Monday, August 3, 2020

Bersahabat dengan Keraguan


Bersahabat dengan Keraguan
Refleksi Pribadi (Pdt. Alokasih Gulo)

Pada catatan pribadi sebelumnya, saya menegaskan bahwa “keraguan” (dan kebingungan) yang pernah saya alami justru telah membentuk dan memberi kesadaran kepada saya akan arti sebuah panggilan kependetaan. Para sahabat yang belum membacanya, silakan baca di sini Ketika aku Ragu-ragu

Beberapa sahabat yang telah membaca catatan tersebut mengajukan pertanyaan refleksi yang sepertinya sederhana tetapi sesungguhnya amat mendasar. Apakah “ragu-ragu” itu salah? Ada ga sih batas keragu-raguan itu? Apa yang harus saya lakukan ketika keraguan muncul dalam diriku? Kapan kita boleh bertenti meragu? Mengapa kita mengalami keraguan?


Dalam Alkitab, salah satu tokoh populer terkait keragu-raguan ini adalah Tomas. Tomas, salah seorang murid Yesus, memang terkenal karena ragu-ragu atas “penampakan” diri Yesus setelah kebangkitan-Nya. Banyak orang Kristen yang mencemooh, atau paling tidak merasa kasihan atas sikapnya yang meragu tersebut. Bagi banyak orang, Tomas merupakan sosok yang imannya lemah, dan karena itu tidak baik dijadikan sebagai contoh bagi orang percaya. Sosoknya seringkali dijadikan sebagai bahan perbandingan (yang cenderung negatif) bagi orang-orang yang dianggap sulit percaya kepada Tuhan. Ya, itulah tradisi teologi dan atau pengajaran tradisional kita.

Tetapi, apakah sikap “meragu” memang terlalu buruk sehingga banyak orang yang melekatkan stigma “orang kurang beriman” pada diri Tomas (dan orang-orang yang meragu lainnya di sepanjang masa)?

Berdasarkan pengalaman dan perenungan saya secara pribadi, sikap “meragu” merupakan sikap yang tidak mudah percaya, tidak mudah menerima, dan tidak mudah menjalani sesuatu yang baginya tidak jelas, sesuatu yang masih abstrak, sesuatu yang belum bisa dijelaskan dan atau diterima oleh akal sehat. Dengan kata lain, sikap meragu sebenarnya merupakan awal penting dari sikap kritis-positif, yaitu sikap yang selalu mempertanyakan sesuatu secara prinsipiil sebelum memercayai, menerima, dan menjalaninya. Seseorang yang meragu biasanya akan lebih konsisten dan teguh dalam prinsip daripada orang-orang yang begitu mudahnya memercayai sesuatu yang bahkan belum jelas kepadanya.

Dapat dikatakan bahwa keragu-raguan merupakan modal penting bagi upaya pencarian kepastian. Tomas, dan orang-orang yang meragu lainnya, adalah orang-orang yang sungguh-sungguh mencari kepastian yang diawali dengan sikap meragu. Ketika kepastian sudah diperoleh, maka keraguannya pun berakhir. Tentu, keraguan yang lain akan muncul ketika ada lagi upaya mencari kepastian akan sesuatu yang lain tersebut.

Jadi, tidak ada yang salah dengan sikap meragu, sebab sikap tersebut adalah bagian dari kehidupan manusia yang mesti disyukuri dan dikelola dengan baik untuk mendapatkan kepastian. Dalam bingkai inilah penting mengembangkan sikap yang bersahabat dengan keraguan. Bersahabat dengan keraguan berarti memberi ruang bagi diri sendiri untuk menghayati dan mengelola sikap meragu tersebut. Bersahabat dengan keraguan berarti berupaya untuk menerima dan merasa nyaman dengan keragu-raguan yang muncul dalam diri, baik yang terkait dengan diri sendiri (personal) maupun yang terkait dengan pelayanan. Bersahabat dengan keraguan berarti memberi kesempatan kepada diri sendiri untuk menggumuli dan merenungkan secara mendalam apa arti kehidupan dan pelayanan. Keragu-raguan yang telah dihayati dan dikelola dengan baik akan mendorong kita untuk mengambil keputusan yang lebih rasional. Keragu-raguan yang telah dihayati dan dikelola dengan baik akan memampukan kita untuk memercayai, menerima, dan menjalani sesuatu dalam kepastian yang dapat dipertanggungjawabkan.

--- selamat meragu ---

2 comments:

  1. Selamat meragu dalam keragu-raguan pak Pendeta.

    Mungkin perlu direnungkan juga antara ragu atau bimbang....
    Shalom

    ReplyDelete

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...