Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo
1 Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu.
2 Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.
3 Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera:
4 satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu,
5 satu Tuhan, satu iman, satu baptisan,
6 satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua.
7 Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus.
Panggilan utama orang-orang Kristen dalam teks ini adalah memelihara kesatuan roh. Para penerima surat harus “berusaha memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera” (4:3). Mereka harus memperlengkapi orang-orang kudus untuk pelayanan “sampai kita semua mencapai kesatuan iman dan pengetahuan tentang Anak Allah” (4:13). Penggunaan tujuh kali kata “satu” pada ayat 4-6, mengindikasikan pentingnya memelihara kesatuan jemaat. Puncaknya ialah bahwa dasar dari kesatuan dimaksud ada di dalam diri Allah sendiri (lih. ay. 6). Artinya, kesatuan jemaat mencerminkan keesaan Allah.
Kesatuan jemaat adalah cerminan dari karunia pendamaian Allah di dalam Kristus. Dalam Efesus psl 1-3, penulis surat Efesus telah menguraikan pendamaian antara orang Yahudi dan non Yahudi yang telah dilakukan Allah di dalam Kristus. Dengan kata lain, jemaat merupakan “satu kemanusiaan baru” yang diciptakan oleh Kristus. Pada pasal sebelumnya (3:9) ditegaskan bahwa Allah telah menyatukan dua kelompok yang berbeda di bawah satu rencana keselamatan di dalam Kristus. Baik orang Yahudi maupun non-Yahudi pernah hidup menurut daging (2:3), orang Yahudi dianggap “dekat” dengan Tuhan, sementara orang bukan Yahudi dianggap “jauh” (2:17). Tetapi, melalui Kristus, kedua kelompok ini bergabung bersama dan mendekat kepada Tuhan. Pesannya adalah bahwa kedua kelompok yang tadinya berseberangan ini disatukan di dalam dan melalui Kristus. Demikianlah kiranya jemaat Tuhan, memenuhi panggilannya untuk memelihara kesatuan jemaat di dalam satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa.
Baik jemaat Efesus dulu, maupun gereja masa kini, mestinya mencerminkan kesatuan ini. Kristus telah memperlengkapi jemaat-Nya dengan kasih karunia (4:7) dengan maksud supaya gereja sebagai tubuh Kristus dapat tetap hidup dalam kesatuan. Dalam rangka itulah setiap orang, setiap gereja, harus hidup dalam kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesabaran. Itulah panggilan kita, memelihara kesatuan roh di dalam Tuhan. Intinya adalah penting memelihara kesatuan jemaat, sebab Allah sendiri esa, tidak terpecah-belah. Dalam roh kesatuan ini ada penerimaan satu dengan yang lain, entah orang Yahudi, ataupun non Yahudi, entah bersunat ataupun tidak bersunat. Untuk itulah Kristus mati di kayu salib, untuk mendamaikan kubu-kubu yang tadinya bertentangan.
Sampai hari ini, panggilan untuk memelihara kesatuan roh, panggilan untuk memelihara kesatuan jemaat masih relevan. Relevansi panggilan ini tidak terlepas dari konteks kita (dulu dan sekarang) yang kadang-kadang berada dalam kelompok-kelompok tertentu yang saling bertentangan, bahkan kadang-kadang terbangun semacam tembok pemisah antar warga jemaat. Kelompok-kelompok atau tembok pemisah kita mungkin bukan lagi masalah Yahudi vs non-Yahudi, bukan pula masalah bersunat vs tak bersunat. Ada berbagai bentuk atau wujud ‘tembok pemisah’ kita pada zaman sekarang, yang membuat kita hidup dalam keterpisahan dan keterasingan satu dengan yang lain. Ada berbagai bentuk perseteruan kita pada zaman sekarang, walaupun mungkin kita satu jemaat atau satu desa, bahkan satu keluarga. Kita dapat menemukan fenomena tersebut dalam masyarakat kita. Kadang-kadang di berbagai tempat ada pemisahan dan perseteruan masyarakat yang dianggap “penduduk asli” dengan “pendatang”. Ada juga pengotak-ngotakan berdasarkan lingkungan/sektor, ada yang merasa paling berjasa di dalam jemaat sehingga keinginannya harus dipenuhi, dan pada saat yang sama mengabaikan orang-orang di sekitarnya. Hal ini juga dapat terjadi di dalam jemaat, kadang-kadang muncul pada saat pemilihan BPMJ. Tembok-tembok pemisah seperti inilah yang telah diruntuhkan oleh salib Kristus, dan mestinya, dengan kerendahan hati, dengan kelemahlembutan, dan dengan kesabaran yang tulus, kita saling menerima, saling melengkapi, dan saling menopang. Demikianlah kita memenuhi panggilan kita dalam memelihara kesatuan roh di dalam satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa.
Pertanyaannya ialah sejauh mana orang-orang Kristen sekarang mencerminkan kesatuan? Di beberapa tempat kita masih bisa menemukan kuatnya kesatuan jemaat, tetapi di berbagai tempat lain juga kita bisa menemukan fenomena keterpecahan jemaat, bahkan saling ‘memangsa’. Situasi keterpecahan, keterpisahan, dan keterasingan ini semakin menguat dalam masyarakat modern dengan segala dinamiknya yang amat kompleks. Oleh sebab itu, setiap orang percaya, setiap jemaat, harus berkomitmen untuk hidup berpadanan dengan panggilannya, yaitu panggilan untuk memelihara kesatuan roh di dalam Kristus. Implikasinya ialah tidak ada lagi perlakuan yang membeda-bedakan satu dengan yang lain, tidak ada lagi kelompok yang merasa ‘lebih dekat’ dengan Tuhan (dalam bahasa modern ‘merasa paling berjasa dalam jemaat’), dan tidak ada lagi kelompok yang dianggap ‘bukan siapa-siapa’ di dalam jemaat. Semuanya, satu di dalam Kristus.