Khotbah Minggu Adven II, 09 Desember 2012
Pdt. Alokasih Gulo
3:1 Lihat, Aku menyuruh utusan-Ku, supaya ia mempersiapkan jalan di hadapan-Ku! Dengan mendadak Tuhan yang kamu cari itu akan masuk ke bait-Nya! Malaikat Perjanjian yang kamu kehendaki itu, sesungguhnya, Ia datang, firman TUHAN semesta alam.
3:2 Siapakah yang dapat tahan akan hari kedatangan-Nya? Dan siapakah yang dapat tetap berdiri, apabila Ia menampakkan diri? Sebab Ia seperti api tukang pemurni logam dan seperti sabun tukang penatu.
3:3 Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan perak; dan Ia mentahirkan orang Lewi, menyucikan mereka seperti emas dan seperti perak, supaya mereka menjadi orang-orang yang mempersembahkan korban yang benar kepada TUHAN.
3:4 Maka persembahan Yehuda dan Yerusalem akan menyenangkan hati TUHAN seperti pada hari-hari dahulu kala dan seperti tahun-tahun yang sudah-sudah.
Akhir-akhir ini kita sering mendengar dan menyaksikan banyaknya orang (terutama para pejabat pemerintah) yang mendapat hukuman karena berbagai kasus yang menimpa mereka, terutama kasus korupsi. Kita memang tidak tahu pasti bagaimana reaksi mereka ketika ‘harus’ menjalani hukuman, demikian juga reaksi mereka setelah bebas dari penjara. Tentu reaksi mereka tidaklah sama satu dengan yang lain, tergantung dari bagaimana setiap orang berefleksi pasca hukuman tersebut. Ada yang mencoba belajar dari pengalamannya itu dengan melakukan perubahan dan komitmen untuk hidup lebih baik ke depan; ada juga yang justru tidak peduli dengan hukuman yang pernah dijalaninya itu dan malah dengan semakin berani mengulangi perbuatannya itu. Karena keterbatasan konteks kita saat ini, saya tidak akan menguraikan di sini satu-persatu kemungkinan apa saja yang menggambarkan reaksi mereka.
Bagaimana dengan umat Tuhan, dhiorang Yehuda, ketika mereka mendapatkan hukuman dari Tuhan dengan mengalami pembuangan ke negeri orang? Bagaimana reaksi mereka setelah mereka kembali ke tanah mereka di Palestina? Apakah mereka mencoba berefleksi dan belajar dari kesalahan mereka, dan kemudian bertobat? Atau, apakah mereka justru semakin “menggila” dalam melakukan perbuatan yang tidak baik? Atau bagaimana?
Secara umum, pasca pembuangan itu orang Yahudi bereaksi secara ‘negatif’. Mereka mengalami kesusahan dan kemunduran rohani bahkan dalam berbagai aspek kehidupan yang lain. Mereka menjadi sinis, meragukan kasih dan janji Allah, menyangsikan keadilan-Nya dan tidak percaya lagi bahwa ketaatan kepada perintah Tuhan itu berguna. Seiring dengan memudarnya iman, maka pelaksanaan ibadah juga menjadi asal-asalan, bahkan cenderung menghinakan nama Tuhan. Mari kita lihat sejenak apa saja persoalan mendasar tersebut yang mengelilingi nas renungan kita hari ini.
1) Praktik ibadah/persembahan kepada TUHAN
- Fangaohasi Lowalangi : TUHAN tidak dihormati dan ditakuti (1:6), korban persembahan yang ditujukan untuk TUHAN dihinakan (1:12 dst). Pelaku utama dari perbuatan ini adalah para imam.
- Fa lö ba dödö fawu’usa li khö Lowalangi (mengabaikan perjanjian dengan Allah). Pada intinya perjanjian dengan Allah pada satu sisi adalah kehidupan, dan pada sisi lain mesti diresponi oleh umat Tuhan dengan ketakutan kepada-Nya (2:5). Sayang sekali, umat TUHAN melanggar perjanjian itu dengan tidak takut kepada TUHAN, malah membuat umat TUHAN itu tergelincir ... (2:8-9). Pelaku utama dari kesalahan ini lagi-lagi para imam.
- Fangaohasi Lowalangi : TUHAN tidak dihormati dan ditakuti (1:6), korban persembahan yang ditujukan untuk TUHAN dihinakan (1:12 dst). Pelaku utama dari perbuatan ini adalah para imam.
- Fa lö ba dödö fawu’usa li khö Lowalangi (mengabaikan perjanjian dengan Allah). Pada intinya perjanjian dengan Allah pada satu sisi adalah kehidupan, dan pada sisi lain mesti diresponi oleh umat Tuhan dengan ketakutan kepada-Nya (2:5). Sayang sekali, umat TUHAN melanggar perjanjian itu dengan tidak takut kepada TUHAN, malah membuat umat TUHAN itu tergelincir ... (2:8-9). Pelaku utama dari kesalahan ini lagi-lagi para imam.
2) Lalimo Lowalangi fe’era (menutupi mezbah TUHAN dengan air mata, 2:13) : “air mata buaya”
3) Tidak setia terhadap perkawinan mereka yang sah (2:14 dst).
4) Ketidaksetiaan kepada Tuhan dan Berbagai Tindakan Ketidakadilan (3:5)
Itulah sebabnya Maleakhi mengajak para imam dan umat Tuhan untuk bertobat, kembali kepada Tuhan, dan menaati perjanjian dengan-Nya. Maleakhi mengingatkan bahwa Tuhan pasti datang dengan didahului oleh kedatangan utusan-Nya (3:1). Kedatangan Tuhan tersebut merupakan wujud dari kesetiaan Allah pada perjanjian-Nya, dan pada saat yang sama kedatangan-Nya itu juga merupakan tindakan pemurnian umat-Nya (bnd. ilustrasi pemurnian dan pentahiran perak/emas di ayat 2). Tentu, dalam tindakan pemurnian/pentahiran itu ada proses yang harus berlangsung, dan bagi Maleakhi tidak ada seorang pun yang dapat mengelak dari proses itu. Hal ini juga mau mengatakan bahwa segala bentuk kenajisan umat Tuhan akan ditahirkan; dalam kerangka itulah hukuman Tuhan diberlakukan. Tujuannya apa? Ayat 3 dan 4 menjawabnya: “supaya mereka menjadi orang-orang yang mempersembahkan korban yang benar kepada TUHAN. Maka persembahan Yehuda dan Yerusalem akan menyenangkan hati TUHAN seperti pada hari-hari dahulu kala dan seperti tahun-tahun yang sudah-sudah”.
Tuhan datang untuk membuktikan bahwa Dia itu setia pada perjanjian-Nya, yaitu perjanjian keselamatan dan kehidupan bagi kita. Pada saat yang sama Tuhan datang untuk mentahirkan dan memurnikan kita, tentu dengan cara-Nya sendiri dan dengan segala konsekuensinya. Untuk apa? Menyenangkan hati Tuhan sendiri, itulah intinya! Wow, mulia betul ..., menyenangkan hati Tuhan; saya teringat sebuah lagu rohani “... menyenangkan-Mu hanya itu kerinduanku ...”. Pertanyaannya ialah bagaimana kita menyenangkan hati Tuhan selama ini? Atau, karena Tuhan pasti datang, bagaimana kita menyenangkan hati-Nya? Apakah perayaan kita menyenangkan hati Tuhan, atau jangan-jangan hanya menyenangkan “nafsu” kita sendiri? Apakah cukup dengan persembahan kita? Apakah cukup dengan berbagai persembahan melalui kegiatan diakonia karitatif itu? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini masih dapat diteruskan lagi menurut kedalaman refleksi kita di minggu-minggu adven ini. Hanya saja, perlu kita sadari bahwa Tuhan tidak dapat kita permainkan dengan persembahan yang kita berikan, dengan ibadah berbagai model, dengan air mata dan sejenisnya. Tuhan hanya meminta kita untuk setia, setia kepada-Nya, setia terhadap tugas dan tanggung jawab masing-masing, setia terhadap perkawinan, dan menjadi pelaku keadilan dalam segala aspek kehidupan.
No comments:
Post a Comment
Apa yang ada di pikiranmu?