Saturday, May 1, 2021

Biarlah Segala yang Bernafas Memuji TUHAN (Mazmur 150:1-6)

Bahan Khotbah Minggu, 02 Mei 2021
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo


1 Haleluya! Pujilah Allah dalam tempat kudus-Nya! Pujilah Dia dalam cakrawala-Nya yang kuat!
2 Pujilah Dia karena segala keperkasaan-Nya, pujilah Dia sesuai dengan kebesaran-Nya yang hebat!
3 Pujilah Dia dengan tiupan sangkakala, pujilah Dia dengan gambus dan kecapi!
4 Pujilah Dia dengan rebana dan tari-tarian, pujilah Dia dengan permainan kecapi dan seruling!
5 Pujilah Dia dengan ceracap yang berdenting, pujilah Dia dengan ceracap yang berdentang!
6 Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya!

Teks Mazmur ini hendak menjawab empat pertanyaan: di mana memuji TUHAN? (ay. 1), mengapa memuji TUHAN? (ay. 2), bagaimana memuji TUHAN? (ay. 3-5), siapa yang harus memuji TUHAN? (ay. 6).

Pertanyaan pertama: di mana memuji TUHAN? Ayat 1 menjawabnya: kita memuji TUHAN “dalam tempat kudus, dalam cakrawala TUHAN yang kuat”. Sekilas, pernyataan pemazmur ini terkesan membatasi ruang untuk memuji TUHAN, seolah-olah hanya dalam tempat kudus dan cakrawala TUHAN saja. Tetapi sebenarnya, mazmur ini tidak bermaksud untuk membatasi hanya pada suatu tempat tertentu, sebab pada dasarnya kita dapat memuji TUHAN di mana saja. Tempat kudus biasanya dihubungkan dengan Bait Allah (di bumi, tepatnya di Yerusalem), dan cakrawala dipahami ada di langit/surga. Bait Allah (tempat kudus) melambangkan kehadiran Allah di bumi, dan cakrawala (yang kuat) menandakan kehadiran Allah di langit/surga. Jadi, baik di bumi maupun di surga, TUHAN tetap dipuji. Dengan demikian, ayat ini mengajak setiap orang untuk memuji TUHAN di mana saja, di bumi maupun di langit.

Pertanyaan kedua: mengapa memuji TUHAN? Ayat 2 menjawabnya: kita memuji TUHAN “karena segala keperkasaan-Nya, karena kebesaran-Nya yang hebat!” Ini merupakan alasan kita memuji TUHAN, berpusat pada diri Allah itu sendiri, yaitu keperkasaan dan kebesaran-Nya. Pujian berarti mengakui kehebatan yang dipuji tersebut, tidak mungkin memuji orang yang tidak hebat, kecuali ada maksud tertentu. Segala kehebatan ada dalam diri TUHAN. Pemazmur menyebut kehebatan Allah itu sebagai keperkasaan dan kebesaran. Jadi, kalau kita memuji TUHAN, itu berarti kita mengakui kehebatan-Nya, kita mengakui keperkasaan dan kebesaran-Nya, baik di bumi maupun di surga. Dalam konteks pemazmur, yaitu konteks umat Israel, secara khusus pascapembuangan, keperkasaan dan kebesaran TUHAN terlihat dengan jelas ketika Allah membawa pulang mereka dari pembuangan ke tanah leluhur mereka, kembali ke kota idaman mereka, Yerusalem.

Setiap orang pun memiliki pengalaman sendiri akan keperkasaan dan kebesaran Allah dalam hidupnya. Ada yang mengalami pemulihan dari keterpurukan; ada yang mengalami kesembuhan dari penyakit; ada yang mendapatkan jalan keluar atas berbagai persoalan kehidupannya; ada yang mampu melewati masa-masa sulit dalam hidupnya; ada yang dapat mengikuti berbagai kegiatan sekolah, termasuk ujian, walaupun ada berbagai keterbatasan karena pandemi Covid-19; ada yang berdamai dalam keluarga; ada yang berdamai dengan orang yang dikasihinya; dan masih banyak lagi pengalaman kita akan keperkasaan dan kebesaran Allah. Atas dasar itulah kita patut memuji TUHAN di mana saja, di bumi maupun di surga. Memuji Tuhan berarti mengekspresikan ucapan syukur kita atas karya penyelamatan dan pemeliharaan TUHAN dalam hidup kita sampai hari ini. Setiap orang percaya telah mengalami penyelamatan dan pemeliharaan TUHAN, dengan demikian kita pun wajib memuji TUHAN.

Pertanyaan ketiga: bagaimana memuji TUHAN? Kita dapat menemukan jawaban dari pertanyaan ini di ayat 3-5, yaitu tentang cara memuji TUHAN. Lengkapnya ayat 3-5 berbunyi: “Pujilah Dia dengan tiupan sangkakala, pujilah Dia dengan gambus dan kecapi! Pujilah Dia dengan rebana dan tari-tarian, pujilah Dia dengan permainan kecapi dan seruling! Pujilah Dia dengan ceracap yang berdenting, pujilah Dia dengan ceracap yang berdentang!” Di sini umat Allah diajak untuk memuji TUHAN dengan memainkan alat musik tertentu dan disertai dengan tari-tarian. Berbagai alat musik yang disebutkan adalah: sangkakala (šôfār), gambus (nēvel), kecapi (kinnôr), permainan kecapi (minnîm), seruling (‘ûgāf), ceracap (tseltselîm), serta rebana (tôf) yang diaminkan bersamaan dengan tari-tarian (mākhôl).

Ada tiga kelompok alat musik yang disebutkan pemazmur di atas: (1) kelompok alat musik tiup (sangkakala dan seruling), (2) kelompok alat musik pukul atau tabuh (rebana dan ceracap), (3) kelompok alat musik berdawai (kecapi dan gambus).

Alat musik tiup, secara khusus sangkakala, biasanya digunakan pada perayaan pesta Pondok Daun (Mzm. 81:4), hari sabat, perayaan puasa keagamaan dan hari-hari pesta yang menyoraki Tuhan sebagai Raja (Mzm. 47:6; 98:6). Alat musik pukul/tabuh selalu digunakan untuk mengiringi ibadah pada pesta Israel (2Sam. 6:5,14; 1Taw. 16:5; 2Taw. 5:12; Neh. 12:27), biasanya dilakukan bersamaan dengan tari-tarian, secara khusus tarian memutar dan bernyanyi. Alat musik berdawai merupakan alat musik gesek yang digunakan untuk mengiringi nyanyian pribadi atau kelompok kecil (1.Sam.16:16; 2Sam.6:5; 1Taw.15:16). Berbagai alat musik tersebut digunakan untuk memuji TUHAN atau mengiringi nyanyian pujian, juga menggunakan gerak (tarian) dalam memuji TUHAN. Penggunaan berbagai alat musik tersebut hendak menggambarkan pujian sebagai sesuatu yang hidup dan bersemangat.

Tentu saja zaman terus berubah, alat-alat musik pun terus mengalami perkembangan hingga zaman kontemporer ini. Walaupun ada berbagai perbedaan jenis alat musik zaman dulu dengan zaman sekarang, tetapi intinya tetap sama, yaitu alat untuk memuji TUHAN, alat untu mengiringi nyanyian dan gerakan pujian kita kepada Allah yang terus menyelamatkan dan memelihara kita. Alat musik merupakan media yang dapat menolong kita untuk memuji TUHAN, dan kita tidak perlu memutlakkan salah satu jenis alat musik tertentu dalam pujian kita kepada Allah. Setiap zaman ada konteksnya, setiap tempat ada konteksnya, dan setiap konteks memiliki medianya sendiri untuk memuji TUHAN.

Pertanyaan keempat: siapa yang harus memuji TUHAN? Dengan cukup singkat pemazmur menegaskan bahwa yang harus memuji TUHAN adalah segala yang bernafas (ay. 6). Ini merupakan undangan kepada semua makhluk hidup untuk memuji TUHAN. Tentu saja, dalam konteks yang terbatas, undangan ini pertama-tama dan terutama ditujukan kepada umat Tuhan, kepada umat manusia, untuk memuji TUHAN. Hanya mereka yang bernafaslah yang dapat memuji TUHAN, oleh sebab itu kita harus memanfaatkan kesempatan hidup ini untuk memuji TUHAN, di bumi maupun di surga, dengan berbagai alat musik serta gerak tubuh kita masing-masing.


--- selamat berefleksi ---

1 comment:

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...