Kejujuran dalam Ilmu[1]
(Honor in Science)
A. Latarbelakang
Seberapa besarkah kejujuran dalam ilmu pengetahuan telah dilaksanakan seperti halnya pada bidang kehidupan yang lain, misalnya ketaatan pada rambu lalulintas? Ada berbagai pendapat menyangkut kejujuran dalam ilmu ini. Ada pendapat yang menganggap bahwa prinsip yang menuntun ilmuwan dalam penelitian tidak berbeda secara nyata dengan prinsip yang mempengaruhi perilaku dalam kehidupan lainnya. Ada juga yang tidak setuju kalau ilmu pengetahuan memerlukan standar yang lebih tinggi dalam perilaku susila ketimbang yang diharapkan masyarakat luas. Sebagian yang lain lebih percaya bahwa sifat dasar ilmu pengetahuan, seperti pertanyaan etis itu, kurang penting dibandingkan dengan hal lain dalam kehidupan, seperti: bagaimana kita berurusan dengan rambu lalulintas, atau dengan teman dan musuh kita, yang melibatkan keputusan moral dan patokan susila.
Harus disadari bahwa para ilmuwan, dalam kapasitasnya sebagai manusia dapat membuat kesalahan, lalai atau salah menafsirkan bagian penting mengenai bukti dan, kadang-kadang, dengan sengaja ilmuwan memalsukan hasil penelitiannya. Ilmu pengetahuan secara moral bersifat netral, demikian pula rambu lalulintas; tetapi pengendara mobil dan ilmuwan tidak demikian. Walaupun kesalahan, kelalaian, kebiasaan curang, dan ketidakjujuran yang terjadi dalam ilmu pengetahuan masih sedikit terjadi, namun ada kecenderungan peningkatannya setiap waktu dimana kecurangan ilmiah telah terbongkar dari waktu ke waktu. Sebagian besar dari kita mengikuti peraturan hampir setiap waktu, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kegiatan ilmiah. Kita membuat kesalahan ilmiah sesekali, dan di jalan yang sepi pada pukul empat pagi dinihari kita kadang-kadang tergoda melewati lampu merah. Tetapi ketelitian dan rasa tanggung jawab jauh lebih umum terjadi ketimbang perilaku kebalikannya.
Lalu, bagaimana tanggapan para ilmuwan sendiri?
1) Ada banyak ilmuwan yang percaya pada kenyataan bahwa mereka adalah manusia yang dapat membuat kekeliruan, yang mana kesalahan, kelalaian, dan perilaku tidak beradab merupakan hal biasa dalam ilmu pengetahuan.
2) Para ilmuwan yang lain merasakan bahwa hal di atas tidak saja buruk bagi gambaran mengenai ilmu pengetahuan, tetapi sesungguhnya itu tidak benar. Mengapa? Karena mereka percaya bahwa peneliti dapat menghindari godaan dan kelemahan yang secara umum mempengaruhi manusia. Ilmuwan dapat berbuat salah, tetapi ilmu pengetahuan mampu melakukan koreksi sendiri.
Pada analisis terakhir, tidak ada cara untuk mengetahui seberapa besar penelitian ilmiah itu tidak akurat atau terjadi kecurangan. Secara intuisi, merupakan hal yang bijaksana jika kita memperkirakan bahwa gunung es yang terapung lebih besar daripada yang dapat dipikirkan. Kekeliruan, bahkan perilaku tidak beradab mungkin sedikit tidak lazim dalam ilmu pengetahuan ketimbang pada aspek kehidupan manusia lainnya, namun penemuan kekeliruan tidak dapat dihindarkan. Sebelum melangkah jauh, perlu dibedakan antara kecurangan dan kekeliruan. Kita sering membuat kesalahan dari waktu ke waktu, meskipun berusaha untuk bisa teliti. Dalam hidup sehari-hari, contohnya, dalam praktik, kita semua melewati lampu merah tanpa disengaja hanya karena tidak melihatnya. Satu-satunya prinsip etis yang menentukan keberadaan ilmu pengetahuan adalah kebenaran akan dijunjung tinggi setiap waktu. Jika kita tidak menghukum “pernyataan salah” yang terjadi karena kekeliruan, tidakkah kita melihat bahwa terbuka jalan untuk pernyataan salah yang dibuat dengan sengaja? Tentu saja pernyataan atau fakta salah yang dibuat dengan sengaja, merupakan kejahatan paling serius yang dilakukan ilmuwan. Pembedaan antara perilaku tidak etis dengan kesalahan murni tidaklah sederhana. Tulisan ilmiah yang mempunyai kesalahan yang tidak disengaja tidak dapat dipercaya begitu saja sebagaimana dengan kecurangan yang disengaja. Ilmuwan kurang menyadari bahwa semua kegiatan manusia, termasuk penelitian, melibatkan kekeliruan. Mereka memiliki kewajiban moral untuk memperkecil terjadinya kekeliruan melalui pemeriksaan dan pemeriksaan-ulang kesahihan data, serta kesimpulan yang ditarik dari data.
Pada analisis terakhir, tidak ada cara untuk mengetahui seberapa besar penelitian ilmiah itu tidak akurat atau terjadi kecurangan. Secara intuisi, merupakan hal yang bijaksana jika kita memperkirakan bahwa gunung es yang terapung lebih besar daripada yang dapat dipikirkan. Kekeliruan, bahkan perilaku tidak beradab mungkin sedikit tidak lazim dalam ilmu pengetahuan ketimbang pada aspek kehidupan manusia lainnya, namun penemuan kekeliruan tidak dapat dihindarkan. Sebelum melangkah jauh, perlu dibedakan antara kecurangan dan kekeliruan. Kita sering membuat kesalahan dari waktu ke waktu, meskipun berusaha untuk bisa teliti. Dalam hidup sehari-hari, contohnya, dalam praktik, kita semua melewati lampu merah tanpa disengaja hanya karena tidak melihatnya. Satu-satunya prinsip etis yang menentukan keberadaan ilmu pengetahuan adalah kebenaran akan dijunjung tinggi setiap waktu. Jika kita tidak menghukum “pernyataan salah” yang terjadi karena kekeliruan, tidakkah kita melihat bahwa terbuka jalan untuk pernyataan salah yang dibuat dengan sengaja? Tentu saja pernyataan atau fakta salah yang dibuat dengan sengaja, merupakan kejahatan paling serius yang dilakukan ilmuwan. Pembedaan antara perilaku tidak etis dengan kesalahan murni tidaklah sederhana. Tulisan ilmiah yang mempunyai kesalahan yang tidak disengaja tidak dapat dipercaya begitu saja sebagaimana dengan kecurangan yang disengaja. Ilmuwan kurang menyadari bahwa semua kegiatan manusia, termasuk penelitian, melibatkan kekeliruan. Mereka memiliki kewajiban moral untuk memperkecil terjadinya kekeliruan melalui pemeriksaan dan pemeriksaan-ulang kesahihan data, serta kesimpulan yang ditarik dari data.
3) Sebagian ilmuwan berpendapat bahwa kesalahan harus dihukum seberat kecurangan murni. Ilmuwan dapat mengetahui bahwa suatu kekeliruan itu terjadi secara kebetulan atau dengan disengaja, tetapi orang lain tidak mungkin mengetahuinya. Maka, natur manusia yang dapat membuat kekeliruan bukan merupakan alasan pembelaan diri.
4) Sebagian ilmuwan setuju bahwa kecerobohan layak dihukum, tetapi mereka percaya bahwa menghukum semua jenis kekeliruan dengan sama beratnya adalah mengabaikan salah satu sifat ilmu pengetahuan yang paling penting, yaitu sangat sulit mengetahui yang benar dan yang tidak benar.
5) Ketelitian dalam penelitian dan pelaporan hasil penelitian menjadi begitu penting.
Sesungguhnya, baik kode etik perilaku maupun pemaparan asas-asas keilmuan tidak akan mencegah perilaku tidak etis. Kode perilaku maupun pernyataan asas-asas itu bahkan diterima dengan bersemangat oleh individu yang dalam praktik justru mengabaikannya, hanya karena banyak orang dapat menerima tindakan mereka sebagai pengecualian yang dapat dibenarkan. Ilmu pengetahuan dapat dibangun di atas penemuan orang lain. Meskipun demikian, ketidaktelitian atau pemalsuan bagian penelitian hanya akan menghambat kerja orang lain – yang akhirnya dikenali sebagai penipuan – sedangkan ilmu pengetahuan sendiri tidak dirugikan. Dengan cara yang sama, jika saya melaksanakan penelitian dan “menyembunyikan” hasilnya, siapakah yang akan menderita?
4) Sebagian ilmuwan setuju bahwa kecerobohan layak dihukum, tetapi mereka percaya bahwa menghukum semua jenis kekeliruan dengan sama beratnya adalah mengabaikan salah satu sifat ilmu pengetahuan yang paling penting, yaitu sangat sulit mengetahui yang benar dan yang tidak benar.
5) Ketelitian dalam penelitian dan pelaporan hasil penelitian menjadi begitu penting.
Sesungguhnya, baik kode etik perilaku maupun pemaparan asas-asas keilmuan tidak akan mencegah perilaku tidak etis. Kode perilaku maupun pernyataan asas-asas itu bahkan diterima dengan bersemangat oleh individu yang dalam praktik justru mengabaikannya, hanya karena banyak orang dapat menerima tindakan mereka sebagai pengecualian yang dapat dibenarkan. Ilmu pengetahuan dapat dibangun di atas penemuan orang lain. Meskipun demikian, ketidaktelitian atau pemalsuan bagian penelitian hanya akan menghambat kerja orang lain – yang akhirnya dikenali sebagai penipuan – sedangkan ilmu pengetahuan sendiri tidak dirugikan. Dengan cara yang sama, jika saya melaksanakan penelitian dan “menyembunyikan” hasilnya, siapakah yang akan menderita?
Ada pemahaman yang mengatakan bahwa “setiap orang melakukannya”. “Sistem kejujuran” sudah berlangsung sejak lama, tetapi kelihatannya sudah berubah sifatnya selama bertahun-tahun. Sanksi terhadap ketidakjujuran dari waktu ke waktu semakin “diringankan” dengan asumsi bahwa pada akhirnya pelakunya sendiri yang menanggung akibatnya. Padahal pada waktu tidak ada sanksi terhadap perilaku kejujuran dan tanggung jawab, dorongan ke arah ketidakjujuran biasanya meningkat pada aras sarjana, terutama bila ini dilihat sebagai batu loncatan menuju ke suatu tujuan yang lebih besar.
Membangun nilai kejujuran tidaklah mudah karena berbagai hal seperti diungkapkan di atas. Pembelaan khusus, yang didasarkan pada faktor kelelahan, kesulitan keluarga atau faktor lainnya, hanyalah sekadar pembelaan khusus. Banyak ilmuwan lain bekerja di bawah tekanan seperti itu, mengalami godaan yang sama untuk berbuat curang, tetapi dia tetap jujur. Ilmuwan tersebut patut menerima perlindungan lebih daripada mereka yang tidak bermoral yang mendapat simpati.
B. Bentuk-bentuk Ketidakjujuran Dalam Ilmu
Beberapa tokoh penting yang memberi perhatian pada masalah ketidakjujuran dalam ilmu, seperti Charles Babbage (1792-1871) dan Charles Lyell, menyebutkan bentuk-bentuk ketidakjujuran dalam ilmu, seperti:
1) Perampingan (trimming): melicinkan ketidakteraturan agar data kelihatan benar-benar teliti dan tepat. Artinya, tingkat ketelitian diciptakan sedemikian rupa sehingga mencapai hasil yang tinggi atau setepat/sesempurna mungkin. Godaan yang paling besar terjadi pada percobaan-percobaan fisika yang sering menciptakan data yang mulus/cantik, yang apabila diperiksa dengan teliti tidak lebih sebagai hasil dari kecurangan yang disengaja.
2) Penggodokan (cooking): hanya mempergunakan hasil yang sesuai dengan teori dan membuang hasil lainnya. Salah satu kasus terbaik tentang penggodokan (cooking) adalah mengenai ahli ilmu fisika Robert A. Millikan yang menerima hadiah nobel pada tahun 1923 karena percobaannya tentang muatan elektronik. Lebih dari setengah abad kemudian ditemukan bahwa dalam penelitiannya itu ternyata ada 49 butiran yang telah dibuang. Keadaan inilah yang disebut dengan menggodok data.
3) Pemalsuan/Falsifikasi (forging): mengarang sebagian atau semua data yang dilaporkan, dan bahkan melaporkan percobaan-percobaan untuk memperoleh data penelitian yang tidak pernah dilakukan. Sebagian contoh sama disengajanya dengan contoh pada perampingan dan penggodokan, sebagian muncul terutama akibat kecurangan. Sebagian harus diklasifikasikan sebagai kebohongan yang disengaja, karena kelihatannya tidak mungkin mereka yang reputasi ilmiahnya dibangun atas “penemuan” seperti itu dapat menjadi orang yang justru menanamkan bukti yang salah.
4) Penjiplakan (plagiarism) sama dengan ketidakjujuran. Sangat disayangkan banyak ilmuwan cenderung lebih memperhatikan penjiplakan ketimbang bentuk-bentuk kecurangan lain. Ini tidak disebabkan penjiplakan lebih buruk, ataupun karena para ilmuwan tersebut percaya demikian. Namun, terus terang, penjiplakan lebih mudah dibongkar. Untuk membuktikan bahwa seseorang merampingkan atau menggodok hasil-hasil percobaannya, atau bahkan memalsukan semuanya, biasanya membutuhkan waktu yang lama dan merupakan pekerjaan yang membosankan, sehingga ilmuwan lebih suka menghindarinya. Namun, jika kita jelas sekali mengutip penelitian orang lain seperti kepunyaan sendiri, jauh lebih sedikit penyidikan yang perlu dilakukan.
Penjiplakan memiliki banyak bentuk. Dalam bagian dari buku “Definisi Penjiplakan” yang ditulis oleh Harold C. Martin, Richard M. Ohmann, dan James H. Wheathy, yang terdapat di Buku Biru Universitas Wesleyan, disebutkan bahwa penjiplakan mempunyai cakupan yang sangat luas. Bisa berupa tiruan kata demi kata dari tulisan orang lain tanpa memberi tanda kutip pada bagian salinan itu atau menunjukkannya dengan catatan kaki (footnote). Ada juga yang menjadikan pendapat orang lain sebagai miliki pribadi hanya karena kekagumannya terhadap pendapat itu. Ada ketidakjujuran terang-terangan – tetapi mungkin akibat kemalasan ketimbang dari maksud jahat – yaitu menyusun potongan-potongan kutipan dari bermacam-macam karangan, biasanya tanpa penunjukan yang teliti dari sumbernya, dan kemudian disusun ke dalam teks, sehingga hasilnya merupakan kepingan-kepingan dari gagasan dan kata-kata orang lain. Satu-satunya kontribusi penulis adalah sebagai semen untuk mengikat bersama bagian-bagian tersebut. Ini tidak lebih sebagai seorang “pemulung”. Usaha yang lebih dekat dengan kejujuran, walaupun masih tidak jujur, adalah parafrase, yaitu suatu pernyataan kembali yang dipersingkat (dan sering dipersiapkan dengan baik) tentang analisis atau kesimpulan seseorang tanpa pengakuan bahwa teks orang lain menjadi dasar bagi ringkasannya.
Cakupan penjiplakan dalam ilmu pengetahuan juga meliputi penggunaan pengetahuan yang diperoleh ketika bertindak sebagai pemeriksa naskah berkala atau sebagai penasihat pemberi dana. Penjiplakan juga meliputi pencurian ide penelitian yang dilakukan oleh seorang rekan yang dianggap tidak pantas menghasilkan pikiran atau ide penelitan seperti itu. Singkatnya, penjiplakan dapat terjadi dalam banyak tingkatan, mulai dari mahasiswa, hingga dosen, peneliti atau ilmuwan.
Cakupan penjiplakan dalam ilmu pengetahuan juga meliputi penggunaan pengetahuan yang diperoleh ketika bertindak sebagai pemeriksa naskah berkala atau sebagai penasihat pemberi dana. Penjiplakan juga meliputi pencurian ide penelitian yang dilakukan oleh seorang rekan yang dianggap tidak pantas menghasilkan pikiran atau ide penelitan seperti itu. Singkatnya, penjiplakan dapat terjadi dalam banyak tingkatan, mulai dari mahasiswa, hingga dosen, peneliti atau ilmuwan.
Redaktur dan penyunting bersalah terhadap penulis karena tindakan berikut:
- Kelalaian menanggapi pertanyaan
- Keterlambatan penilaian (lebih dari 3 bulan) tanpa penjelasan
- Kehilangan naskah tanpa pemberitahuan
- Menghapus bagian naskah yang penting tanpa koordinasi
- Pemeriksa naskah mendapatkan informasi tambahan
- Membuat penerbitan yang bersamaan tanpa ada wewenang
Penilai (referee)naskah bersalah terhadap penulis karena tindakan berikut:
- Memperoleh informasi tambahan bagi penerbitannya sendiri dengan alasan ‘memperbaiki’ naskah
- Membajak topik naskah penulis untuk artikel miliknya
- Memberikan kritik yang berlawanan pada penilaian kedua
- Terlalu “njlimet” dengan masalah-masalah yang kecil
C. Upaya yang dilakukan untuk Mengatasi Ketidakjujuran Dalam Ilmu
a. Mengamankan Diri Sendiri
* Tidak Menjadi Pelaku
Untuk menghindari penjiplakan dan perilaku tidak jujur biasanya cukup dengan berterus terang. Tidak dipungkiri bahwa ada godaan yang begitu besar untuk melakukan perampingan, penggodokan, pemalsuan/falsifikasi dan pencurian dalam ilmu, tapi kita seharusnya cepat sadar untuk menentangnya – atau untuk tidak menyerah. Jika kita menyerah, kita berusaha merasionalkan tindakan itu, tetapi jika kita jujur dengan diri sendiri, biasanya kita dapat menyadari apa arti rasionalisasi ini yang merupakan suatu pertahanan yang tidak dapat dipertahankan.
Kita harus berusaha untuk mengembangkan kebiasaan kritis yang objektif dalam penelitian seseorang yang merupakan salah satu karakteristik paling sulit dan penting dari seorang sarjana sejati. Sebelum meminta nasihat dari orang lain, kita harus menganalisis terlebih dahulu dengan kritikan sejauh yang diketahui, untuk meyakinkan bahwa penelitian itu tepat dan memperoleh pengakuan yang layak dari orang yang menolong kita, atau orang yang penelitiannya dikutip.
* Tidak Menjadi Korban
Proses menjadi seorang ilmuwan, melalui perolehan gelar penelitian dan kemudian dilanjutkan ke penelitian pascadoktor yang bekerja sama dengan orang lain, harus menjadi salah satu periode yang memacu, memuaskan, dan bermanfaat bagi hidup seseorang. Sebagian besar dari kita tidak akan melupakan pengalaman tersebut, termasuk bantuan dan persahabatan yang diterima dari penasihat penelitian dan dari mereka yang memiliki harapan yang sama akan masa depan seperti kita. Sehubungan dengan hal tersebut, ada ungkapan: “adanya beberapa apel jelek pada setiap pohon tidak akan membuat kita untuk tidak memakan buah”.
Jika ada satu frasa yang mengungkapkan keseluruhan, mungkin frasa itu adalah esprit de corps, yang artinya di dalam kamus Webster “spirit yang biasa terdapat pada anggota kelompok yang menciptakan antusiasme, ketaatan, dan cara pandang yang kuat untuk kehormatan kelompok.” Esprit de corps tidak bergantung pada besar atau wibawa institusi, meskipun ini dapat menolong. Besar atau wibawa dapat dibuang, namun kepemimpinan yang benar bagi kelompok menjadi hal yang penting.
Hal yang dapat menghancurkan atau mencegah timbulnya perasaan umum tersebut dalam sekelompok ilmuwan/peneliti adalah persaingan (kompetisi) yang berlebihan. Kompetisi merupakan bagian dari penelitian dan kesenangan. Pada tingkat individu, kompetisi merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dan bahkan sehat. Kompetisi adalah sesuatu hal yang baik, tetapi kompetisi yang berlebihan antarkelompok penelitian atau di antara individu-individu dalam satu kelompok, menjadi hal yang berbeda. Keburukan lain adalah ketika satu kelompok atau individu mengambil keuntungan dengan cara…… mencuri. Maka, perlu hati-hati dan selektif dalam berdiskusi dengan ilmuwan lain untuk meminimalkan terjadinya pencurian gagasan penelitian yang bisa saja terjadi pada saat diskusi itu. Tetapi jangan juga terlalu berasumsi dari awal atau curiga bahwa pencurian gagasan maupun data pasti terjadi.
Bagi ilmuwan junior, atau pun mahasiswa, cara terbaik untuk menghindari kondisi-kondisi di atas, maka ada tiga pilihan:
a. menerima keadaan dan mengikuti;
b. memutuskan bahwa kita terikat dengan program gelar atau penelitian khusus demi kemajuan kita; jalani keadaan itu dan tinggalkan secepatnya sesuai dengan kesempatan yang ada;
c. memutuskan untuk pindah ke tempat lain bila keadaan tidak enak dan timbul kesulitan-kesulitan.
- Masalah Khusus Dalam Penelitian Ilmiah
Ada dua masalah penting dalam penelitian ilmiah, khususnya di Amerika Utara, yaitu penulis tanpa tanggung jawab (irresponsible authorship) dan rangkaian nilai (values) dalam penelitian biomedik.
Ø Penulis tanpa tanggung jawab
Penulisan bersama dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kecurangan, jika tanggung jawab penulis dibagi atau dikurangi karena tanggung jawab itu dibagi begitu luas. Masalahnya bukan karena penulis-penulis bersama itu, melainkan karena adanya penulis-penulis yang tanpa tanggung jawab. Pada asasnya memang mungkin saja lima belas atau lima puluh ilmuwan menjadi penulis satu karangan, seperti halnya dengan istilah penulis sepenuhnya. Dengan kata lain penulis-penulis bersama mudah berubah menjadi penulis-penulis tanpa tanggung jawab (irresponsible author), hanya karena kecenderungan melupakan apa yang sebenarnya diartikan dengan penulis (author) itu.
Oleh karena itu kita harus memenuhi persyaratan yang disarankan oleh Broad dan Wade, yaitu bahwa harus ada dua asas:
1) Semua orang yang disebut penulis harus memberikan kontribusi penting yang jelas pada penelitian yang dilaporkan. Kontribusi sekecil apapun diberi ucapan terima kasih secara jelas dalam teks makalah.
2) Semua penulis harus bersedia untuk turut bertanggung jawab terhadap isi makalah sesuai dengan kredit yang diperolehnya.
Asas ini berlaku untuk semua cabang ilmu pengetahuan: tidak ada “aturan lokal” yang mengistimewakan disiplin ilmu yang khusus. Dengan demikian penulisan bersama mempunyai arti yang sama dalam semua cabang ilmu.
Ø Rangkaian nilai (values) dalam penelitian biomedik
Bidang perhatian yang kedua dibatasi pada penelitian biomedik yang tidak terdapat pada cabang ilmu pengetahuan lain. Penelitian biomedik mempunyai arti yang sangat penting karena nilai sentralnya yang disebut sebagai “etos kedokteran modern”, yang ditujukan untuk menguntungkan pasien ketimbang menghasilkan pengetahuan ilmiah. Di sini tolok-ukur para dokter dalam penelitian terutama dalam hal kebutuhan pasien (merugikan atau menguntungkan pasien), tidak pada norma-norma ilmiah. Dalam hal terjadinya kecurangan dalam penelitian, para dokter secara moral kurang merasa terganggu ketimbang para ilmuwan, malah para dokter seringkali bereaksi masa bodoh.
b. Meniup Peluit (whistleblowing)
Jika kita menerobos lampu merah, polisi akan meniup peluit untuk menghentikan kita. Dalam ilmu pengetahuan, siapa yang “meniup peluit” jika terjadi ketidakjujuran dalam penelitian dan publikasi?
Peniupan peluit merupakan pekerjaan yang tidak enak bagi peniup peluit, yang sering kali dia adalah seorang ilmuwan juga. Jika peluit ditiup berdasarkan keyakinan yang benar, ini tidak akan memberikan banyak kesulitan karena ilmuwan lain juga tidak senang terhadap dakwaan penipuan itu. Meskipun sedikit, ada juga peniup peluit yang dihukum karena usahanya untuk menegakkan integritas penelitian ilmiah.
Untuk mengurangi kesulitan yang dapat terjadi, kita perlu mempertimbangkan kedudukan universitas atau lembaga penelitian yang terkait. Bagi peniup peluit, dan bagi ilmuwan yang didakwa, mungkin ini mewakili otorita (atasan). Oleh karena itu ada lembaga yang harus mengatur kekacauan dan mempertahankan standar perilaku etis, sehingga mendapatkan hukuman yang sesuai jika penipuan itu terbukti.
Akhirnya, dan mungkin yang paling sukar, peniup peluit dapat disalahtafsirkan kejujurannya. Tidak ada seorang pun yang meniup peluit tanpa alasan yang kuat, tetapi meskipun demikian peniup peluit mungkin saja salah.
D. Akhirulkalam
Kita harus menyadari bahwa perilaku etis bergantung pada sikap kelompok maupun pada perilaku individu. Sebagai individu yang belum mempunyai banyak pengalaman dalam penelitian, dan yang pekerjaannya belum mantap, tindakan kita akan sangat terbatas dalam usaha untuk memperbaiki keadaan yang tidak konsisten dengan semangat penelitian ilmiah. Tetapi bila dirasa bahwa kita tidak dapat menjadi bagian dari penyelesaian, maka jangan menjadi bagian dari masalah. Kita harus mempertahankan untuk tidak tergoda mendukung atau menyamai. Bila kita percaya bahwa ilmu pengetahuan bergantung pada asas kebenaran, bahwa “pernyataan salah mengenai suatu fakta yang dilakukan dengan sengaja, merupakan kejahatan yang paling serius yang dilakukan oleh seorang ilmuwan,” maka akan tetap penting bagi kita selama masih menjadi ilmuwan.
Prepared by:
Group IV Alokasih Gulö (752011028)
Christanto Djefry Saëkoko (752011047)
Oktavia Stefany Sahubura (752011049)
No comments:
Post a Comment
Apa yang ada di pikiranmu?