Disiapkan oleh Pdt. Alokasih Gulo
Keluaran 17:7
Dinamailah tempat itu Masa dan Meriba,
oleh karena orang Israel telah bertengkar dan oleh karena mereka telah mencobai
TUHAN dengan mengatakan: “Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?”
Kisah ini dimulai dengan penjelasan singkat bahwa dari padang gurun Sin, segenap jemaah Israel berjalan dari tempat persinggahan ke tempat persinggahan,
sesuai dengan titah TUHAN (ayat 1). Apa yang terjadi di padang gurun Sin? Dengan jelas, teks ini memberitahukan
bahwa di sana tidak ada air minum sementara bangsa itu kehausan. Itulah
sebabnya mereka bersungut-sungut dengan sangat hebat kepada Musa (dan TUHAN).
Sebenarnya,
pengalaman kekurangan bahan makanan dan minuman ini sudah pernah dialami
sebelumnya, pengalaman hidup dalam kekurangan bukanlah hal yang baru bagi
mereka. Tidak lama setelah keluar dari tanah Mesir misalnya, mereka mengalami masalah
dengan air minum yang terasa pahit, yang membuat mereka bersungut-sungut tetapi
TUHAN memberikan jalan keluar (Kel. 15:23-25). Seterusnya, mereka mengalami ketiadaan
bahan makanan (roti), dan mereka pun bersungut-sungut kepada Musa (Kel.
16:2-3), dan TUHAN pun menanggapi mereka dengan memberikan makanan, roti yang
Dia turunkan dari langit (Kel. 16:13-21). Jadi, masalah terkait makanan dan
minuman sudah pernah mereka alami, dan mereka pun sudah melihat atau merasakan
langsung bagaimana TUHAN melalui hamba-Nya Musa menolong mereka. Tetapi, kebiasaan
mereka untuk bersungut-sungut, hingga hampir melempari batu Musa hanya karena
masalah air minum, terulang kembali. Betapa menyedihkannya bangsa Israel ini!
Musa, mungkin
dalam kekesalannya terhadap bangsa itu, menanggapi mereka: “Mengapakah kamu
bertengkar dengan aku? Mengapakah kamu mencobai TUHAN?” Melalui perkataan ini,
Musa hendak mengingatkan bangsa Israel bahwa sesungguhnya mereka tengah
mencobai TUHAN (lagi), padahal mereka belum lama melihat dan merasakan langsung
pertolongan TUHAN. Peristiwa ini hendak menunjukkan betapa rapuhnya iman bangsa
itu kepada TUHAN, walaupun TUHAN sendiri telah beberapa kali menolong dan
menyelamatkan mereka dari kematian atau kehancuran. Mereka, katanya, adalah
bangsa pilihan TUHAN, pernah mengalami kekurangan, dan TUHAN telah menolong
mereka, namun demikian mereka tetap terlalu cepat bersungut-sungut dan tidak
ragu-ragu mengancam nyawa orang lain, dalam hal ini Musa. Mereka adalah bangsa
yang rapuh, bangsa yang mudah tergoncang.
Apa yang
dilakukan Musa setelah mengingatkan bangsa itu? Dia pun meneruskan keluh-kesah
itu kepada TUHAN: “Apakah yang akan kulakukan kepada bangsa ini? Sebentar lagi
mereka akan melempari aku dengan batu!” (ay. 4). Kalau bangsa Israel merasa
terancam mati kehausan, Musa justru merasa terancam mati karena akan dilempari
batu oleh bangsa yang juga merasa terancam tersebut. Keduanya sama-sama merasa
terancam, berada di antara hidup dan mati, secara psikologis emosi mereka
sangat tidak stabil, sangat rapuh. Itulah sebabnya, muncul pertanyaan yang amat
penting di ayat 7 ini: “Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?” (ay. 7).
Dalam konteks Israel pada waktu itu, pertanyaan ini bisa jadi menggambarkan
keragu-raguan mereka atas kehadiran dan pertolongan TUHAN, tetapi pada sisi
lain pertanyaan ini sekaligus menunjukkan sebuah pergumulan iman yang luar
biasa ketika berada dalam situasi yang amat sulit. Secara tersirat, mereka mengakui
bahwa TUHAN memang selalu ada dan hadir, tetapi masalah yang – menurut mereka –
begitu rumit, sedang menggoncangkan iman mereka, dan ternyata mereka begitu
rapuh.
Tampaknya,
pertanyaan yang muncul di ayat 7 merupakan pertanyaan kita bersama, secara
khusus ketika berada dalam situasi yang genting, “adakah TUHAN di tengah-tengah
kita atau tidak?” Ini adalah pertanyaan sekaligus ekspresi ketidakberdayaan
manusia menghadapi berbagai persoalan kehidupan yang begitu kompleks. Ini
adalah pertanyaan sekaligus ekspresi kerapuhan manusia ketika berada dalam
situasi sulit. Ekspresi-ekspresi seperti ini dapat dibaca lebih banyak lagi di
kitab Mazmur dan Ratapan. Banyak orang yang menyerah karena berbagai persoalan
kehidupan, karena berbagai kesulitan yang datang silih berganti, karena
berbagai penyakit yang tidak kunjung sembuh, karena persoalan keuangan, karena
persoalan kebutuhan, dan – yang paling terkini – karena pandemi Covid-19 dengan segala
kompleksitas persoalan yang ditimbulkannya. Dalam situasi seperti itu, kita
bertanya “adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?”
Teks ini
dengan jelas menunjukkan bahwa TUHAN tidak pernah absen dalam kehidupan
umat-Nya. TUHAN pun menjawab, Dia dengan
murah hati dan setia menanggapi bangsa itu, bukan saja karena kerapuhan iman mereka, tetapi karena TUHAN
tahu bahwa air merupakan kebutuhan manusia yang amat penting. TUHAN memenuhi
kebutuhan mereka itu. TUHAN juga memulihkan
bangsa itu dengan
memenuhi kebutuhan primer mereka, menguatkan mereka kembali. Dengan cara yang
khas, TUHAN memenuhi kebutuhan minum bangsa itu, menyuruh Musa memukul gunung
batu yang nanti dari dalam batu itu keluar air (ay. 5-6).[1]
Adakah TUHAN
di tengah-tengah kita atau tidak? Ini adalah pertanyaan yang terus menerus kita
serukan ketika menghadapi berbagai persoalan yang menurut kita begitu rumit dan
berat. Yesus sendiri pernah menyerukan keluhan serupa ketika Dia disalibkan. Ketika
rasa sakit semakin berat dan kematian semakin mendekat, Yesus berseru, “Allahku,
Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat. 27:46). Yesus menggemakan
Mazmur 22, yang berbunyi: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?
Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku. Allahku, aku
berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu
malam, tetapi tidak juga aku tenang” (ay. 1-2).
Jadi, tidak
ada yang salah sebenarnya dengan keluhan-keluhan kita, itu merupakan bagian
dari ekspresi iman kepada Tuhan. Hal ini juga (mestinya) menyadarkan kita
betapa rapuhnya manusia, betapa rapuhnya iman kita ketika berada dalam situasi
sulit. Dengan kesadaran ini, kita didorong untuk terus menerus memohon
pertolongan Tuhan, untuk terus menerus berserah (dan bukan menyerah) kepada
Tuhan.
Rasul Paulus pernah
mengajukan pertanyaan menantang kepada jemaat di Roma: “Siapakah yang akan
memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau
penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?”
(Rom. 8:35). Dan Paulus pun menjawabnya di ayat 38 dan 39: “Sebab aku yakin,
bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun
pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau
kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk
lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus
Yesus, Tuhan kita”.
Tuhan tahu apa
yang paling kita butuhkan, Tuhan tahu situasi yang sedang kita hadapi, Tuhan
punya berbagai cara untuk menolong kita. Silakan ekspresikan keluh-kesahmu
dengan bertanya: “adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?”
[1] Dalam kitab Bilangan 20:8 disebutkan bahwa TUHAN
menyuruh Musa untuk hanya berkata-kata saja kepada bukit batu itu, bukan
memukul.
No comments:
Post a Comment
Apa yang ada di pikiranmu?