Friday, June 1, 2012

Sejarah Pendampingan dan Konseling Pastoral Pada Zaman Pertengahan (abad ke-11 s.d. abad ke-15)


Posted by Alokasih Gulo
Program Magister Sosiologi Agama (MSA)
Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga

A.    Pengantar
Sejarah pendampingan dan konseling pastoral pada zaman pertengahan tidak bisa dilepaskan dari konteks umum zaman pertengahan tersebut itu sendiri. Konteks umum ini penting karena para tokoh pendampingan dan konseling pastoral, beserta karya dan gagasan-gagasan mereka, langsung maupun tidak langsung, dipengaruhi oleh situasi global pada zaman itu. Demikian juga dengan konteks latarbelakang kehidupan masing-masing tokoh, yang memang sangat memengaruhi pekerjaan/karya dan ide mereka tentang pendampingan dan konseling pastoral ini. Harapan kami, uraian-uraian sederhana berikut bisa menolong kita untuk belajar dari sejarah, belajar dari tokoh, belajar dari gagasan dan karya mereka, untuk kemudian meningkatkan efektifitas pendampingan dan konseling pastoral yang kita lakukan.

B.     Konteks Umum Zaman Pertengahan (abad ke-11 s.d. ke-15)
Periode ini dimulai sejak penahbisan Karel Agung sebagai Kaisar Eropa Barat hingga kejatuhan Kekaisaran Romawi Timur dengan direbutnya Konstantinopel oleh bangsa Turki (1453) dan Reformasi Protestan, kira-kira tahun 800 hingga 1500. Pada mulanya, hampir seluruh Eropa Barat di bawah kekuasaan Kaisar Kristen, Karel Agung. Misionaris-misionaris mulai dikirim ke Eropa Timur dan Rusia, biarawan-biarawan mulai membuat perubahan mendasar setelah melihat keadaan gereja yang memburuk, Perang Salib dengan bangsa Asia dimulai, universitas mulai dibuka sehingga tidak hanya para rahib namun rakyat biasa juga dapat membaca dan menulis. Selain itu terjadi perpisahan antara gereja Katolik Barat di Eropa Barat dan gereja Ortodoks Timur di Asia Kecil.

Jadi, ada dua peristiwa penting pada zaman ini, yang nantinya turut mempengaruhi kehidupan, pemikiran dan karya-karya para teolog abad ini, yaitu peristiwa perpecahan (skisma) besar antara gereja barat (Roma Katolik) dan gereja timur (Ortodoks), dan yang kedua adalah peristiwa perang salib. Perpecahan gereja sendiri pada zaman ini berawal dari larangan penggunaan liturgi Gereja Timur Yunani di Italia Selatan oleh Paus Roma, dan sebagai balasannya dilaranglah juga penggunaan Liturgi Gereja Barat Latin di Konstantinopel oleh Patriarkh. Tindakan-tindakan ini kemudian berkembang menjadi “pengutukan” (anathema) Kardinal Humbert yang pro Paus di Roma atas Patriarkh Mikhael Kerularios, yang menanggapinya juga dengan mengadakan konsili para patriarkh untuk melawan anathema tersebut. Masing-masing saling menyalahkan dan menuduh telah melakukan tindakan yang tidak benar tanpa melakukan koreksi diri. Demikian juga terjadi perebutan posisi paus pada tahun 1130 setelah kematian Paus Honorius II 14 Pebruari 1130. Pada zaman ini juga gereja, dalam hal ini para pemimpinnya, seperti Paus dan para imam, semakin kurang memberi perhatian kepada umat, dan lebih banyak mengupayakan perluasan wilayah kekuasaan, serta hidup dalam kemewahan sementara banyak orang yang hidup dalam kemiskinan dan penderitaan. Hal-hal ini juga nanti yang terus mendorong terjadi gerakan reformasi gereja.

C.    Pendampingan dan Konseling Pastoral Pada Abad ke-11
1.      Anselmus (1033-1109)
FKehidupan
Anselmus lahir di Alpen, Italia, sekitar tahun 1033. Pada masa mudanya, ayahnya ingin agar Anselmus berkarier di bidang politik, tapi ia menolaknya. Ia lantas mengembara keliling Eropa selama beberapa tahun. Dan dalam pergolakan dirinya, ia memutuskan untuk bergabung menjadi biarawan Ordo Benedictim, di biara Bec, di Normandia. Di sana, dia diasuh oleh seorang guru yang hebat, namanya Lanfranc. Saat itulah kariernya dimulai sebagai seorang biarawan.
Tahun 1066, raja William dari Normandia menaklukan Inggris, yang berdampak pada perpindahan banyak guru dan biarawan dari Normandia ke Inggris. Lanfranc, sang guru Anselmus kemudian menjadi Uskup Agung di Canterbury (1070), dan Anselmus menggantikannya sebagai kepala biara di Bec. Tahun 1093, raja William II naik tahta, dan Anselmus mengikuti jejak gurunya sebagai Uskup Agung Canterbury. Di sini konflik antara gereja dan negara kemudian terjadi. Pasalnya, raja kerap melakukan intervensi terhadap pengelolaan gereja, yang meliputi pengambilan hak penempatan para pastor di kerajaan, dan penguasaan tanah serta dana gereja. Hal ini lantas ditentang oleh Anselmus, yang membuatnya kemudian diasingkan ke Italia. Dan keadaan itu tetap berlanjut sampai masa pemerintahan raja Henry I.

FPemikiran
Selama berada di Inggris, Anselmus telah membuktikan bahwa dirinya adalah gembala yang berhati lembut dan seorang pengatur yang mahir. Dan justru di pengasinganlah, ia menghasilkan karya-karyanya yang hebat.

Pemikiran Anselmus tentang Iman:
Sebagai seorang teolog yang terpelajar, Anselmus mencoba untuk memasukkan logika ke dalam pelayanan iman. Dalam karyanya “Proslogium” (yang awalnya berjudul Iman Mencari Pengertian – Fides Quaerens Intellectum), Anselmus membuat pernyataan terkenal: “saya percaya agar dapat mengerti”. Maksudnya, ialah bahwa kebenaran itu harus dicari dengan cara beriman terlebih dahulu, dan bukan sebaliknya. Ia mengemukakan apa yang kemudian disebut oleh Kant sebagai “argumentasi ontologi”. Singkatnya, menurut Anselmus, rasio manusia membutuhkan ide mengenai suatu Pribadi Yang Sempurna (Allah), dan karenanya pribadi tersebut harus ada.

Pemikiran Anselmus tentang Penebusan:
Dalam bukunya “Mengapa Allah Menjadi Manusia” (Cur Deus Homo), Anselmus menuliskan teori tentang bagaimana kematian Kristus, mendamaikan manusia dengan Allah. Menurutnya, Allah adalah Tuhan semesta alam, yang kemuliaan-Nya telah dinodai oleh dosa manusia. Tapi meskipun Dia ingin mengampuni manusia agar tercipta pemulihan ketertiban moral, Allah tak dapat begitu saja "menutup mata" atas dosa. Harus diadakan pengorbanan, yakni sesuatu yang setimpal dengan pelanggaran itu. Karena dosa itu berasal dari manusia, pengorbanan itu juga harus dilakukan oleh manusia. Namun manusia tidak dapat mempersembahkan pengorbanan setimpal oleh karena dosa yang membuat manusia tidak mungkin berdamai dengan Allah. Oleh karena itu, Kristus Yang Sempurna dan taat sampai mati menjadi “penebus” lewat kematian-Nya. Kematian itu sangat penting untuk memulihkan kemuliaan Allah, termasuk memulihkan tatanan dunia yang berantakan akibat dosa. Gagasan Anselmus ini dikenal sebagai “Teori Pengorbanan” bagi penebusan (2 Kor. 5:19). Jadi, ada dua poin penting yang memiliki nilai pastoral di sini, yaitu tentang incarnationdan pemulihan.

2.      Constantine Africanus (1017-1087)
FKehidupan dan Karyanya
Constantine Africanus adalah seorang dokter Tunisia di abad ke-11, yang bagian pertama hidupnya berada di Tunisia, dan selanjutnya dihabiskan di Italia. Tepatnya di Salerno, Italia, dia menjadi seorang ahli kedokteran yang mengabdi di sekolah medis di kota itu dan menghasilkan karya-karya yang menarik perhatian luas. Dia banyak menerjemahkan buku-buku kedokteran berbahasa Arab ke dalam bahasa Latin, dan karenanya ia menjadi ahli menghubungkan pengobatan Arab dengan penelitian medis Barat. Dalam karier medisnya, dia juga banyak melakukan perjalanan studi pengobatan hingga ke daerah Timur (Arab, Persia, bahkan India). Dan selanjutnya dua puluh tahun terakhir dari sisa hidupnya dihabiskan dengan menjadi seorang biarawan Benedictim di biara Monte Cassino. Di sini, dia banyak menulis soal pengalaman-pengalamannya selama melakukan studi-studi pengobatan. Tulisan-tulisannya sebagai seorang biarawan juga banyak diwarnai dengan pesan persaudaraan dan keprihatinan. Salah satu karya terbaiknya disebut Liber Pantegni, yang sesungguhnya merupakan terjemahan dari “el Khitaab Maleki”, karya Ben Ali el-Abbas, yang didedikasikan bagi sahabat karibnya, Desiderius, yang telah terpilih menjadi Paus di abad ke-11 dengan gelar Paus Victor III. Secara pastoral pesan persaudaraan dan keprihatinannya ini kepada orang-orang yang membutuhkan tentunya didasarkan pada kepeduliannya (caring) terhadap kehidupan manusia.

3.      Peter Damian (1007-1072)
FKehidupan dan Karyanya
Peter Damian atau Santo Petrus Damian, adalah seorang biarawan reformasi dan kardinal di masa Paus Gregorius VII. Ia lahir di Ravenna, tahun 1007, dan telah menjadi yatim piatu sejak masih muda. Dan sampai beranjak dewasa, Damian masih menghabiskan hidupnya dalam kesulitan dan kekurangan. Tapi dia termasuk orang yang punya intelektual baik, sehingga Imam Agung di Ravenna membawanya untuk dididik. Di usianya yang ke-25 tahun, ia sudah menjadi seorang guru yang terkenal di Ravenna, dan juga di Parma. Dan dari pengalaman hidupnya yang pernah bergelut dengan kemiskinan, Peter Damian kemudian menjadi orang yang sangat peduli dan seringkali beramal pada sesamanya yang miskin.

Sekitar tahun 1035, Damian kemudian meninggalkan kehidupan sekuler dan menghindari kemewahan, yang dikompromikan dari biara Cluny, untuk selanjutnya memasuki pertapaan Fonte Avellana yang terisolasi, dekat Gubbio. Baik sebagai seorang pertapa pemula maupun sebagai seorang biarawan, semangat Peter Damian cukup luar biasa. Tapi hal itu justru membuat sikapnya lebih ekstrim, terlebih dalam hal penebusan dosa, yang kemudian turut mempengaruhi kesehatannya. Dalam perkembangan selanjutnya sebagai seorang biarawan, Peter Damian juga sering menghasilkan tulisan-tulisan yang menggambarkan kondisi spiritual dan gelombang kesalehan pribadi yang mengalir di masyarakat Italia pada masa itu. Dan terhadap pastoral care, ia banyak menulis tentang masalah homoseks dan penanganannya. Karena itu, Santo Peter Damain termasuk orang yang sangat menentang dan mengutuk praktek-praktek homoseksual, tindakan sodomi, dan pelecehan seksual yang sering dilakukan di antara para imam dalam lingkungan gereja, maupun dengan masyarakat awam yang marak terjadi masa itu. Sebab, hal ini tentu saja berhubungan dengan reputasi pelayanan para rohaniawan, termasuk keabsahan mereka untuk tetap melakukan aktivitas ritual. Peter Damian menilai bahwa maraknya aksi-aksi yang memalukan kaum ulama itu, setidak-tidaknya diakibatkan oleh lemahnya penegakkan disiplin gereja di antara para pemimpin gereja yang sementara berkuasa.

D.    Pendampingan dan Konseling Pastoral Pada Abad ke-12
1.      Bernard Clairvaux (1090-1153)
FKehidupan
Bernardus dilahirkan pada tahun 1090 di Dijon, Perancis. Ia dan keenam saudara-saudarinya memperoleh pendidikanyang baik. Hati Bernardus amat sedih ketika ibunya meninggal dunia. Usianya baru tujuhbelas tahun. Hampir-hampir ia membiarkan dirinya larut dalam kesedihan jika saja tidak ada Humbeline, saudarinya yang periang. Suatu hari, Bernardus mencengangkan teman-temannya ketika ia mengatakan bahwa ia akan bergabung dengan Ordo Cistercian yang amat keras. Mereka mengusahakan segala cara agar ia membatalkan rencananya itu. Tetapi pada akhirnya, justru Bernarduslah yang berhasil meyakinkan saudara-saudaranya, seorang pamannya dan keduapuluh-enam orang temannya untuk bergabung bersamanya.
St. Bernardus menjadi seorang biarawan yang baik. Tiga tahun kemudian, ia diutus untuk mendirikan biara Cistercian yang baru serta menjadi abbas (pemimpin biara) di sana. Biara tersebut terletak di Lembah Cahaya. Dalam bahasa Perancis, Lembah Cahaya adalah “Clairvaux”. Biara baru itu kemudian lebih dikenal dengan nama Clairvaux. Bernardus menjadi abbas di Clairvaux hingga akhir hayatnya. Meskipun ia lebih suka tinggal bekerja dan berdoa dalam biaranya, kadang-kadang ia harus pergi untuk tugas-tugas khusus. Ia berkhotbah, mendamaikan para penguasa, serta memberikan nasihat kepada Paus. Ia juga menulis buku-buku rohani yang indah. Ia menjadi seorang yang amat berpengaruh pada zamannya.

Seiring dengan penaklukan Kristen di Siege Edesa, Paus menugaskan Bernard untuk menyerukan perang salib kedua. Tahun-tahun terakhir kehidupan Bernard menjadi sesuatu yang menyedihkan karena kegagalan perang salib kedua yang dia anjurkan itu. Bernard meninggal dunia pada umur 63 tahun, setelah menghabiskan 40 tahun hidupnya di biara. Dialah biarawan Cistercian yang pertama dimasukkan dalam daftar kelender orang-orang suci, dan ditetapkan sebagai orang suci oleh Paus Alexander III pada tanggal 18 Januari 1174. Paus Pius VIII menganugerahkan gelar “Doktor Gereja” kepadanya pada tahun 1830.

FKarya, Usaha, dan Pemikiran Bernard
Sejak masuk biara hingga kematiannya, Bernard menjadi seorang yang menarik dan kemungkinan dia adalah tokoh yang paling berpengaruh di kekristenan barat.

Ada banyak karya-karyanya, terutama karya tulis:
·         De Gradibus Superbiae et Humilitatus, risalahnya yang pertama, beserta homilinya berjudul De Laudibus Mariae dan Missus est. Dia menghasilkan karya ini pada tahun 1120.
·         “Apology to William of St. Thierry” melawan tuntutan para biarawan Cluny.
·         "On the Conversion of Clerics," sebuah buku yang ditujukan bagi gereja-gereja muda di Paris, ditulis tahun 1122.
·         De Laude Novae Militiae, ditujukan kepada Hugues de Payens, Pimpinan/Kepala Biara pertama di Yerusalem (1129). Tulisan ini merupakan pidato pujian (eulogy) terhadap ordo militer yang didirikan tahun 1118, dan, desakan kepada para ksatria untuk memiliki keberanian di beberapa wilayah.
·         De Amore Dei dimana Bernard menyebutkan bahwa cara kasih Allah adalah mengasihi tanpa ukuran dan memberikan kasih dalam ukuran yang berbeda.
·         “Book of Precepts and Dispensations” (1131), yang berisi jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tentang beberapa poin Peraturan St. Benediktus, yang darinya kepala biara  dapat atau tidak dapat dikeluarkan.
·         De Gratia et Libero Arbitrio di mana dogma Gereja Roma Katolik tentang anugerah dan kehendak bebas (grace and free will) dipertahankan menurut prinsip-prinsip St. Augustinus.
·         De Consideratione (On the Consideration), ditujukan kepada Paus Eugenius III.
·         De Officiis Episcoporum, ditujukan kepada Henry, Uskup Agung Sens.
·         Banyak surat, risalah, dan karya-karya lain, dihubungkan dengan dia, seperti  l'Echelle du Cloître, les Méditations, dan l'Edification de la Maison intérieure.

Sejumlah khotbahnya:
·         On Psalm 90, Qui habitat, ditulis sekitar tahun 1125.
·         “On the Song of Songs” [dengan bagian autobiografi, khotbah 26, perkabungan atas kematian saudaranya laki-laki Gerard]
·         Ada juga “86 Sermons for the Whole Year” (khotbah sepanjang tahun)
·         Kata-kata Bernard yang terkenal adalah: “Ia yang tidak memiliki rasa kasih sayang terhadap temannya sendiri sesungguhnya telah kehilangan rasa takut akan Tuhan”.
·         Dalam khotbahnya On the Song of Songs Vol. III – Sermon 52, Bernard berbicara tentang kedalaman doa yang dapat disebut sebagai tidur atau kematian – bukan kematian dari hidup, melainkan kematian dari hal-hal yang menarik kita dari kehidupan dan kesatuan yang sesungguhnya. Bernard menyebut doa yang dalam ini sebagai kontemplasi.
·         Dalam khotbahnya On the Song of Songs Vol. III – Sermon 47, Bernard menekankan pentingnya menghidupi pujian yang dinyanyikan. Dan dalam khotbahnya On the Song of Songs Vol. III – Sermon 82, dia meyakinkan kita bahwa tidak ada kesulitan dalam menemukan harapan, hanya saja jiwa kita haruslah diarahkan sesuai dengan Firman Tuhan.

Ada beberapa usaha penting Bernard (Clebsch dan Jaekle, 1983: 165-166):
·         Memperkenalkan pertumbuhan yang luar biasa dari Ordo Cistercian
·         Menyelesaikan (menyembuhkan) perpecahan di kepausan, yaitu menyelesaikan persoalan perebutan posisi paus pada tahun 1130 antara Paus Innocent II dan Paus Anacletus II. Dalam beberapa kasus seperti ini Bernard sangat berperan melakukan pendamaian (rekonsiliasi).
·         Mengarahkan/membimbing kehidupan dan urusan mantan muridnya Paus Eugenius III
·         Menyelesaikan persoalan atau kontroversi doktrin
·         Mengakhiri dominasi pengaruh intelektual Abelard yang luar biasa di Paris
·         Menyusun dan mengajarkan metode kesalehan mistik
·         Memanggil para pangeran dan paus untuk bekerja, dan mendirikan ordo militer “Ksatria Templar”.
·         Bernard juga dikenal dengan mistisisme kontemplatifnya, ketaatannya kepada Maria, dan kehebatannya berpidato. Bagi Bernard, kesalehan dan meditasi haruslah mendahului aksi. Dia juga memiliki sumbangan besar terhadap syair yang sering diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai “O Sacred Head, Now Wounded” (O Kepala yang kudus, sekarang terluka).
·         Bernard terkenal sebagai pembawai damai (peacemaker) dalam gereja Katolik, tetapi dia jugalah yang menganjurkan perang salib kedua.

FKeistimewaan dan Pengaruh Bernard
·         Bernard terkenal dalam hal surat-menyurat, yang walaupun secara harfiah dia tidak menuliskan istilah konseling pastoral, namun isinya sangatlah pastoral. Surat-suratnya menunjukkan bahwa dia adalah seorang tokoh besar yang memberi perhatian pada penderitaan manusia, mengkritik para imam, paus, raja, ratu, yang hidup dalam kemewahan sementara banyak orang yang hidup dalam penderitaan (Totok, 2010). Dia ternyata adalah seorang pembimbing spiritual, yang dalam surat-suratnya, maupun dalam kehidupan nyata, berusaha menempatkan diri pada posisi atau situasi orang-orang yang dia bimbing (Clebsch dan Jaekle, 1983), termasuk melalui praktik hidup sangat miskin (asketis) bersama dengan orang-orang miskin (Totok, 2010).
·         Doa St. Bernard kepada Yesus yang bahu-Nya terluka sering diterbitkan di buku-buku doa Katolik. Pandangan St. Bernard terhadap Bunda Maria juga memengaruhi orang-orang kudus lainnya, misalnya di teks klasik Mariology, The Glories of Mary, Saint Alphonsus Liguori mendasarkan analisisnya terhadap pernyataan Bernard bahwa Maria sebagai “gerbang ke surga” (gate to heaven).



2.      Richard Victor
Richard Victor, meninggal tanggal 10 Maret 1173, tidak ada informasi kapan dia lahir. Dia dikenal sebagai salah seorang pemikir keagamaan yang paling berpengaruh pada zamannya. Dia seorang teolog mistik terkemuka, dan  seorang kepala biara terkenal di Paris, Biara Santo Victor, dari tahun 1162 hingga kematiannya tahun 1173.

FKehidupan
Sangat sedikit informasi tentang kehidupan dan latar belakang yang kita miliki dari Richard Victor ini. Dia lahir di Skotlandia, kemungkinan selama dua puluh lima tahun pertama abad ke-12. Richard pergi ke Paris untuk mendapatkan pendidikan yang baik di biara Santa Victor karena reputasinya bagi kesalehan dan belajar. Dia datang ke biara itu pada umur yang masih sangat muda. Di sana dia belajar di bawah bimbingan Hugh, guru yang paling berpengaruh di biara tersebut. Namun, ada juga informasi yang mengatakan bahwa Richard masuk biara tersebut setelah kematian Hugh pada tahun 1141. Jean de Toulouse, penulis biografi Richard, menuliskan bahwa ketika Richard meninggal dunia tahun 1173 dia masih muda dan karenanya bisa diduga bahwa dia masuk biara itu pada periode kedua perkembangan biara tersebut, dekat dengan masa-masa akhir hidup Hugh. Walaupun demikian, dalam banyak waktu, Richard mengadopsi dan mengembangkan banyak gagasan dan prinsip Hugh. Dokumen yang ditemukan di biara menyebutkan bahwa Richard menjadi wakil kepala biara pada tahun 1159, dan pada tahun 1162 dia menjadi kepala biara hingga tahun 1173.

FPekerjaan/Karya
Pekerjaan awal Richard kemungkinan besar adalah sebagai pengajar (guru) dan juga menulis. Tulisan-tulisannya berkembang mulai dari eksegese dasar, teologi, dan filsafat hingga ke studi tentang pertanyaan-pertanyaan sekitar kehidupan spiritual. Pada tulisan-tulisan awalnya dia berdasar pada interpretasi moral para teolog sebelumnya, seperti Augustinus dari Hippo, Bede, Paus Gregory I, dan Hugh. Dia kemudian menjadi lebih mandiri dan bebas dari pengaruh Hugh. Tulisan-tulisannya yang terkenal adalah “Benjamin Minor dan Benjamin Major, serta De Trinitate”.

·         Benjamin Minor dan Benjamin Major
Benjamin Minor (aslinya berjudul Book of the Twelve Patriarchs) dan Benjamin Major merupakan pekerjaan Richard yang luar biasa tentang kontemplasi. Bagi Richard Benjamin Minor bukanlah suatu risalah tentang kontemplasi, melainkan lebih sebagai cara mempersiapkan pikiran untuk kontemplasi. Dia menggunakan cerita Yakub dan kaumnya untuk menciptakan risalah tentang psikologi perbuatan jahat dan kebaikan/kebajikan. Dia menggunakan elemen-elemen yang berbeda dari cerita tersebut untuk menerangkan hubungan antara pikiran dan tubuh, pikiran sehat dan pertimbangan (alasan). Dengan melakukan ini dia berusaha menolong anggota-anggota yang lebih muda dari komunitas itu untuk mampu membedakan mana tindakan yang benar dan mana tindakan yang salah dengan menggunakan kekuatan pikiran. Dalam hal ini Richard sebenarnya mengajarkan prinsip-prinsip dasar psikologi yang digabungkan dengan doktrin spiritual. Tujuan keseluruhan dari tulisannya ini adalah untuk mempersiapkan anak-anak didiknya dalam hal kontemplasi dan dalam rangka kesatuan dengan Allah.

Benjamin Major melengkapi tulisan sebelumnya dengan studi tentang pikiran dalam hubungannya dengan doa. Namun, pada bab terakhir dari tulisan Benjamin Major ini, yang ditulis lebih kemudian daripada Minor, Richard hampir meninggalkan topik utamanya tadi, dan lebih mendiskusikan tentang pengajaran teologi mistik. Dia masih berusaha mengajar/melatih pengikut-pengikutnya melalui teksnya itu, tetapi dia juga menautkan dirinya dalam menciptakan suatu sistem teologi mistik.
·         De Trinitate
Salah satu pekerjaan Richard terbesar adalah De Trinitate yang kemungkinan ditulis menjelang akhir hidupnya. Karya ini terkenal karena menggabungkan bagian-bagian teks teologi yang ditemukan pada karya-karya awalnya. De Trinitate merupakan studi Richard yang paling bebas (mandiri) dan asli tentang teologi dogmatika. Nampaknya studi ini mau menunjukkan bahwa kebenaran-kebenaran dogmatik Kristen tentang pewahyuan adalah mutlak dan tak terbantahkan dengan alasan apapun. Pendekatan teologi Richard berakar kehidupan doa yang sangat mistik, yang dalam roh melibatkan pikiran.

FKeunikan
Apa yang membuat Richard Victor sangat berbeda dari para teolog lain pada zamannya adalah bahwa dia melakukan pendekatan terhadap masalah-masalah teologi lebih sebagai psikolog. Dia mengangkat masalah-masalah teologi yang dia temukan dalam karya-karya beberapa penulis, seperti Denis dan Augustinus, dan menyelesaikan masalah-masalah teologi tersebut dengan prinsip-prinsip humanis abad ke-12. Richard berusaha untuk mempelajari cara dimana pikiran manusia bekerja dan sibuk. Usaha ini mengarahkannya pada konsepsinya tentang kontemplasi dan persepsinya tentang wilayah gaib (supernatural) yang belum dieksplorasi dalam doa. Richard selalu ingin tahu bagaimana pikiran bereaksi pada situasi yang tertentu dan bagaimana kebaikan dapat ditingkatkan dan kejahatan dihindari. Walaupun dia sangat dipengaruhi oleh keyakinan dan prinsip-prinsip dari para pendahulunya, namun dia melihat Kitab Suci dan pekerjaan-pekerjaan teologi dari perspektif yang berbeda, khususnya menjelang akhir hidupnya. Akibatnya, Richard menghasilkan karya-karya teologis dan filosofis, demikian juga tafsiran teks-teks Kitab Suci dari sudut pandang psikologi.

E.     Pendampingan dan Konseling Pastoral Pada Abad ke-13
Pada abad ke 13 muncul tokoh pendampingan, yakni Fransisco Bernadone (1181-1226). Terlahir dengan nama Giovanni Bernardone, biasa dikenal dengan nama Fransisko (bahasa Italia: Francesco). Ayahnya bernama Pietro adalah seorang pedagang pakaian yang kaya dan ibunya bernama Pica. Fransisco adalah seorang anak yang hidupnya penuh dengan kegembiraan bersama dengan temen-temannya. Pada suatu saat ia bertemu dengan seorang pengemis dan anehnya, ia tidak dapat menahan diri untuk memberikan semua pakaiannya kepadanya. Ia juga bertemu dengan seorang yang berpenyakit kusta, dan merasa terdorong untuk memeluk orang itu. Akhirnya, karena Fransisco sering memboroskan uangnya kepada orang miskin maka ayahnya menolak dia sebagai ahli warisnya.

Fransisco dijiwai oleh cinta-kasih yang besar kepada seluruh makhluk. Menurut cerita ia juga pernah berkhotbah kepada burung-burung yang mendengarkan dengan berdiam diri. Dia sering membuka jasnya sendiri untuk memberi kehangatan bagi orang yang didampingi. Dia sangat memeperhatikan orang miskin, orang sakit dan orang sakit kusta (Van den End, 1979: 122-123). Secara pastoral Fransisco mengajak kita untuk hidup berbagi bagi orang lain.

Thomas Aquinas (1225-1274). Sarjana teolog yang termasyhur dan seorang filosof besar di zaman pertengahan. Ia merupakan murid dari Albertus Magnus dan pernah mengajar di sekolah tinggi paris.  Dia juga seorang rahib Dominikan dari Itali.  Ajaran Thomas yang terkenal yakni dia mencoba membagikan dunia ini dan kehidupan manusia menjadi dua tingkatan. Tingkatan yang di bawah dibentuk oleh hidup kodrati(hidup alamiah) yang dapat dipahami dengan akal budi. Pengetahuan ini pun memberi pengenalan kodrati akan Allah. Hidup biasa ini menuju kepada persekutuan dengan Allah, sehingga belum sempurna selama persekutuan itu belum diwujudkan. Sebab itu hidup kodrati perlu ditambah dan digenapi oleh suatu tingkat atas, yaitu hidup rahmat yang datang dari Tuhan.

Metode teologia Thomas juga dapat dilihat dalam urainnya mengenai hubungan antara rahmat Allah dan kemampuan manusia untuk berbuat baik. Menurut iman Kristen, manusia sudah dirusak oleh dosa sehingga ia tidak dapat berbuat sesuatu apapun yang berkenaan kepada Allah dan hanya dapat diselamatkan oleh rahmat Allah saja. Memang manusia dengan kekuatannya sendiri tidak dapat menghasilkan perbuatan yang menjadikan dia benar di hadapan Allah. Umpamanya, manusia dapat mengasihi sahabatnya, tetapi kasih “kodrati” ini tidaklah cukup, karena Allah menuntut supaya kita mengasihi musuh kita (kasih “adikodrati”). Barulah kalau kita memiliki kebaikan yang adikodrati itu, Allah akan menganggap kita benar.

Oleh karena itu Allah, semata-mata karena rahmatNya, mencurahkan anugerahNya ke atas manusia. Anugerah itu adalah suatu kekuatan yang adikodrati, yang disalurkan kepada manusia melalui sakramen. Yang dicontohkan dengan pupuk yang ditaburkan oleh seorang petani ke tanah yang subur. Lalu, sama seperti tanah itu sesudah diberi pupuk menghasilkan buah, begitulah juga, sesudah menerima sakramen, manusia mulai berjalan menuju suatu kehidupan yang baru, dan melakukan perbuatan-perbuatan baik yang menjadikan dia berkenan kepada Allah (Van den End: 1979, 130-133). Hal ini menekankan pertumbuhan, dan pertumbuhan itu menghasilkan buah. Salah satu impiannya adalah menyatukan gereja Barat (Roma) dan Timur (Konstantinopel). Thomas Aquinas adalah orang pertama yang menyatakan bahwa ada 7 sakramen dalam gereja. Pandangannya ini disahkan oleh Konsili Latern IV (1215).

F.     Pendampingan dan Konseling Pastoral Pada Abad ke-14
1.      Jean Le Charlier de Gerson (1363-1429)
Seorang rahib dan sufi Kristen dari Perancis. Setelah ia menyelesaikan pendidikan doktornya, dia kemudian mengajar dan menjadi rector Universitas Notre Dame. Gerson merupakan seorang tokoh pergerakan mistikus ortodoks yang berseberangan dengan Scotus dan William Ockam. Gerson hanya berpihak pada filsafat yang mengandung dan disentuh oleh Pietisme atau kesalehan. Karya utamanya adalah Speculative Mystic Philosophy. Orientasinya bukan pada teori tetapi pada praktik dan pastoral care. Dia juga mengarang buku yang berhubungan dengan pastoral care. Dalam kesibukannya sebagai seorang teolog, ia memberi banyak perhatian kepada dunia anak. Gerson juga menjadi Uskup Sekuler yang menghabiskan hidupnya dalam keprihatinan gereja yang mementingkan materi saja. Gerson sendiri dapat dikatakan bahwa dia adalah tokoh reformasi yang lebih awal dibanding yang dilakukan pada abad 16, setelahnya. Maka pada akhirnya dia memutuskan untuk mengambil jalan skisma (perpecahan dalam gereja) sebagai respon ketidakpuasan. Di biara Lyon ia mengarang buku-buku cerita untuk anak dan bahan kurikulum pelajaran agama untuk anak. Rekan-rekan Gerson bukan memuji perbuatan Gerson, malah mengejeknya. Mereka berkata bahwa menulis buku cerita anak adalah pekerjaan yang remeh dan merendahkan derajat seorang teolog. Gerson menangkis kecaman itu dengan berkata bahwa tidak ada pelayanan kristiani yang lebih tinggi daripada pelayanan kepada anak. Inilah pendampingan dan konseling pastoral kepada anak-anak yang patut dicontoh.

2.      Gregory Palamas (1296-1359)
Dia adalah tokoh gereja wilayah Timur dan seorang asketis. Ia juga dikenal sebagai seorang tokoh pengusung Teologi Hesikhasme. Hesikhasme berasal dari kata Yunani hesykia yang berarti keheningan, kesepian, istirahat. Ini adalah sebuah tradisi spiritual yang sudah ada sejak zaman gereja purba. Tujuannya adalah untuk mencapai keheningan batin sehingga dapat tiba para perenungan akan Allah. Ia belajar untuk menjadi seorang rahib di sebuah pusat kebiaraan milik Gereja Ortodoks di Gunung Athos. Kehidupan doanya berkembang di tempat ini karena ia belajar di bawah bimbingan para penganut Hesikhasme. Tujuan dari mistik yang didalami oleh Palamas adalah untuk mencapai teosis yaitu sebuah kehidupan yang dipenuhi dengan Yang Ilahi. Palamas sependapat dengan tradisi lama dalam teologi ortodoks timur bahwa dalam teosis tidak berarti manusia kemudian menjadi sama dengan hakikat Ilahi. Bagi Gregorius jiwa manusia tidak dapat mendalami Allah. Dia juga berpandangan bahwa zat Allah tidak dapat diketahui secara persis, namun energi dan ayat-ayat Allah dapat dirasakan, bahkan dalam kesadaran manusia bahkan dalam tubuh manusia dapat dibaca tanda-tanda kehadiran Terang Allah. Gregorius mulanya tidak disenangi banyak orang. Ia pernah diekskomunikasi oleh gereja tahun 1344. Akan tetapi tahun 1347, ia diangkat menjadi uskup di Tesalonika oleh kaisar yang baru berkuasa. Catatan penting yang bisa kita dapatkan dari Gregory Palamas ini adalah tentang keheningan dan pengalaman akan Allah.

G.    Pendampingan dan Konseling Pastoral Pada Abad ke-15
1.      John Hus (1369-1415)
FKehidupan
Yohanes Hus adalah seorang teolog dan reformator dari Ceko (saat itu masih dikenal sebagai wilayah Bohemia). Ia lahir di Husinec (± 75 km sebelah selatan-barat daya Praha) Republik Ceko, tahun 1969. Gerakan keagamaannya didasarkan pada gagasan-gagasan John Wycliffe. Para pengikutnya dikenal sebagai kaum Hussit. Oleh Gereja Katolik, ajaran-ajarannya dianggap sesat sehingga ia dikucilkan (1411), dikutuk oleh Konsili Konstanz, dan dibakar hidup-hidup di Konstanz, Jerman, 6 Juli 1415. Hus merupakan salah seorang perintis gerakan Protestan.

FPemikiran
Pernikahan saudara perempuan raja Wenceslaus, Anne, dengan raja Richard II dari Inggris (1382), berdampak pada dikenalnya tulisan-tulisan John Wycliffe di Bohemia. Hus lantas sangat tertarik pada tulisan Wycliffe, khususnya soal realisme-filsafatnya. Namun, tulisan-tulisan teologis Wycliffe baru masuk 20 tahun kemudian, yang disebarkan secara luas oleh Hieronimus dari Praha. Hus kala itu yang telah menjadi seorang sarjana dan pengkhotbah ulung, juga merasa tertarik dan bahkan meyakinkan dirinya untuk melakukan pembaruan gerejawi. Tapi di tahun 1403, Universitas Praha melarang penyebaran doktrin-doktrin Wycliffe, dan pada tahun 1405, Hus terpaksa disingkirkan karena kritik-kritiknya yang tajam terhadap kaum agamawan.

Tahun 1408, skisma kepausan antara Gregorius XII dengan Benediktus XII turut berdampak pada eksistensi Universitas Praha. Hal ini lantas menguntungkan bagi Hus yang pro pemerintah, sehingga mengantarkannya menjadi rektor pertama kala universitas itu berubah nama menjadi Universitas Ceko (1409). Itu berarti doktrin-doktrin Wycliffe kembali menyebar secara luas di seantero Bohemia. Namun, seiring dengan perkembangan, Yohanes Hus menjadi musuh gereja oleh karena pembangkangan yang dilakukannya terhadap otoritas gereja saat itu. Tanggal 8 Desember 1414, Hus dijebloskan ke dalam sebuah penjara di biara Dominikan. Dan setelah melewati proses yang berbelit-belit, tanggal 5 Juni 1415, ia untuk pertama kalinya diadili dan dipindahkan ke biara Fransiskan. Tanggal 6 Juli 1415, dihadapan persidangan Konsili Florence, Hus dijatuhi hukuman mati dengan dibakar hidup-hidup, atas tuduhan sebagai penyebar ajaran sesat.

Tapi di luar itu, semasa hidupnya, Hus dianggap sebagai seorang nabi dan rasul bagi masyarakat Bohemia. Keberhasilan besar di negara kelahirannya itu terutama disebabkan oleh aktivitas pastoralnya yang tidak tertandingi, yang jauh lebih baik daripada aktivitas para pengkhotbah lama terkenal lainnya di Bohemia. Hus sangat mementingkan khotbahnya dan tahu bagaimana membangkitkan antusiasme massa. Isi khotbah-khotbahnya seringkali membakar semangat. Ia menceritakan perselisihannya dengan para atasan rohaninya, mengecam peristiwa-peristiwa kontemporer, atau mengimbau kepada jemaatnya untuk menjadi saksi atau hakim. Sikap inilah yang menyebabkan pengikutnya berlipat ganda dan dengan demikian ia menjadi murid sejati dari gurunya, Wycliffe, tanpa ia sendiri harus menjadi seorang teoritikus dalam masalah-masalah teologis.
2.      Nicolas Cusa (1401-1464) dengan nama lengkapnya Nicolaus Cusanus adalah seorang teolog, filosof, ilmuwan dan seorang imam gereja. Cusanus lahir di kota Kues, kota kecil di tepi Sungai Mosel pada tahun 1401. Ia mendapatkan gelar doktor dalam bidang hukum gereja pada tahun 1423, kemudian ia menjadi utusan Paus Konstantinopel. Pada tahun 1449 ia diangkat menjadi cardinal dan uskup Brixen pada tahun 1450, dan ia meninggal pada tahun 1464.

Cusanus membedakan ada dua kemampuan pengetahuan manusia. Kemampuan pertama adalah akal yang merupakan kemampuan diskursif manusia, yakni kemampuan berpikir logis, membuat pemisahan-pemisahan dan menyimpulkan. Kemampuan ini berlaku di dunia indrawi. Kemampuan kedua adalah budi (intellectus), yang merupakan kemampuan untuk menentukan orientasi bagi manusia. Hal ini dapat dibandingkan dengan kemampuan manusia menentukan arah timur, padahal “timur” itu tidak ada dan tidak dapat diamati. Aktivitas budi bukanlah hal-hal yang empiris, melainkan melampauinya. Dengan kemampuan budi inilah manusia dapat memahami sedikit sifat Allah.

Dia sangat menyokong gerakan yang mempelajari ilmu sekuler secara merdeka tanpa campur tangan gereja. Dia juga yang menyokong pandangan yang menjelaskan bahwa bumi berputar di sekeliling matahari. Dialah teolog pada abad pertengahan yang sangat memperhatikan dunia yang plural. Dia juga yang menganjurkan rekonsiliasi dengan penganut Jhon Hus yang sudah disirnakan dari bumi dengan dibakar hidup-hidup. Dia berpandangan satu-satunya yang absolut hanya Allah – yang satu – dan bukan tiga. Tuhan itu sekaligus ada di mana-mana. Dari sisi pastoral, pandangan ini mau mengajak kita bahwa pendampingan dan konseling pastoral itu terbuka bagi semua, dan toleransi sangatlah diperlukan dalam kegiatan pastoral dimaksud.

3.      Thomas A. Kempis (1380-1471)
Dia seorang rahib, dan mistikus Kristen terkenal dari abad pertengahan. Nama aslinya adalah Thomas Hemerken. Ia lahir di Kempen, dekat kota Koln, pada tahun 1379. Ayahnya, John adalah berperan sebagai pandai besi dan ibunya, Gertrude adalah sekolah-wanita simpanan (school-mistress). Ketika umur 20 tahun ia masuk ke Biara Agustin di Belanda. Dia menjadi imam tahun 1413. Kempis memiliki banyak tulisan, namun yang paling terkenal adalah Imitasi Kristus (dalam bahasa Latin Imitatio Christi). Arti dari buku tersebut adalah mengikuti Kristus. Isi dari buku itu sebagian adalah tentang: itu adalah sebuah buku pegangan untuk hidup spiritual yang timbul dari devotio moderna gerakan, di mana kempis merupakan anggota teks dibagi menjadi empat buku yang memberikan instruksi rohani rinci. Buku ini berisikan tentang  nasihat untuk kehidupan, spiritual untuk interior penghiburan yang diberkati. Penekanan pada penarikan diri dari dunia sebagai lawan suatu aktif imitasi Kristus, dan juga mengandung tentang makna pengabdian. Menjadi seperti Kristus seperti yang diharapkan oleh tulisan ini adalah sesuatu yang sangat pastoral.

H.    Penutup
Kami menyadari bahwa masih banyak hal lagi yang seharusnya diuraikan dalam tulisan tentang sejarah pendampingan dan konseling pastoral di abad pertengahan ini. Namun, karena berbagai keterbatasan sumber informasi (bacaan) dan terlebih-lebih keterbatasan kami dalam menulis sejarah, maka tidak semua yang seharusnya dimuat itu bisa kami uraikan di sini. Terlepas dari dinamika konteks abad pertengahan yang kadang-kadang menggembirakan, dan seringkali menyedihkan, kita masih bisa belajar dari para tokoh zaman itu, yaitu tentang pentingnya kesederhanaan, keberanian, keterbukaan, toleransi, kepedulian, dan integritas dalam keseluruhan pelayanan kita. Keterbatasan dan tantangan tidak menjadi alasan untuk mengabaikan pelayanan atau kepedulian kepada orang-orang yang membutuhkan di sekitar kita. Semoga saja!



Daftar Pustaka

Bell, Theo. Luther’s Reception of Bernard Clairvaux. Indiana: Port Wayne, 1995
Berkhof H., dan I.H. Enklaar. Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985
Brooke, Christopher. Europe in the Middle Ages. London and New York: Longman, 1987
Clebsch, William A. and Charles R. Jaekle. Pastoral Care in Historical Perspective. New York: Jason Aronson, 1983
Van den End, Th. Harta Dalam Bejana. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1980
Wiryasaputra, Totok S. Sejarah dan Perkembangan Konseling Pastoral (Manuscript). Yogyakarta: Center for Holistic Caring and Counseling (CHCC), 2010

Internet:

Disusun oleh kelompok 3 (tiga):
1.      Alokasih Gulö                   (NIM: 752011028)
2.      Chrisprilya R.A. Kusen     (NIM: 752011048)
3.      Mersye N. Pattipeiluhu     (NIM: 752011012)
4.      Yusti Lawerista                 (NIM: 752011022)


No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...