Wednesday, May 6, 2020

DASAR-DASAR DALAM PENYELESAIAN KONFLIK – OUTLINE

Oleh: Pdt. Alokasih Gulo, M.Si.

Ketika ada kegelisahan, ketika hikmat telah pergi, dan ketika tidak ada waktu untuk menyampaikan kata-kata atau hal-hal secara teratur, cobalah pakai pendekatan yang satu setelah yang lainnya, dan jangan pernah paksakan untuk menyelesaikan masalah dalam satu malam saja. Cobalah tangani konflik ketika pihak-pihak yang bertikai memiliki “rasa damai” di dalam diri mereka, karena dengan demikian:
  • Mereka dapat melihat kebutuhan orang lain,
  • Mereka dapat menyatakan kebutuhan mereka dengan cara yang lebih baik,
  • Mereka dapat setuju dengan resolusi yang tercapai.
Tanpa “rasa damai itu”, mereka akan menyerang, saling mengatai, menghina, menjadi defensif, yang tentunya membuat situasi semakin buruk. Lebih baik menunda pertemuan ketika kita melihat bahwa mereka belum siap untuk itu, atau amarah masih sangat menguasai mereka.

Memiliki sudut pandang yang berbeda tidak bisa dihindari, tetapi jangan sampai ada pemaksaan kehendak satu kepada yang lain.

Menangani konflik secara profesional (biasanya untuk mediator):
  • Bangunlah komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik mencakup mendengarkan komunikasi yang terucapkan, tidak terucapkan, dan non verbal.
  • Berilah ruang dan kesempatan kepada mereka untuk mengungkapkan perasaan-perasaannya. 
  • Berilah waktu untuk mendengarkan kebenaran dan asumsi-asumsi.
  • Ketahuilah tujuan setiap pihak.
  • Hati-hatilah terhadap taktik yang menipu. 
  • Pahamilah dan fokuslah pada masalah utama. 
  • Temukanlah alternatif yang baik yang sebisa-mungkin bersifat akomodatif bagi tujuan setiap pihak.
Menangani konflik haruslah diarahkan kepada upaya menciptakan hubungan yang baru dan lebih dalam (bnd. Roma 12:18), bukan sekadar “memuaskan” setiap pihak. Tujuannya haruslah untuk memberdayakan setiap pihak agar bisa mengambil keputusan yang terpenting dan terbaik bagi mereka. Hal ini tidak bisa tercapai kecuali kalau ada harapan bahwa hal baru dan kemungkinan baru dapat tercapai. Harapan hanya dapat tercapai apabila setiap pihak melihat konflik sebagai permulaan penyelesaian, dan bukan sekadar kebetulan saja.

Bagaimana seharusnya kita membangun hubungan dengan sesama?
  • Hubungan kita dengan sesama merupakan gambaran hubungan kita dengan diri sendiri.
  • Hubungan dengan seseorang mencakup bagaimana kita berpikir tentang seseorang itu dan bagaimana kita meyakin (menduga) dia berpikir tentang kita.
  • Kita selalu melihat hubungan kita melalui lensa kesadaran kita sendiri.
  • Tindakan pengamatan membutuhkan pengamat yang sadar, yang yang secara alamiah subjektif.
  • Ketika kita bisa merangkul sifat dasar subjektif dari suatu hubungan, maka akan lebih mudah bagi kita untuk berelasi dengan orang lain.
  • Kita bisa mengubah atau memperbaiki hubungan kita dengan orang lain dengan mengubah dan memperbaiki hubungan dengan diri sendiri.
  • Kita bisa memperbaiki hubungan internal kita, seperti rasa percaya diri, dengan memperbaiki hubungan kita dengan orang lain. 

Sekarang, mari kita latihan sejenak:
Daftarkan hala-hal apa saja yang mengganggumu dari orang lain (daftar komplain terhadap orang lain)
………
………

Sekarang, baca lagi daftar itu seolah-olah diterapkan bagi kita …
Bagaimana rasanya dikomplain oleh orang lain?


JIKA KITA JUJUR,  
maka kita akan mengakui bahwa hampir semua komplain kita terhadap orang lain sesungguhnya adalah komplain kita terhadap diri sendiri.  

Memang sulit sekali mengakui bahwa komplain kita terhadap orang lain sesungguhnya adalah komplain kita terhadap diri sendiri (namun, seringkali tidak disadari).

Cara yang luar biasa untuk mempercepat pertumbuhan personal kita adalah dengan membangun hubungan dengan orang lain:
  • Semakin kita berinteraksi dengan orang lain, kita juga semakin belajar tentang diri sendiri.
  • Nilai sejati dari relasi manusia adalah bahwa mereka bertindak sebagai tongkat penunjuk bagi kasih tanpa syarat.
  • Ketika kita mengampuni, menerima, dan mengasihi semua bagian dari hidup kita, maka kita juga bisa lebih mudah mengampuni, menerima, dan mengasihi sesama kita sebagaimana mereka adanya.
  • Semakin kita memperbaiki hubungan internal kita dengan pikiran kita, keyakinan (beliefs), dan tujuan kita, maka hubungan kita dengan sesama semakin harmonis dan dipenuhi dengan kasih.
  • Jagalah kasih tak bersyarat itu dalam kesadaran kita, maka kita akan melihat kasih itu dalam kenyataan.
Dua proses komunikasi dalam yang mempengaruhi relasi kita:
  • Penyingkapan-diri, pikiran, ide, dan perasaan. Di sini dibutuhkan kejujuran, ketulusan, dan keterbukaan terhadap diri sendiri.
  • Mencari umpan-balik (feedback) dari sesama. Di sini dibutuhkan kerendahan hati dan keterbukaan terhadap umpan-balik bahkan kritik dari orang lain.
Tanda-tanda penggunaan kedua proses komunikasi di atas:
  • Keterusterangan (Candor)
  • Keterbukaan (Openness)
  • Saling menghargai (Mutual respect)
Beberapa gagasan yang penting dalam relasi dengan sesama:
  • Mengasihi sesama seperti diri sendiri.
  • Mengampuni sesama.
  • Memperlakukan sesama seperti memperlakukan diri sendiri (apa yang Anda tidak mau orang lain lakukan untukmu, jangan lakukan juga untuk mereka).
  • Keramahan.
  • Sopan.
  • Jujur tanpa menyerang.
  • Jangan “berdebat”, maksudnya adalah janganlah habiskan waktu dan energi untuk memperdebatkan hal-hal yang tidak substansial, apalagi berdebat dengan orang-orang yang tidak mau “mengalah” sama sekali.
  • Dengan tetap menghargai perbedaan, cobalah beralih ke “persesuaian”.
  • Hindari “kritik” tanpa solusi.
  • Nyatakanlah apresiasi yang tulus.
  • Cobalah lihat dari sudut pandang orang lain.
  • Berilah perhatian penuh pada orang lain ketika dia sedang berbicara.
  • Beri perhatian pada hal-hal yang menarik bagi orang lain.
  • Akuilah bahwa kita juga bisa salah.
  • Beri kesempatan kepada orang lain untuk berbicara, terutama tentang dirinya sendiri.



No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...