hukum-Nya kepada mereka (lih. Kel. 20).
Keberhasilan mereka menempuh perjalanan 3 bulan di padang gurun yang amat sulit itu, hingga tiba di gunung Sinai memang amatlah menakjubkan. Hal itulah yang hendak disampaikan oleh TUHAN melalui Musa kepada mereka, bahwa semuanya itu adalah pertolongan dan penyertaan TUHAN saja, bukan kekuatan mereka.
Pertanyaannya ialah bagaimana Allah menolong dan menyertai mereka hingga di gunung Sinai tersebut? Menurut teks khotbah hari ini, paling tidak ada dua (2) tindakan Allah yang luar biasa sehingga orang Israel mampu menempuh perjalanan amat lama dan panjang itu hingga di gunung Sinai, yaitu dengan “menghancurkan” kekuatan Mesir yang berkuasa pada waktu itu, dan dengan menguatkan orang Israel mencapai gunung Sinai (ay. 4). Kedua tindakan Allah inilah yang harus selalu diingat oleh bangsa Israel.
Pertama,
“Kamu sendiri telah melihat apa yang Kulakukan kepada orang Mesir” (ay. 4a). Mesir adalah salah satu kekuatan besar pada zaman dulu, dan hampir tidak ada bangsa yang mampu melawannya, termasuk Israel yang pada waktu itu masih “ngos-ngosan” memperjuangkan kebebasan dan kehidupannya. Itulah sebabnya Mesir pada zaman kejayaannya itu merasa berada di atas angin, jumawa, dan menganggap diri sebagai yang terhebat tanpa tanding, sehingga mereka pun bertindak angkuh terhadap orang lain, dalam hal ini kepada bangsa Israel (bnd. Kel. 18:11). Namun, ternyata di hadapan TUHAN Allah, bangsa besar itu, Mesir, tidak bisa berbuat banyak, mereka takluk dan tunduk.
Apa yang sudah dilakukan oleh TUHAN kepada orang Mesir? Di antaranya: memaksa Firaun dan bangsa Mesir untuk membebaskan orang Israel dari perbudakan dengan berbagai tanda/tulah dan puncaknya adalah kematian seluruh anak sulung di Mesir; menghancurkan pasukan perang Mesir ketika mereka mengejar orang Israel dengan menenggelamkan mereka di laut dekat Pi-Hahirot di depan Baal-Zefon (lih. Kel. 14). Itulah yang dilakukan oleh TUHAN Allah kepada bangsa Mesir yang menindas orang lemah dengan congkaknya.
Pada satu sisi, perkataan ini hendak menegaskan penyertaan TUHAN bagi umat-Nya, bahwa tidak ada satu bangsa pun yang dapat menghancurkan mereka, Ia selalu melindungi umat-Nya yang lemah. Pada sisi lain, perkataan ini sekaligus peringatan kepada siapa pun, termasuk bangsa Israel sendiri, agar jangan sekali-sekali berlaku seperti bangsa Mesir dalam kecongkakan mereka dan dalam penindasan yang mereka lakukan kepada kaum yang lemah. Penegasan dan peringatan ini penting bagi bangsa Israel, terutama setelah di kemudian hari mereka menjadi bangsa besar di tanah perjanjian, agar mereka tetap mengingat bahwa keberadaan, keberhasilan, dan kejayaan yang mereka capai adalah berkat pertolongan TUHAN semata, dan tidak boleh menggunakan “kejayaan dan kekuasaan” itu untuk menindas orang lain.
Kedua,
“Aku telah mendukung kamu di atas sayap rajawali” (ay. 4b). Di sini pertolongan TUHAN atas orang Israel digambaran dengan metafora yang cukup menarik. Dia membawa (mendukung) mereka di atas sayap burung rajawali. Dalam Ulangan 32:11, digambarkan bahwa burung rajawali mengajar anak-anaknya terbang dengan “melemparkan” mereka ke udara seolah-olah dibiarkan jatuh tetapi sesungguhnya dia tetap mengawasi anak-anaknya itu dan dengan cepat menangkap dan menyelamatkan mereka ketika anak-anak tersebut berada dalam bahaya. Demikianlah gambaran TUHAN itu, selalu membimbing mereka dengan segala cara-Nya, namun tetap melindungi dan menyelamatkan mereka.
Selain itu, di dunia kuno, burung rajawali dianggap memiliki kemampuan supranatural untuk terbang dengan mudah dari bumi ke langit (bnd. Ams. 23:5; 30:19), dan mampu membuat sarangnya di tempat yang amat tinggi (Ay. 39:27-30). Jadi, burung rajawali ini memang menguasai langit (raja terbang). Di dunia kuno juga, sayap burung rajawali seringkali dijadikan sebagai simbol untuk menggambarkan dewa dan manusia, entitas dan kekuasaan. Di Mesir sendiri burung rajawali ini menyimbolkan pengawasan ilahi dan perlindungannya yang supranatural atas Mesir, sementara dalam budaya Timur Tengah kuno merupakan tanda kehebatan kekuasaan, yang biasanya diberikan kepada dewa-dewi dan penguasa langit. Sehingga, gambaran ini hendak menunjukkan bahwa TUHAN dengan segala kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki-Nya, telah memberikan kemampuan dan kekuatan ekstra bagi bangsa Israel sehingga mereka dapat menempuh perjalanan panjang, lama, dan amat melelahkan itu bahkan dapat tiba di gunung Sinai. TUHAN Allah telah menunjukkan perlindungan dan bimbingan-Nya yang ajaib kepada umat kesayangan-Nya, bangsa Israel.
Berdasarkan pengalaman empiris itu, maka bangsa Israel haruslah menunjukkan ketaatan penuh kepada TUHAN Allah, dan harus tunduk di bawah bimbingan-Nya saja. Hal ini dipertegas secara eksplisit di ayat 5-6, yaitu apabila mereka ingin tetap bertahan hidup, ingin tetap menjadi harta kesayangan Allah, ingin menjadi kerajaan imam dan bangsa yang kudus bagi Allah, maka yang harus dilakukan adalah “sungguh-sungguh mendengarkan firman TUHAN dan berpegang pada perjanjian TUHAN” (ay. 5). Firman TUHAN dan perjanjian-Nya ini nanti semakin jelas di pasal 20. Pada akhirnya, bangsa itu menyatakan komitmen mereka: “Segala yang difirmankan TUHAN akan kami lakukan” (ay. 8a).
Apa kunci keberhasilan dalam hidup? Banyak sekali, tetapi kunci utama adalah bersungguh-sungguh mendengarkan firman TUHAN dan berpegang pada perjanjian-Nya. Segala kekuatan dan kekuasaan duniawi (seperti yang pernah dimiliki Mesir) tidak menjamin keberhasilan dalam hidup; sebaliknya kelemahan dan ketidakberdayaan menurut ukuran dunia ini, tidak otomatis membuat hidup kita gagal. Sikap yang mau tunduk dan taat kepada TUHAN, dengan "sungguh-sungguh mendengarkan firman-Nya dan berpegang pada perjanjian-Nya", serta menjalani kehidupan dengan penuh kerendahan hati, tidak congkak dan tidak menindas sesama, akan sangat menolong kita untuk menempuh perjalanan kehidupan ini dengan penuh kekuatan dan keberhasilan setiap saat.
[1] Khotbah Minggu, 18/06/2017, di BNKP Jemaat Fadoro Resort 1
No comments:
Post a Comment
Apa yang ada di pikiranmu?