Rancangan Khotbah Minggu, 12 Juli 2020
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo
39 Yesus mengatakan pula suatu perumpamaan kepada
mereka: “Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh
ke dalam lobang?
40 Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya,
tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya.
41 Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam
mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui?
42 Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada
saudaramu: Saudara, biarlah aku mengeluarkan selumbar yang ada di dalam matamu,
padahal balok yang di dalam matamu tidak engkau lihat? Hai orang munafik,
keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas
untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”
Teks ini diawali dengan sebuah pengantar singkat bahwa
Yesus menyampaikan suatu perumpamaan kepada murid-murid-Nya (ay. 39a). Sebenarnya,
ada beberapa perumpamaan, atau lebih tepatnya analogi yang dipakai oleh Yesus
untuk menyampaikan suatu pesan kepada pendengar-Nya.
- Pertama, potret tentang satu orang buta yang berusaha menuntun orang buta lainnya (ayat 39b).
- Kedua, potret orang yang tampaknya tidak memperhatikan balok di matanya sendiri sementara dia begitu bersemangat melihat dan berupaya mengeluarkan selumbar di mata sesamanya (ayat 41-42).
- Ketiga, potret sepasang pohon, satu pohon yang baik dan satu pohon yang tidak baik – dan semak duri (ayat 43-44).
- Terakhir, potret sepasang rumah – yang satu kokoh dan yang lainnya rubuh setelah dilanda oleh banjir (ayat 48-49).
Lalu Yesus bertanya: “Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah
keduanya akan jatuh ke dalam lobang?” (ayat
39b). Pertanyaan
pertama mengharapkan
jawaban “Tidak”, dan pertanyaan kedua mengharapkan jawaban “Ya”. Ini adalah pertanyaan retorik, disusul kemudian dengan pertanyaan di ayat 41-42, keduanya agak bombastis, memakai
gaya bahasa yang hiperbolis.
Dalam
versi Matius perkataan
Yesus ini ditujukan langsung kepada orang-orang Farisi sebagai “yang buta” tetapi berusaha
menuntun orang buta lainnya (Matius 15:12-14), tetapi dalam versi Lukas penerapannya lebih umum, bukan hanya
kepada orang-orang Farisi, atau kepada para ahli Taurat, tetapi juga kepada murid-murid dan orang banyak. Namun demikian, konteks
awalnya memang tidak terlepas dari “serangan/kecaman” orang-orang Farisi dan
para ahli Taurat kepada Yesus karena dianggap telah melanggar hukum sabat Yahudi
(Luk. 6:1-11), serta kritikan Yesus terhadap orang-orang (biasanya orang
Yahudi) yang cenderung menghakimi sesama mereka (Luk. 6:37).
Inti
dari potret pertama ini adalah bahwa kita harus
berhati-hati ketika memilih siapa yang harus diikuti agar kita tidak tersandung
dan jatuh ke dalam lobang
karena pemandu buta kita. Dengan kata lain, kita tidak
mungkin menuntun orang lain dengan baik kecuali kita sendiri dapat melihat dengan jelas arah atau jalan
yang akan kita tempuh. Banyak
orang yang – tanpa kompetensi yang memadai – mencoba membimbing orang lain ke
jalan yang dia sendiri tidak kuasai, ironisnya banyak juga orang yang mau
dibodoh-bodohi seperti itu. Perhatikan kata-kata Yesus setelah ayat ini: “Seorang murid tidak lebih daripada gurunya, tetapi barangsiapa yang telah tamat
pelajarannya akan sama dengan gurunya”
(ay. 40). Jadi, tampaknya ada orang yang begitu bersemangat
“mengajar” (menuntun) orang lain sementara dia sendiri “buta” tentang apa yang
dia ajarkan itu, dia sendiri “buta” tentang arah dan jalan yang akan ditempuh. Artinya,
pastikan dulu kita memiliki penglihatan yang jelas sebelum berupaya menuntun
orang lain, pastikan dulu “mata” kita sudah melek terhadap sesuatu sebelum
memberitahukannya kepada orang lain. Itulah pentingnya belajar dan berlatih
kepada guru, dan Guru Agung kita adalah Yesus Kristus.
“Mengapakah
engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam
matamu sendiri tidak engkau ketahui?” (ay. 41).
Atau, “Saudara, biarlah aku mengeluarkan selumbar
yang ada di dalam matamu, padahal balok yang di dalam matamu tidak engkau
lihat?”
(ay. 42a). Yesus menyebut orang-orang seperti ini sebagai orang munafik. Yesus berkata: “Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari
matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu
dari mata saudaramu” (ay. 42b).
Ayat-ayat
ini muncul sehubungan
dengan apa yang Yesus katakan di ayat 37 tentang tidak boleh menghakimi
atau menghukum
sesama. Masalah dengan menghakimi di sini adalah bahwa orang yang menempatkan
dirinya sebagai hakim atas ketidaksempurnaan orang lain sesungguhnya juga tidak sempurna. Sama seperti orang buta yang menuntun orang buta, demikian juga orang yang tidak sempurna menilai orang
yang tidak sempurna, akibatnya bisa menjadi penilaian atau penghakiman yang amat subjektif.
Walaupun ditujukan kepada murid-murid dan orang
banyak, tetapi tampaknya kata-kata Yesus ini terkait erat dengan para ahli Taurat dan orang Farisi. Mereka selalu berusaha keras untuk mematuhi hukum dan memastikan
bahwa orang lain juga melakukannya. Sebenarnya, apa yang mereka lakukan adalah tugas mulia, karena hukum adalah hukum
Allah dan Allah menghargai kesetiaan pada hukum. Namun demikian, ketaatan yang cermat dapat menjadi
masalah ketika itu mengarah pada kesombongan rohani – sama seperti ketika pengamat yang jelimet menganggap bahwa merekalah yang paling
baik dan hebat,
sementara orang lain dan seluruh
dunia buruk. Itulah yang terjadi dengan para ahli Taurat dan orang-orang
Farisi, dan Yesus memperingatkan kita bahwa kita harus berhati-hati agar kita
tidak mengadopsi sikap menghakimi yang sama – jenis kesombongan rohani yang
sama.
Berhati-hatilah!
No comments:
Post a Comment
Apa yang ada di pikiranmu?