Rancangan Khotbah Minggu, 31 Mei 2020
Dipersiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo
11 Lalu teringatlah mereka kepada zaman dahulu
kala, zaman Musa, hamba-Nya itu: Di manakah Dia yang membawa mereka naik dari
laut bersama-sama dengan penggembala kambing domba-Nya? Di manakah Dia yang
menaruh Roh Kudus-Nya dalam hati mereka;
12 yang dengan tangan-Nya yang agung menyertai
Musa di sebelah kanan; yang membelah air di depan mereka untuk membuat nama
abadi bagi-Nya;
13 yang menuntun mereka melintasi samudera raya
seperti kuda melintasi padang gurun? Mereka tidak pernah tersandung,
14 seperti ternak yang turun ke dalam lembah. Roh
TUHAN membawa mereka ke tempat perhentian. Demikianlah Engkau memimpin umat-Mu
untuk membuat nama yang agung bagi-Mu.
Dalam sejarahnya, kota Yerusalem telah dihancurkan dan umat TUHAN
dibuang ke Babel. Mereka mengalami berbagai kesulitan di pembuangan, termasuk
kesulitan untuk beribadah kepada TUHAN. Seenak-enaknya di negeri orang, lebih
enak di negeri sendiri, demikianlah kira-kira prinsip hidup bangsa Israel pada
waktu itu. Pada masa-masa kesulitan dan penuh penderitaan inilah muncul mazmur keluhan
umat, nyanyian keluh-kesah mereka akan situasi yang sedang terjadi, nyanyian
kisah-kasih yang pernah mereka alami sejak keluar dari tanah Mesir pada zaman
Musa. Melalui mazmur keluhan umat ini, ada pengakuan bahwa Tuhan sendirilah
yang mendatangkan kemusnahan atas Yerusalem karena umat-Nya memberontak, namun
demikian kasih sayang Tuhan – yang telah diberikan-Nya kepada umat-Nya sejak
dahulu kala – melebihi murka-Nya, sehingga pada saatnya Tuhan akan kembali
menyelamatkan umat yang telah dihukum-Nya itu.
Dalam situasi sulit, mereka mengingat kembali bagaimana kejayaan pada
masa lalu, secara khusus ketika TUHAN, melalui hamba-Nya Musa, membawa mereka
keluar dari tempat perbudakan di Mesir, membimbing mereka di padang gurun
dengan tangan yang penuh kuasa, bahkan memperkenankan mereka melewati laut
Teberau karena Tuhan telah membelah air laut tersebut, Mereka mengingat
bagaimana Tuhan yang Agung itu telah menolong mereka melintasi samudera raya
dan padang gurun yang penuh dengan bahaya.
Dalam situasi sulit, umat Allah seolah-olah bertanya: “Di manakah Tuhan?”
Ini merupakan ekspresi dan upaya pencarian Tuhan ketika berada dalam kesulitan,
ketika sedang mengalami penderitaan karena berbagai faktor. Dengan kata lain, umat
Allah menyadari “kegagalan” mereka untuk taat kepada Tuhan, menyadari bahwa pemberontakan
yang mereka lakukan sesungguhnya telah menyakiti hati Tuhan yang begitu
mengasihi mereka. Itulah sebabnya, mereka mau berbalik, kembali kepada Tuhan,
mereka mengingat masa-masa keemasan leluhur mereka dulu, masa-masa ketika TUHAN
menyelamatkan, menolong, dan membimbing mereka hingga ke tanah perjanjian. Mereka
mengingat sejarah kejayaan itu, sampai nama Musa disebutkan kembali, tanda
bahwa mereka merindukan pertolongan Tuhan, mereka merindukan gembala seperti
Musa, gembala yang membimbing mereka di tanah tandus sekalipun. Sejarah mukjizat
pada masa lampau inilah yang diingat oleh bangsa Israel, kisah bimbingan Tuhan atas
mereka, yang melaluinya nama TUHAN dimasyhurkan dan diagungkan.
Dunia kita saat ini sedang mengeluh kesakitan karena pandemi Covid-19,
gereja pun ikut menangis, para hamba Tuhan pun menjerit, dompet ikut kering,
bayangkan lebih 2 bulan kebaktian di gedung gereja harus dialihkan ke rumah. Kita
terasing di negeri sendiri, terasing di kota atau daerah sendiri, terasing di
gereja sendiri, sebab kita “terkurung” di rumah masing-masing, kecuali untuk
keperluan tertentu yang tidak bisa dielakkan. Terasing di negeri orang seperti
dialami oleh bangsa Israel dulu adalah wajar, tetapi terasing di
negeri/kota/daerah/gereja sendiri hanya karena makhluk super kecil, si virus
bernama Corona, adalah hal yang cukup menyakitkan.
Sampai berapa lama lagi Tuhan kami harus menanggung penderitaan ini? Apakah
doa-doa kami tidak pernah sampai kepada-Mu? Tuhan, dulu Engkau pernah
menyelamatkan Daniel dkk di gua singa (koq tiba-tiba teringat ya cerita SM 😆😆), masa sekarang Tuhan tidak mampu menyelamatkan kami
dari virus yang ukurannya jauh lebih kecil dari singa? Di manakah Engkau Tuhan
ketika saat ini kami mengalami berbagai penderitaan? Apakah Engkau masih ada di
rumah kami? Apakah Engkau hanya bersemayam di gedung gereja yang kami percayai
sebagai rumah-Mu? Ah, Tuhan … entah di mana kini Kau berada … tak tahu di mana
rimba-Nya … 😇😇.
Sebenarnya, seruan, doa, dan nyanyian keluhan kita begitu banyak, sampai
mulai muncul keraguan, apakah Tuhan sanggup mendengar dan menampungnya
sekaligus? Sayup-sayup terdengar keluhan: “ya sudah, terserah Tuhan saja”,
lama-lama bisa muncul tagar #terserahTuhan (melawan tagar #indonesiaterserah 😃😃).
Silakan saja curahkan isi hati kita kepada Tuhan, sampaikan saja
kepada-Nya keluhan dan jeritan kita selama ini, kalau perlu ajukan pertanyaan
yang menyudutkan Tuhan sekalipun atas pandemi Covid-19 ini, bawa semua ke
hadapan-Nya. Makanya, kuranglah tepat kata-kata yang kadang-kadang disampaikan
oleh MC pada ibadah-ibadah semi KKR, misalnya: “saudara-saudari, saat ini kita
berada di rumah Tuhan, tanggalkanlah semua beban dan keluh kesahmu, tinggalkan
semua itu, sebab saat ini kita akan datang ke hadapan Allah yang kudus”. Pertanyaannya
ialah ditanggalkan dan ditinggalkan di mana? Kalau bukan kepada Tuhan, kepada
siapa kita menyampaikan beban hidup dan keluh kesah kita? Gereja pun harus
berubah, harus mampu memfasilitasi jemaat untuk menyampaikan jeritannya kepada
Tuhan. Jadi, berilah kesempatan kepada jemaat untuk mengeluh, menjerit, dan
menangis di hadapan Tuhan di rumah-Nya, biarkanlah mereka mencari dan menemukan
jawaban atas pertanyaan mereka di rumah Tuhan, jangan sampai mereka mencarinya
ke tempat lain yang tidak tepat.
Namun demikian, kita pun harus sadar, bahwa pada masa-masa sulit, bukan
saja kita yang menderita, melainkan TUHAN juga dikecewakan dan disakiti oleh
sikap kita, tindakan kita yang ngeyel dan rewel, pola hidup dan pelayanan kita
yang justru membuat nama-Nya tidak dikuduskan di dalam hidup kita sehari-hari. Di
dalam kesadaran seperti ini, kita mesti berbalik kepada TUHAN, dan dengan diperbarui
oleh Roh-Nya yang kudus, kita menyerahkan diri kita ke dalam penghiburan,
pertolongan, dan bimbingan tangan Allah.
Selamat hari Pentakosta, Tuhan Yesus memberkati.
Selamat hari Pentakosta, Tuhan Yesus memberkati.
Khotbah yg menyentuh pak
ReplyDelete