Saturday, May 30, 2020

Di manakah Tuhan? Mencari Tuhan pada Saat-saat Sulit (Yesaya 63:11-14)


Rancangan Khotbah Minggu, 31 Mei 2020
Dipersiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo

11 Lalu teringatlah mereka kepada zaman dahulu kala, zaman Musa, hamba-Nya itu: Di manakah Dia yang membawa mereka naik dari laut bersama-sama dengan penggembala kambing domba-Nya? Di manakah Dia yang menaruh Roh Kudus-Nya dalam hati mereka;
12 yang dengan tangan-Nya yang agung menyertai Musa di sebelah kanan; yang membelah air di depan mereka untuk membuat nama abadi bagi-Nya;
13 yang menuntun mereka melintasi samudera raya seperti kuda melintasi padang gurun? Mereka tidak pernah tersandung,
14 seperti ternak yang turun ke dalam lembah. Roh TUHAN membawa mereka ke tempat perhentian. Demikianlah Engkau memimpin umat-Mu untuk membuat nama yang agung bagi-Mu.


Dalam sejarahnya, kota Yerusalem telah dihancurkan dan umat TUHAN dibuang ke Babel. Mereka mengalami berbagai kesulitan di pembuangan, termasuk kesulitan untuk beribadah kepada TUHAN. Seenak-enaknya di negeri orang, lebih enak di negeri sendiri, demikianlah kira-kira prinsip hidup bangsa Israel pada waktu itu. Pada masa-masa kesulitan dan penuh penderitaan inilah muncul mazmur keluhan umat, nyanyian keluh-kesah mereka akan situasi yang sedang terjadi, nyanyian kisah-kasih yang pernah mereka alami sejak keluar dari tanah Mesir pada zaman Musa. Melalui mazmur keluhan umat ini, ada pengakuan bahwa Tuhan sendirilah yang mendatangkan kemusnahan atas Yerusalem karena umat-Nya memberontak, namun demikian kasih sayang Tuhan – yang telah diberikan-Nya kepada umat-Nya sejak dahulu kala – melebihi murka-Nya, sehingga pada saatnya Tuhan akan kembali menyelamatkan umat yang telah dihukum-Nya itu.

Dalam situasi sulit, mereka mengingat kembali bagaimana kejayaan pada masa lalu, secara khusus ketika TUHAN, melalui hamba-Nya Musa, membawa mereka keluar dari tempat perbudakan di Mesir, membimbing mereka di padang gurun dengan tangan yang penuh kuasa, bahkan memperkenankan mereka melewati laut Teberau karena Tuhan telah membelah air laut tersebut, Mereka mengingat bagaimana Tuhan yang Agung itu telah menolong mereka melintasi samudera raya dan padang gurun yang penuh dengan bahaya.

Dalam situasi sulit, umat Allah seolah-olah bertanya: “Di manakah Tuhan?” Ini merupakan ekspresi dan upaya pencarian Tuhan ketika berada dalam kesulitan, ketika sedang mengalami penderitaan karena berbagai faktor. Dengan kata lain, umat Allah menyadari “kegagalan” mereka untuk taat kepada Tuhan, menyadari bahwa pemberontakan yang mereka lakukan sesungguhnya telah menyakiti hati Tuhan yang begitu mengasihi mereka. Itulah sebabnya, mereka mau berbalik, kembali kepada Tuhan, mereka mengingat masa-masa keemasan leluhur mereka dulu, masa-masa ketika TUHAN menyelamatkan, menolong, dan membimbing mereka hingga ke tanah perjanjian. Mereka mengingat sejarah kejayaan itu, sampai nama Musa disebutkan kembali, tanda bahwa mereka merindukan pertolongan Tuhan, mereka merindukan gembala seperti Musa, gembala yang membimbing mereka di tanah tandus sekalipun. Sejarah mukjizat pada masa lampau inilah yang diingat oleh bangsa Israel, kisah bimbingan Tuhan atas mereka, yang melaluinya nama TUHAN dimasyhurkan dan diagungkan.

Dunia kita saat ini sedang mengeluh kesakitan karena pandemi Covid-19, gereja pun ikut menangis, para hamba Tuhan pun menjerit, dompet ikut kering, bayangkan lebih 2 bulan kebaktian di gedung gereja harus dialihkan ke rumah. Kita terasing di negeri sendiri, terasing di kota atau daerah sendiri, terasing di gereja sendiri, sebab kita “terkurung” di rumah masing-masing, kecuali untuk keperluan tertentu yang tidak bisa dielakkan. Terasing di negeri orang seperti dialami oleh bangsa Israel dulu adalah wajar, tetapi terasing di negeri/kota/daerah/gereja sendiri hanya karena makhluk super kecil, si virus bernama Corona, adalah hal yang cukup menyakitkan.

Sampai berapa lama lagi Tuhan kami harus menanggung penderitaan ini? Apakah doa-doa kami tidak pernah sampai kepada-Mu? Tuhan, dulu Engkau pernah menyelamatkan Daniel dkk di gua singa (koq tiba-tiba teringat ya cerita SM 😆😆), masa sekarang Tuhan tidak mampu menyelamatkan kami dari virus yang ukurannya jauh lebih kecil dari singa? Di manakah Engkau Tuhan ketika saat ini kami mengalami berbagai penderitaan? Apakah Engkau masih ada di rumah kami? Apakah Engkau hanya bersemayam di gedung gereja yang kami percayai sebagai rumah-Mu? Ah, Tuhan … entah di mana kini Kau berada … tak tahu di mana rimba-Nya … 😇😇.

Sebenarnya, seruan, doa, dan nyanyian keluhan kita begitu banyak, sampai mulai muncul keraguan, apakah Tuhan sanggup mendengar dan menampungnya sekaligus? Sayup-sayup terdengar keluhan: “ya sudah, terserah Tuhan saja”, lama-lama bisa muncul tagar #terserahTuhan (melawan tagar #indonesiaterserah 😃😃).

Silakan saja curahkan isi hati kita kepada Tuhan, sampaikan saja kepada-Nya keluhan dan jeritan kita selama ini, kalau perlu ajukan pertanyaan yang menyudutkan Tuhan sekalipun atas pandemi Covid-19 ini, bawa semua ke hadapan-Nya. Makanya, kuranglah tepat kata-kata yang kadang-kadang disampaikan oleh MC pada ibadah-ibadah semi KKR, misalnya: “saudara-saudari, saat ini kita berada di rumah Tuhan, tanggalkanlah semua beban dan keluh kesahmu, tinggalkan semua itu, sebab saat ini kita akan datang ke hadapan Allah yang kudus”. Pertanyaannya ialah ditanggalkan dan ditinggalkan di mana? Kalau bukan kepada Tuhan, kepada siapa kita menyampaikan beban hidup dan keluh kesah kita? Gereja pun harus berubah, harus mampu memfasilitasi jemaat untuk menyampaikan jeritannya kepada Tuhan. Jadi, berilah kesempatan kepada jemaat untuk mengeluh, menjerit, dan menangis di hadapan Tuhan di rumah-Nya, biarkanlah mereka mencari dan menemukan jawaban atas pertanyaan mereka di rumah Tuhan, jangan sampai mereka mencarinya ke tempat lain yang tidak tepat.

Namun demikian, kita pun harus sadar, bahwa pada masa-masa sulit, bukan saja kita yang menderita, melainkan TUHAN juga dikecewakan dan disakiti oleh sikap kita, tindakan kita yang ngeyel dan rewel, pola hidup dan pelayanan kita yang justru membuat nama-Nya tidak dikuduskan di dalam hidup kita sehari-hari. Di dalam kesadaran seperti ini, kita mesti berbalik kepada TUHAN, dan dengan diperbarui oleh Roh-Nya yang kudus, kita menyerahkan diri kita ke dalam penghiburan, pertolongan, dan bimbingan tangan Allah.

Selamat hari Pentakosta, Tuhan Yesus memberkati.

1 comment:

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...