Sunday, December 23, 2012

Dari yang Terkecil Muncul Pemimpin Besar (Mikha 5:1-5)


Renungan Minggu Adven IV (Minggu, 23 Desember 2012)
Oleh: Pdt. Alokasih Gulo


Selamat Hari Ibu!

Alkitab BIS
5:1
TUHAN berkata, "Hai Betlehem Efrata, engkau salah satu kota yang terkecil di Yehuda! Tetapi dari engkau akan Kubangkitkan seorang penguasa untuk Israel yang asal usulnya dari dahulu kala."
5:2
Jadi, TUHAN akan membiarkan umat-Nya dikuasai oleh musuh-musuh mereka sampai wanita yang ditentukan untuk menjadi ibu penguasa itu telah melahirkan Dia. Sesudah itu orang-orang sebangsanya yang berada di pembuangan akan dipersatukan kembali dengan bangsa mereka.
5:3
Apabila penguasa itu datang, Ia akan memerintah umat-Nya dengan kekuatan dan kekuasaan dari TUHAN Allahnya sendiri. Umat-Nya akan hidup dengan aman, karena semua orang di seluruh dunia akan mengakui kebesaran-Nya,
5:4
dan Ia akan memberikan kedamaian. Apabila tentara Asyur menyerbu negeri kita dan mendobrak pertahanan kita, kita akan mengerahkan pemimpin-pemimpin kita yang terkuat untuk memerangi mereka.
5:5
Pemimpin-pemimpin kita itu akan mengalahkan Asyur dengan kekuatan senjata, dan menyelamatkan kita dari tangan mereka.


Menjadi yang terkecil tentu kuranglah membahagiakan. Mendapat bagian kecil dalam suatu pembagian juga kurang menggembirakan (ingat misalnya distribusi bantuan kemanusiaan, saling berebut, jangan sampai mendapat bagian yang sedikit atau terkecil). Atau, menjadi kaum minoritas sebenarnya kurang menyenangkan (bandingkan misalnya dengan keberadaan orang-orang Kristen di Indonesia, atau keberadaan kaum Muslim di Amerika). Dan, sesuatu yang menyakitkan apabila yang terkecil itu diabaikan oleh orang-orang dekatnya, oleh orang-orang yang seharusnya menjadi pembelanya. Memang, ada istilah “kecil itu indah”, tetapi ketika ia diabaikan, disingkirkan, didiskriminasi, dipandang sebelah mata, ditindas, dan mungkin saja diperas seperti sapi perah, tentu yang dirasakan bukan lagi “ke-indah-an” melainkan “ke-sakit-an” dan “ke-pedih-an”.

Perasaan yang kurang menyenangkan seperti itulah yang juga dirasakan oleh sebuah kota kecil di Yehuda pada zaman nabi Mikha, yaitu kota Betlehem Efrata. Kota ini memang sebuah kota kecil di antara kota-kota lain di Yehuda pada waktu itu; karenanya kota ini kurang diperhatikan dan diperhitungkan secara politik, sosial-ekonomi, bahkan agama. Secara politik dan ekonomi, kota ini tidak dapat memberikan harapan yang menggembirakan bagi para penguasa pemerintahan dan agama pada waktu itu, dan karenanya kota ini tidak mendapat tempat yang signifikan di hati para penguasa. Jadi, kita bisa membayangkan kalau secara sosio-psikologis para penduduknya merasa tidak berdaya menghadapi situasi sulit seperti itu, dan pada akhirnya mereka hanya berserah saja pada “nasib”.

Namun, siapa sangka saudara-saudari, kalau ternyata dari kota kecil yang pengharapannya hampir sirna inilah kemudian muncul pemimpin besar, pemimpin yang pemerintahannya jauh melampaui batas-batas wilayah Israel dan Yehuda. Siapa sangka saudara-saudari, kalau ternyata kota kecil ini kemudian menjadi pusat perhatian internasional karena dari padanyalah bangkit pemimpin terbesar itu. Siapa sangka, kalau ternyata dari yang terkecil muncullah pemimpin besar.

Dan, kemunculan pemimpin besar inilah yang dijanjikan oleh Tuhan Allah ketika para pemimpin Israel/Yehuda pada zaman nabi Mikha berpesta-pora melakukan korupsi, ketika para nabi palsu bersibuk-ria menawarkan jasanya, ketika para imam berubah menjadi fasik, ketika para pedagang semakin tidak jujur, dan ketika para hakim suka menerima suap. Janji pengharapan inilah yang disuarakan oleh nabi Mikha ketika pada waktu itu praktik ketidakadilan terjadi di mana-mana, ketika penindasan para petani dan penduduk desa semakin menggila, ketika keserakahan, kekikiran, kebejatan dan penyembahan berhala semakin menguasai umat dan para pemimpin Israel/Yehuda, dan ketika mereka terus bersikeras melakukan kejahatan. Berita sukacita tentang munculnya pemimpin besar inilah yang kemudian menjadi pokok pemberitaan nabi Mikha setelah dia mengecam bangsa Israel/Yehuda pada waktu itu, setelah ia meramalkan kejatuhan Israel dan ibu kotanya Samaria (Mi 1:6-7) dan juga kejatuhan Yehuda dan ibu kotanya, Yerusalem (Mi 1:9-16; Mi 3:9-12).

Lalu, apakah kata-kata penghiburan dalam teks ini hanya semacam shock therapy bagi kaum terkecil itu? Atau hanya semacam obat penenang saja seperti pernah dikatakan oleh sosiolog Karl Marx bahwa agama itu hanyalah sekadar obat bius bagi manusia?  Bisa ya bisa tidak! (Dalam sejarah gereja juga kita dapat melihat bagaimana agama khususnya gereja sering melakukan pemberitaan yang sifatnya hanya membius atau menina-bobokan manusia). Namun, saat ini kita bisa mengatakan bahwa penghiburan itu tidak sekadar shock therapy, juga tidak sekadar obat bius! Mengapa? Karena janji pengharapan itu telah tergenapi melalui kedatangan Kristus ke dunia.

Sekarang, penghiburan seperti apa yang disampaikan kepada kaum terkecil ini? Janji pengharapan seperti apa yang dinubuatkan itu? Yaitu bahwa akan muncul seorang yang memerintah Israel/Yehuda (ay. 1). Seperti apa orang yang memerintah itu? Dan bagaimana akibat dari kedatangannya itu?
-          Ia sudah ada sejak dahulu kala. Jadi rencana kedatangan-Nya bukan rencana yang sporadis atau musiman, bukan rencana asal-asalan, bukan rencana yang tidak pernah ditepati. Dan sekarang pemimpin besar itu datang setelah sekian lama umat Tuhan dibiarkan untuk dikuasai oleh bangsa lain, yaitu Asyur (ay. 2) karena kekerasan hati mereka dan karena pemberontakan mereka terhadap Allah.
-          Ia akan bertindak dan akan menggembalakan umat Tuhan dalam kekuatan TUHAN, dan dalam kemegahan nama TUHAN Allahnya, sehingga umat-Nya yang berada di pembuangan akan kembali ke tanah leluhur merek (ay. 2), dan mereka dapat hidup dengan aman dan tanpa gangguan, sebab kebesaran nama-Nya itu telah membuat bangsa-bangsa lain di bumi menyegani-Nya, dan karenanya mereka tidak akan mengganggu lagi umat yang dipimpin-Nya itu (ay. 3). Hal ini ditegaskan lagi di ayat 4b-5, bahwa setiap ancaman yang datang, termasuk dari musuh mereka yang cukup menakutkan pada waktu itu, yaitu Asyur, akan dikalahkan, dan akan dicukur habis. Apa artinya? Yaitu bahwa pemimpin besar yang muncul atau bangkit dari kota kecil Betlehem Efrata itu, akan menjadi sumber damai sejahtera, karena Dia sendiri akan memberikan kedamaian itu bagi umat-Nya.

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan,
Seorang guru besar sejarah perjanjian lama di salah satu perguruan tinggi di Indonesia pernah mengatakan bahwa “Natal itu adalah untuk orang-orang kecil”. Saya kira, teks renungan kita di Minggu adven IV ini membuktikan bahwa kedatangan Kristus memang terutama bagi orang-orang kecil, yaitu bagi mereka yang selama ini telah dipinggirkan, didiskriminasi, diabaikan, dipandang sebelah mata, dianggap kecil dan tidak berguna, dan kepada mereka yang kemanusiaannya telah diinjak-injak oleh orang-orang yang menganggap diri lebih besar dari yang lain, oleh orang-orang yang menganggap diri lebih hebat dan berkuasa dari yang lain. Kita masih bisa menyaksikan bagaimana “yang terkecil” sering mendapat perlakuan tidak manusiawi, sering tidak diminta dan didengarkan pendapatnya bahkan tentang dirinya sendiri, sering diperlakukan semena-mena oleh para penguasa bahkan oleh mereka yang selama ini “memperkenalkan” diri sebagai pejuang kemanusiaan manusia. Akhir-akhir ini kita telah menyaksikan bagaimana perjuangan para buruh untuk mendapatkan gaji/upah yang layak karena sekian lama mereka diperlakukan tidak adil, karena sekian lama mereka diperlakukan seperti sapi perah oleh para penguasa dan pengusaha di negeri yang relijius ini. Kita dapat menyaksikan betapa banyaknya orang yang tidak mendapatkan pelayanan yang manusiawi di berbagai lembaga swasta dan pemerintahan, di rumah sakit misalnya, di berbagai kantor instansi pemerintahan, bahkan di gereja sendiri (salah satu contohnya adalah ketika ada oknum di MA yang mengusir salah seorang rakyat hanya karena ybs berpakaian lusuh). Contoh-contoh ini masih bisa diuraikan lebih panjang lagi.

Namun saudara-saudari, pada saat ini juga kita diingatkan dan diteguhkan bahwa pemerintahan Allah yang jauh melebihi kekuasaan si(apa) pun pasti dapat memulihkan kemanusiaan orang-orang yang selama ini terinjak-injak oleh aneka kejahatan, kekerasan, dan kekuasaan dunia itu. Kita diajak untuk tidak mengabaikan “yang terkecil”, dan untuk tidak terjebak dalam semacam sindrom minoritas. Melalui kelahiran Yesus di Betlehem (yang dua hari lagi kita akan merayakan Natal), Allah merombak cara pandang dan sikap manusia, untuk tidak meremehkan hal-hal yang kecil. Kehidupan ini tidak terletak di dalam kecil atau besar, tetapi di tangan siapa yang kecil dan besar itu berada. Dan kita percaya bahwa hidup kita, entah kecil atau besar, berada dalam naungan kasih Kristus, sang Pemimpin Besar kita yang muncul dari kota kecil Betlehem Efrata. Ternyata, kebesaran itu tidaklah terletak pada parameter manusia seperti keadaan geografis, jumlah penduduk, kekuatan militer, melainkan pada kuasa dan campur tangan Allah sendiri. Seperti diungkapkan dalam Matius 2:6 : “…Engkau sekali-kali bukanlah yang terkecil”. Sesuatu yang tidak penting, kurang berarti, kurang diperhitungkan dibandingkan dengan yang lain dalam penilaian manusia dapat dijadikan Allah sebagai sesuatu yang penting, dan bahkan menjadi sumber sukacita dan damai sejahtera.

Selamat mengakhiri minggu adven, dan selamat merayakan Natal.
Tuhan memberkati kita semua.


No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...