Rancangan Khotbah Pentakosta ke-2, Senin, 1 Juni 2020
Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo
2:1 Demikianlah
pula, ketika aku datang kepadamu, saudara-saudara, aku tidak datang dengan
kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah
kepada kamu.
2:2 Sebab
aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus
Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.
2:3 Aku
juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar.
2:4 Baik
perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang
meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh,
2:5 supaya
iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah.
Kalau membaca seluruh pasal 2 ini, bahkan mulai dari
pasal 1:18, kita akan melihat argumen Paulus yang kontras dan agak tumpang
tindih. Pada teks khotbah hari ini (ay. 1-5), Paulus terkesan tidak setuju
dengan hikmat, “aku tidak datang … dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian
Allah kepada kamu” (ay. 1), namun mulai ayat 6 seterusnya (teks setelah nas
khotbah hari ini), Paulus justru menekankan pentingnya hikmat, bahkan
dia memberitakan hikmat itu sendiri. Kata-kata Paulus pada pasal ini agak
membingungkan khususnya soal “hikmat”, sebab dia memakai kata Yunani yang sama “sophia”, tetapi dengan maksud yang
berbeda. Pada teks khotbah hari ini, sophia
(hikmat) yang dimaksud Paulus mengacu kepada hikmat manusia yang dipahami
sebagai hikmat duniawi, dan lebih khusus lagi Paulus mengacu pada kepiawaian
orang-orang atau para “intelek” Korintus dalam menggunakan kata-kata yang indah
dalam pidato atau khotbah mereka. Sementara mulai ayat 6 dan seterusnya, Paulus
mengacu kepada hikmat yang dari Allah, hikmat Allah yang “berlawanan” dengan
hikmat duniawi tadi.
Banyak orang-orang Korintus pada waktu itu, termasuk
orang-orang Kristen, yang dengan mudahnya terpesona dengan kata-kata yang indah
yang mereka dengar padahal berasal dari hikmat duniawi. Paulus menyadari hal
itu, sehingga dia memberi penekanan bahwa kedatangannya ke Korintus untuk
memberitakan Injil, tidak menggunakan kata-kata yang indah dan hikmat
manusia/duniawi, tetapi datang dengan hikmat yang dari Allah. Paulus sendiri menyadari
keterbatasannya memahami keadaan orang-orang Korintus, dan dia hanya berfokus
pada berita tentang Yesus Kristus yang disalibkan (ay. 2). Dia malah mengakui adanya
kelemahan, ketakutan, dan kegentaran di dalam dirinya ketika datang ke Korintus
untuk memberitakan Injil (ay. 3), tetapi kekuatan Allah di dalam Roh Kudus
telah memampukan dia untuk pekerjaan atau pelayanan tersebut (ay.4, 5). Paulus juga
menjelaskan bahwa kuasa Roh Kudus mencerahkan pikiran
orang-orang percaya maupun yang tidak percaya (ay. 4-5). Hal ini juga tampak dalam pelayanannya, dimana Paulus mengajak
jemaat Korintus untuk melihat pelayanan itu dengan cara yang berbeda, sehingga
perlu perubahan pola pikir dan
cara pandang atas kehidupan dan pelayanan. Menurut Paulus, kunci
penting dari perubahan ini adalah
pada penerangan Roh Kudus dalam pikiran orang-orang
percaya. Orang-orang yang mengejar hikmat sejati pun tidak
mampu melihatnya, tidak mampu
melakukan perubahan dalam diri mereka, kecuali Roh Kudus
yang bekerja dan menerangi
mereka.
Hari ini, Minggu, 1 Juni 2020, merupakan hari ke-2
kita merayakan turunnya Roh Kudus, juga kebaktian kedua kali yang kita
laksanakan di gedung gereja pada masa pandemi Covid-19. Mari sejenak mengingat
kembali bagaimana orang-orang Kristen, juga para pelayan gereja, berdebat keras
pada masa-masa awal pandemi Covid-19 di Indonesia, bahkan perdebatan itu masih
terasa sampai hari ini. Kelompok yang merasa imannya lebih kuat, menertawakan mereka
yang setuju pelaksanaan ibadah gerejawi di rumah, menganggap mereka sebagai
penakut. Sementara, orang-orang yang setuju ibadah di rumah, menganggap kelompok
yang merasa imannya kuat itu sebagai orang-orang yang tidak berhikmat. Terjadilah
perang ayat, masing-masing mengutip ayat-ayat tertentu dalam Alkitab untuk
membenarkan dirinya dan melemahkan pihak yang dianggap berlawanan dengannya. Pertanyaannya
ialah apakah tindakan mencomot dan menggunakan ayat-ayat Alkitab dengan
motivasi dan maksud saling menyerang itu berasal dari hikmat Allah dan
bimbingan Roh Kudus? Saya sendiri sih
ragu! Sebab, Roh Kudus dianugerahkan kepada setiap orang percaya untuk saling
menguatkan - bukan saling melemahkan atau menjatuhkan, untuk saling menghibur -
bukan saling mendukakan, untuk saling menolong - bukan saling menelan. Itulah Roh
Kudus yang kita percayai sebagai Pembimbing, Penghibur, dan Penolong.
Perkataan Paulus dalam teks khotbah hari ini juga
menyadarkan kita bahwa berbagai bentuk pelayanan yang kita lakukan, pelayanan
untuk kebaikan dan kehidupan, sesungguhnya bukan karena kekuatan dan hikmat
manusiawi kita, melainkan karena hikmat Allah dan penerangan Roh Kudus. Hal ini
(seharusnya) mendorong kita untuk semakin rendah hati dan hanya menonjolkan
Yesus Kristus dalam setiap pemberitaan dan kehidupan kita, bukan menonjolkan
atau memberitakan tentang diri sendiri. Kita boleh-boleh saja memoles dan
merangkai kata-kata yang indah untuk menggambarkan atau menceritakan tentang
diri sendiri, tetapi pada akhirnya tidak ada gunanya selain hanya untuk
mendapatkan pujian atau pengakuan semu.
Banyak orang yang suka merangkai kata-kata yang indah
atau pujian yang kadang-kadang berlebihan, hanya untuk menyenangkan orang lain,
namun seringkali tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya, bahkan
kadang-kadang berlawanan dengan hati nuraninya sendiri. Itulah contoh kepalsuan
orang-orang yang masih dikuasai oleh hikmat duniawi. Banyak juga orang yang
tidak suka dengan orang lain yang secara blak-blakan menyampaikan sesuatu,
jangan heran kalau sekarang ini ada jemaat yang cenderung mencari atau hanya
mau mendengarkan khotbah para pelayan gereja yang ngomong baik-baik saja menurut ukurannya. Bahkan, ada gejala jemaat
mencari pelayan yang bisa membuat banyak lelucon, sampai-sampai kebenaran atau
isi dari Firman Tuhan sendiri terlupakan dalam pemberitaan. Tampaknya, para
pelayan gereja harus berlatih stand-up
comedy 😁😁.
Pada masa rasul Paulus pun, orang-orang Korintus hanya suka mendengarkan pidato/khotbah
yang menyenangkan telinga/hati mereka, hanya suka mendengarkan kata-kata yang
indah, hanya suka dengan kata-kata yang dipoles sedemikian rupa sehingga
membuat pendengarnya terpesona/terhanyut dalam untaian kata-kata yang indah.
Ironis memang!
Tetapi, tidaklah demikian dengan orang-orang percaya,
orang-orang yang telah dihinggapi oleh Roh Kudus. Orang-orang seperti ini mampu
untuk menyampaikan sesuatu dengan bijak, mampu menggunakan waktu/tempat/ruang
yang tepat untuk menyampaikan sesuatu dengan cara yang tepat, sekaligus mampu
mendengarkan sesuatu dengan penuh kerendahan hati. Bagaimana dengan perubahan
yang terjadi karena pandemi Covid-19 ini? Mau tidak mau, kita (gereja) harus
berubah, kalau tidak ia akan ditinggalkan. Berubah bukan berarti mengikuti begitu
saja arus atau gelombang kehidupan yang sedang menggelora, atau sekadar ikut-ikutan
dengan new normal life style (gaya
hidup kenormalan baru). Kita memang harus berubah, seperti yang dikatakan oleh
rasul Paulus kepada jemaat di Roma: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia
ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan
manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang
sempurna” (Roma 12:2). Hikmat duniawi tidak akan bisa menolong kita untuk mengalami
pembaharuan budi, hanya hikmat Allah di dalam Roh Kudus yang memampukan kita
untuk itu. Oleh sebab itu, tunduklah di bawah bimbingan Roh Kudus dalam seluruh
gerak hidup kita, jalanilah kehidupan apa adanya, lakukanlah pekerjaan dan
pelayanan sepenuh hati, dan biarlah Roh Kudus yang memerintah atau mengarahkan
kita menurut kehendak-Nya. Roh Kudus yang memampukan kita untuk berubah ke arah
yang lebih baik, Roh Kudus yang memampukan kita untuk melayani sesuai dengan
kehendak Tuhan, dan Roh Kudus pula yang memampukan kita untuk menjalani
kehidupan di dalam takut akan Tuhan.