Saturday, November 24, 2012

Mau Hancur? Atau Mau Langgeng? Libatkan Tuhan! (Mazmur 2:1-6)

Bahan PA Minggu, 25 Nopember 2012
Pdt. Alokasih Gulo

2:1       Mengapa rusuh bangsa-bangsa, mengapa suku-suku bangsa mereka-reka perkara yang sia-sia?
2:2       Raja-raja dunia bersiap-siap dan para pembesar bermufakat bersama-sama melawan TUHAN dan yang diurapi-Nya:
2:3       "Marilah kita memutuskan belenggu-belenggu mereka dan membuang tali-tali mereka dari pada kita!"
2:4       Dia, yang bersemayam di sorga, tertawa; Tuhan mengolok-olok mereka.
2:5       Maka berkatalah Ia kepada mereka dalam murka-Nya dan mengejutkan mereka dalam kehangatan amarah-Nya:
2:6       "Akulah yang telah melantik raja-Ku di Sion, gunung-Ku yang kudus!"


Mazmur ini dapat disebut sebagai mazmur kerajaan. Hal ini terlihat dari adanya semacam pertentangan yang ditampilkan sedemikian rupa antara para raja dan bangsa lain dengan TUHAN yang dalam hal ini dapat diartikan sebagai raja dan bangsa Israel. Sebagai suatu mazmur kerajaan, maka raja umat TUHAN ditampilkan sebagai pilihan TUHAN sendiri, sedangkan para raja dan bangsa lain yang sesungguhnya lebih merupakan lawan umat TUHAN (atau raja pilihan TUHAN) akan berhadapan dengan TUHAN. Tentu, hasil akhirnya sudah diketahui, yaitu bahwa para bangsa dan raja lain itu akan kalah.

Ayat 1-3 berbicara mengenai pemberontakan bangsa-bangsa, sayang sekali, tidak ada petunjuk yang jelas tentang bangsa-bangsa dimaksud. Pemazmur mempertanyakan “keriuhan” bangsa-bangsa lain dalam upaya mereka melawan dan memberontak kepada TUHAN serta orang yang diurapi-Nya (dhi raja Israel). Hal ini menjelaskan bahwa perlawanan kepada orang pilihan TUHAN sama artinya melawan TUHAN sendiri; sungguh suatu upaya “legitimasi kekuasaan”, atau mungkin juga bentuk kepasrahan terhadap TUHAN. Bagi pemazmur, apapun, siapapun, dan bagaimanapun mufakat bangsa-bangsa dalam melawan TUHAN, hanyalah suatu kesia-siaan saja.

Ayat 4-6 mengungkapkan reaksi TUHAN Allah atas rencana bangsa-bangsa untuk melawan-Nya. Disebutkan bahwa TUHAN justru tertawa dan mengolok-olok mereka. Allah tidak pusing, tidak bingung, tidak takut, tidak merasa terancam, tidak kuatir, dlsbg; sebaliknya TUHAN mempermalukan bangsa-bangsa yang hendak melawan dan memberontak terhadap-Nya; Ia justru membuat mereka jatuh. Setiap bangsa, bahkan setiap orang yang berencana dan bermufakat melawan kehendak Allah, pasti akan gagal, karena rencana dan mufakat itu mencerminkan keangkuhan mereka, dan keangkuhan itu sendiri yang menggagagalkan mereka. Akhirnya, pemazmur menegaskan bahwa raja yang sedang berkuasa di Sion adalah raja pilihan TUHAN, raja yang diurapi-Nya. Jelas sekali bahwa pemazmur menekankan “keterlibatan” Allah dalam keberhasilan ke-raja-annya. Dalam arti tertentu, nas ini dapat mencerminkan suatu upaya “legitimasi kekuasaan raja” Israel yang pada zaman itu sering berhadapan dengan aneka pemberontakan dan ancaman baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri (bangsa-bangsa lain).

Teks ini menggambarkan paling tidak tiga hal penting:
1)      Pertentangan (permusuhan) antara raja (dan bangsa) “pilihan” TUHAN dengan raja (dan bangsa) lain. Pertentangan antar bangsa pada zaman itu seringkali dipahami sebagai pertentangan antar tuhan.
2)      Kecenderungan raja (bangsa) lain untuk menunjukkan keangkuhannya terhadap raja (bangsa) pilihan TUHAN, bahkan hingga melawan TUHAN sendiri. Inilah sumber utama kegagalan raja (bangsa) lain.
3)      Kerinduan raja (bangsa) pilihan TUHAN untuk merasa “rendah diri” berhadapan dengan raja (bangsa) lain itu, dan karenanya berserah penuh kepada TUHAN. Kerinduan dan kepasrahan ini juga menunjukkan upaya raja/bangsa pilihan TUHAN itu untuk mempertahankan eksistensi ke-raja-an pilhan TUHAN dimaksud. Inilah kunci keberhasilan raja (bangsa) pilihan TUHAN.

Orang yang (mengaku) percaya kepada Tuhan sering “menghakimi” kelompok ateisme sebagai kelompok yang harus dibuang, dihukum, disingkirkan, dlsbg, walaupun pilihan mereka menjadi ateis itu sesungguhnya sama berharganya dengan pilihan kita untuk (mengaku) percaya kepada Tuhan. Mengapa? Karena kelompok ateisme dicap sebagai kelompok yang “melawan/memberontak” kepada Tuhan, dan karenanya Tuhan harus dibela.

Mari kita renungkan sejenak! Perlawanan/pemberontakan kepada Tuhan pada zaman sekarang tampil dalam berbagai bentuk, dan tidak dapat dituduhkan secara sepihak kepada kelompok yang menganut paham ateisme, atau kelompok yang berbeda pengajaran dengan kita. Kita, sebagai orang yang (mengaku) percaya kepada Tuhan, dapat saja suatu saat melawan/memberontak kepada Tuhan dengan aneka cara, wujud, dan metode. Ketika kita mengandalkan kemampuan yang kita miliki dalam hidup ini, merendahkan sesama kita, dan mengabaikan Tuhan, sesungguhnya pada saat itu kita sedang melawan dan memberontak kepada Tuhan. Kebanggaan berlebihan dan keangkuhan adalah bentuk nyata perlawanan dan pemberontakan kepada Tuhan pada zaman sekarang; dan pada saat itu sebenarnya kita menuju pada kehancuran.

Sekarang, mau langgeng? Libatkan Tuhan! Hanya dengan “melibatkan” Tuhan segala rencana, tindakan, mufakat, dlsbg, dapat membuahkan hasil. Melibatkan Tuhan yang dimaksud di sini tentunya dalam pengertian positif. Melibatkan Tuhan berarti dalam kerendahan hati menyadari dan mengakui kelemahan atau keterbatasannya, dan karenanya bersandar penuh pada Tuhan. Apakah kita mau kehidupan rumah tangga kita bertahan? Libatkan Tuhan! Karir/pekerjaan/usaha berumur panjang? Libatkan Tuhan! Studi, rencana, kebersamaan, dll, berhasil? Libatkan Tuhan!

No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...