Mazmur ini diawali dengan pujian pribadi sang pemazmur kepada TUHAN Allah (ay. 1-2), dan diakhiri dengan pujian pengakuan tentang kekekalan kekuasaan TUHAN sebagai Raja (ay. 10). Pujian ini sekaligus ajakan kepada kita untuk memuji TUHAN Allah, dan peringatan untuk tidak berharap pada para penguasa duniawi dan sejenisnya.
Mengapa kita diajak untuk tidak bergantung atau tidak menggantungkan hidup kepada para penguasa, anak manusia? Karena mereka tidak mampu menyelamatkan kita, kalau pun misalnya mereka bisa “menyelamatkan” maka itu tidak selamanya, toh mereka juga suatu saat “berakhir”, mati, kembali ke tanah, dan rencana/maksud mereka sendiri berakhir. Jadi, untuk apa menggantungkan hidup, menggantungkan masa depan kepada sesuatu atau seseorang yang pada akhirnya binasa sendiri? Bukankah itu suatu kebodohan? Bukankah itu suatu tindakan yang gegabah?
Kepada si(apa)kah manusia dewasa ini sering menggantungkan hidup, masa depan, karir, dlsbg?
· Materi (uang, tanah, harta milik, usaha, dlsb)
· Jabatan
· Kenalan (keluarga, sahabat, rekan, dlsb)
· Fisik
· dsb
Banyak orang yang berlindung di balik semua ini. Bahkan kita sering melihat dan memperlakukan sesama kita berdasarkan pada hal-hal di atas, bukan pada keberadaannya sebagai manusia ciptaan Tuhan.
Sekarang, pemazmur mengajak kita untuk menggantungkan hidup dan masa depan pada TUHAN Allah Yakub. Kita tahu bahwa Yakub dulu sering berada dalam situasi yang kritis, hampir tidak ada titik cerah untuk harapan dan masa depan (mis. ancaman kakaknya Esau, kesulitan di rumah pamannya Laban, bahaya yang selalu mengancam dalam pelarian, ketegangan antara kedua istrinya sampai dia harus bersetubuh dengan para pembantunya karena tuntutan isterinya, bahaya pada masa tuanya ketika anaknya Dina diperkosa misalnya hingga kepergiannya ke tanah Mesir, dlsbg). Namun, pada akhirnya, Yakub bisa melalui itu semua karena pertolongan Tuhan. Tuhan yang seperti inilah yang menurut pemazmur dapat memberikan pertolongan, kehidupan, dan masa depan yang terjamin.
Alasan penting lainnya mengapa kita seharusnya menggantungkan hidup pada TUHAN Allah Yakub itu adalah karena Dia itu pemilik, penguasa, dan sumber segala sesuatu dalam hidup ini (antara lain: menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya), Dia itu setia (tidak seperti penguasa yang hanya nampak setia ketika dia membutuhkan kita, bandingkan misalnya Jokowi yang memang untuk saat ini sangat baik, tetapi dari sudut kesetiaan, Jokowi tidak setia terhadap janjinya untuk menjadi walikota Solo sampai akhir masa jabatannya), kesetiaan Tuhan itu tidak dikondisikan, tidak dibuat-buat.
Selanjutnya, Allah yang oleh pemazmur patut kita puji dan jadikan sebagai tempat bernaung adalah Tuhan yang pro-keadilan dan kebenaran, berpihak kepada mereka yang tertindas, yang lapar, yang terpenjara, yang buta, yang berbeban berat atau yang terjatuh, orang asing, anak yatim (piatu) dan janda. Maka, sangat aneh kalau ada orang yang katanya mencintai Tuhan dan memuji-Nya, tetapi dalam kehidupan sehari-hari selalu mengabaikan, menyepelekan, atau memandang sebelah mata orang-orang yang menurut ukuran dunia tidak memiliki si(apa)-si(apa). Karenanya, pemazmur menegaskan bahwa Tuhan Allah itu sangat menentang segala bentuk kefasikan. Jadi, pemazmur mengarahkan kita untuk tidak salah pilih, tidak salah tempat! Pertolongan, perlindungan, pengharapan, dan kehidupan yang sesungguhnya hanya ada di dalam Tuhan yang seperti ini, demikianlah kata pemazmur.
Akhirnya, pemazmur mengajak kita untuk menyuarakan pujian pengakuan bahwa TUHAN itu Raja untuk selama-lamanya. Intinya: Pertolongan dari manusia : sementara, tidak tetap, tidak stabil, tergantung situasi à manusia fana à tidak aman dijadikan sebagai tempat bergantung, tempat berharap, tempat berlindung, dst; sedangkan Pertolongan dari Tuhan : tetap, abadi, tidak dipengaruhi oleh kondisi apa pun à kekal à aman dijadikan sebagai tempat bergantung, tempat berharap, tempat berlindung, dst.
No comments:
Post a Comment
Apa yang ada di pikiranmu?