Tuesday, May 12, 2020

Adakah TUHAN di Tengah-tengah Kita atau Tidak?


 Disiapkan oleh Pdt. Alokasih Gulo

Keluaran 17:7
Dinamailah tempat itu Masa dan Meriba, oleh karena orang Israel telah bertengkar dan oleh karena mereka telah mencobai TUHAN dengan mengatakan: “Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?”

Kisah ini dimulai dengan penjelasan singkat bahwa dari padang gurun Sin, segenap jemaah Israel berjalan dari tempat persinggahan ke tempat persinggahan, sesuai dengan titah TUHAN (ayat 1). Apa yang terjadi di padang gurun Sin? Dengan jelas, teks ini memberitahukan bahwa di sana tidak ada air minum sementara bangsa itu kehausan. Itulah sebabnya mereka bersungut-sungut dengan sangat hebat kepada Musa (dan TUHAN).

Sebenarnya, pengalaman kekurangan bahan makanan dan minuman ini sudah pernah dialami sebelumnya, pengalaman hidup dalam kekurangan bukanlah hal yang baru bagi mereka. Tidak lama setelah keluar dari tanah Mesir misalnya, mereka mengalami masalah dengan air minum yang terasa pahit, yang membuat mereka bersungut-sungut tetapi TUHAN memberikan jalan keluar (Kel. 15:23-25). Seterusnya, mereka mengalami ketiadaan bahan makanan (roti), dan mereka pun bersungut-sungut kepada Musa (Kel. 16:2-3), dan TUHAN pun menanggapi mereka dengan memberikan makanan, roti yang Dia turunkan dari langit (Kel. 16:13-21). Jadi, masalah terkait makanan dan minuman sudah pernah mereka alami, dan mereka pun sudah melihat atau merasakan langsung bagaimana TUHAN melalui hamba-Nya Musa menolong mereka. Tetapi, kebiasaan mereka untuk bersungut-sungut, hingga hampir melempari batu Musa hanya karena masalah air minum, terulang kembali. Betapa menyedihkannya bangsa Israel ini!

Musa, mungkin dalam kekesalannya terhadap bangsa itu, menanggapi mereka: “Mengapakah kamu bertengkar dengan aku? Mengapakah kamu mencobai TUHAN?” Melalui perkataan ini, Musa hendak mengingatkan bangsa Israel bahwa sesungguhnya mereka tengah mencobai TUHAN (lagi), padahal mereka belum lama melihat dan merasakan langsung pertolongan TUHAN. Peristiwa ini hendak menunjukkan betapa rapuhnya iman bangsa itu kepada TUHAN, walaupun TUHAN sendiri telah beberapa kali menolong dan menyelamatkan mereka dari kematian atau kehancuran. Mereka, katanya, adalah bangsa pilihan TUHAN, pernah mengalami kekurangan, dan TUHAN telah menolong mereka, namun demikian mereka tetap terlalu cepat bersungut-sungut dan tidak ragu-ragu mengancam nyawa orang lain, dalam hal ini Musa. Mereka adalah bangsa yang rapuh, bangsa yang mudah tergoncang.

Apa yang dilakukan Musa setelah mengingatkan bangsa itu? Dia pun meneruskan keluh-kesah itu kepada TUHAN: “Apakah yang akan kulakukan kepada bangsa ini? Sebentar lagi mereka akan melempari aku dengan batu!” (ay. 4). Kalau bangsa Israel merasa terancam mati kehausan, Musa justru merasa terancam mati karena akan dilempari batu oleh bangsa yang juga merasa terancam tersebut. Keduanya sama-sama merasa terancam, berada di antara hidup dan mati, secara psikologis emosi mereka sangat tidak stabil, sangat rapuh. Itulah sebabnya, muncul pertanyaan yang amat penting di ayat 7 ini: “Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?” (ay. 7). Dalam konteks Israel pada waktu itu, pertanyaan ini bisa jadi menggambarkan keragu-raguan mereka atas kehadiran dan pertolongan TUHAN, tetapi pada sisi lain pertanyaan ini sekaligus menunjukkan sebuah pergumulan iman yang luar biasa ketika berada dalam situasi yang amat sulit. Secara tersirat, mereka mengakui bahwa TUHAN memang selalu ada dan hadir, tetapi masalah yang – menurut mereka – begitu rumit, sedang menggoncangkan iman mereka, dan ternyata mereka begitu rapuh.

Tampaknya, pertanyaan yang muncul di ayat 7 merupakan pertanyaan kita bersama, secara khusus ketika berada dalam situasi yang genting, “adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?” Ini adalah pertanyaan sekaligus ekspresi ketidakberdayaan manusia menghadapi berbagai persoalan kehidupan yang begitu kompleks. Ini adalah pertanyaan sekaligus ekspresi kerapuhan manusia ketika berada dalam situasi sulit. Ekspresi-ekspresi seperti ini dapat dibaca lebih banyak lagi di kitab Mazmur dan Ratapan. Banyak orang yang menyerah karena berbagai persoalan kehidupan, karena berbagai kesulitan yang datang silih berganti, karena berbagai penyakit yang tidak kunjung sembuh, karena persoalan keuangan, karena persoalan kebutuhan, dan – yang paling terkini –  karena pandemi Covid-19 dengan segala kompleksitas persoalan yang ditimbulkannya. Dalam situasi seperti itu, kita bertanya “adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?”

Teks ini dengan jelas menunjukkan bahwa TUHAN tidak pernah absen dalam kehidupan umat-Nya. TUHAN pun menjawab, Dia dengan murah hati dan setia menanggapi bangsa itu, bukan saja karena kerapuhan iman mereka, tetapi karena TUHAN tahu bahwa air merupakan kebutuhan manusia yang amat penting. TUHAN memenuhi kebutuhan mereka itu. TUHAN juga memulihkan bangsa itu dengan memenuhi kebutuhan primer mereka, menguatkan mereka kembali. Dengan cara yang khas, TUHAN memenuhi kebutuhan minum bangsa itu, menyuruh Musa memukul gunung batu yang nanti dari dalam batu itu keluar air (ay. 5-6).[1]

Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak? Ini adalah pertanyaan yang terus menerus kita serukan ketika menghadapi berbagai persoalan yang menurut kita begitu rumit dan berat. Yesus sendiri pernah menyerukan keluhan serupa ketika Dia disalibkan. Ketika rasa sakit semakin berat dan kematian semakin mendekat, Yesus berseru, “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat. 27:46). Yesus menggemakan Mazmur 22, yang berbunyi: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku. Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang” (ay. 1-2).

Jadi, tidak ada yang salah sebenarnya dengan keluhan-keluhan kita, itu merupakan bagian dari ekspresi iman kepada Tuhan. Hal ini juga (mestinya) menyadarkan kita betapa rapuhnya manusia, betapa rapuhnya iman kita ketika berada dalam situasi sulit. Dengan kesadaran ini, kita didorong untuk terus menerus memohon pertolongan Tuhan, untuk terus menerus berserah (dan bukan menyerah) kepada Tuhan.

Rasul Paulus pernah mengajukan pertanyaan menantang kepada jemaat di Roma: “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?” (Rom. 8:35). Dan Paulus pun menjawabnya di ayat 38 dan 39: “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita”.

Tuhan tahu apa yang paling kita butuhkan, Tuhan tahu situasi yang sedang kita hadapi, Tuhan punya berbagai cara untuk menolong kita. Silakan ekspresikan keluh-kesahmu dengan bertanya: “adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?”



[1] Dalam kitab Bilangan 20:8 disebutkan bahwa TUHAN menyuruh Musa untuk hanya berkata-kata saja kepada bukit batu itu, bukan memukul.

No comments:

Post a Comment

Apa yang ada di pikiranmu?

Allah Memperhitungkan Iman sebagai Kebenaran (Roma 4:18-25)

Rancangan khotbah Minggu, 25 Februari 2024 Disiapkan oleh: Pdt. Alokasih Gulo 18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Ab...